Menguatkan Cabang dan Ranting Mengakselerasi Gerak Filantropi
Oleh: Yandi, ketua PCM Ciawi Tasikmalaya
Sebagai ormas modern terbesar yg bergerak dibidang dakwah dan praksisme sosial keagamaan, Muhammadiyah punya keunggulan komparatif dibanding yang lain. Keunggulan itu terletak pada kekuatan jaringan organisasi dan AUM nya yang luas dan terus tumbuh berkembang hingga manca negara.
Berbicara tentang Muhammadiyah sebagai organisasi, tak bisa dipisahkan dengan keberadaan akar rumput yaitu cabang dan ranting. Keduanya adalah ujung tombak gerakan dakwah Muhammadiyah, yang menjadi pelaksana di lapangan atas semua keputusan, maklumat dan surat edaran yang dikeluarkan oleh PP Muhammadiyah.
Ada ungkapan yang selalu diulang ulang oleh ketua LPCR-PM Pusat , Jamaluddin Ahmad : “Sebagai sebuah gerakan hidup matinya Muhammadiyah tergantung pada hidup tidaknya Pimpinan Cabang dan Pimpinan Ranting. Jika Cabang dan Ranting mati, maka Muhammadiyah sebagai sebuah gerakan sebenarnya telah mati,” tegasnya. Ungkapan tersebut tidaklah berlebihan , itu sebagai bentuk afirmasi bahwa kedua "organisme" ini memiliki posisi strategis sebagai penyangga konstruksi bangunan besar bernama persyarikatan Muhammadiyah.
Sinergi Majelis dan Lembaga
Keberadaan cabang dan ranting Muhammadiyah tidak bisa terlepas dari lembaga yang khusus mengurusi cabang dan ranting yang sekarang kita kenal dengan nama LPCR-PM. Lembaga ini kata ketua umum PP. Muhammadiyah, Haedar Nashir, memiliki peran sangat penting yaitu sebagai katalisator dalam pengembangan dan pemberdayaan cabang dan ranting. Baik berbasis konsep maupun langkah-langkah praktis yang lebih terfokus, spesifik, dan terorganisasi.
Meskipun LPCR-PM punya tugas menguatkan, mengembangkan dan memberdayakan cabang dan ranting, jelas tidak bisa bekerja sendiri. Dalam mengambil langkah praktis dan strategis harus bersinergi dengan majelis lain yang terkait langsung dengan kebutuhan di lapangan.
Setidaknya ada 3 majelis langsung yang berkaitan dengan pengembangan, pemberdayaan dan penguatan sebuah cabang. Majelis tabligh, majelis ekonomi bisnis dan pariwisata , majelis Dikdasmen dan Lazismu.
Sebuah cabang pengajiannya tidak berjalan karena kurangnya mubaligh, maka sesuai job description-nya majelis tabligh daerah yang akan turun tangan. Jika mau membangun sekolah , fasilitatornya adalah majelis Dikdasmen. Begitupula jika sebuah cabang dan ranting ingin merintis AUM bidang ekonomi maka majelis ekonomi bisnis dan pariwisata bidangnya.
Jiwa Filantropi
Sebagaimana telah dimaklumi filantropi berasal dari bahasa Yunani philein berarti cinta, dan anthropos berarti manusia. Maka secara definisi filantropi dimaknai sebagai sikap atau tindakan mencintai sesama manusia, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dan rela berkorban demi membantu orang lain (altruisme).
Dilihat dari orientasi keagamaannya banyak pengamat mengkategorikan Muhammadiyah sebagai kaum puritan dan kata dosen UMM, Nurbani Yusuf sambil merujuk pendapat Max Weber salah satu ciri kaum puritan adalah suka memberi (generous), selain egaliter, pekerja keras dan jujur.
Di Muhammadiyah tradisi memberi atau jiwa filantropisme telah mengakar dan menjadi etos para pelaku gerakan. Hal ini secara historis dicontohkan oleh Kyai Dahlan yang melelang habis - habisan harta yang dimilikinya untuk kepentingan dakwah Muhammadiyah. Di cabang dan ranting ghirah filantropi itu tidak pernah redup, yang diwujudkan secara genuine dalam bentuk tradisi urunan, selain infak dan sedekah.
Penguatan cabang dan ranting sebagai ujung tombak pergerakan baik secara kualitatif maupun kuantitatif perlu terus didorong agar terus tumbuh, maju dan unggul. Sebuah cabang yang maju yang ditopang oleh kekuatan AUM, seperti sekolah, rumah sakit, dan lembaga pendidikan tinggi memiliki multiflier effect terhadap penghimpunan dana sosial atau filantropi baik berupa zakat infak maupun sedekah. Sehingga bisa menjadi mitra strategis bagi Lazismu sebagai lembaga yang diberikan kewenangan oleh Muhammadiyah untuk mengelolanya.
Beberapa waktu lalu Lazismu PWM Jateng mengukir prestasi yang membuat decak kagum semua kader Muhammadiyah. Tidak tanggung- tanggung 9 kategori terbaik diraihnya dari 11 penghargaan Lazismu Award yang dinominasikan oleh Badan Pengurus Lazismu Pusat. Tidak hanya menjadi yang terbaik, Lazismu Jateng juga meraih predikat Lazismu dengan pelaporan keuangan dan tata kelola terbaik serta amil terbaik.
Apa yang diraih oleh Lazismu PWM Jateng adalah sebuah pencapaian yang luar biasa, hasil kerja kolektif dari berbagai pihak termasuk kerja keras kantor layanan yang ada di pimpinan cabang, tegas Dwi Ramadhan,ketua BP. Lazismu PWM Jateng dalam sambutannya.
Perlu diketahui menurut data sistem informasi cabang dan ranting (SICARA) yang pernah dirilis oleh LPCR tahun 2021, Jawa Tengah sebaran cabang dan rantingnya mencapai 30 % dari seluruh PCM dan PRM di Indonesia, jauh mengungguli wilayah lain. Dan keunggulan jumlah cabang dan ranting ini memiliki pengaruh signifikan dalam memberikan kontribusi atas prestasi yang diraih.
Penutup
Lazismu PWM Jateng dengan best practise-nya bisa menjadi inspirasi bagi wilayah lain, termasuk Lazismu PWM Jabar dan lebih khusus lagi kab. Tasikmalaya. Sebagai kader yang terlibat di akar rumput penulis merasakan kantor layanan Lazismu yang telah berdiri satu tahun lebih di PCM Ciawi – Tasikmalaya ini, masih banyak yang harus ditingkatkan.
Dalam mindset Islam berkemajuan dengan ciri ke-Islamannya yang progresif , memahami Islamic social finance (ISF) atau sistem keuangan sosial Islam berupa zakat infak dan sedekah, sekarang ini tidak cukup dengan pemahaman syariah yang sifatnya normatif. Tetapi dibutuhkan juga jiwa kewirausahaan, penguasaan IT, literasi dunia digital, wawasan bisnis dan management.
Harapannya dengan adanya pembinaan, lembaga yang mengelola dana filantropi (Lazismu) di tingkat cabang akan lebih berdaya, bisa bergerak maju lebih akseleratif, sesuai dengan visi Islam berkemajuan. Wallahu alam bishawab