YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Visi-misi kelautan era Presiden Jokowi adalah ingin menjadikan laut sebagai aset masa depan sebuah bangsa dan menempatkan Indonesia menjadi episentrum maritim dunia. Hal ini tentu menjadi langkah strategis mengingat Indonesia sebagai negara Kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia (97 ribu kilometer). Bisa dibanyangkan, jika setiap 1 kilometer saja mempu menghasilkan 1 miliar dalam sebulan, tentu akan berimbas pada peningkatan kesejahteraan nelayan dan mendongkrak nilai produksi kelautan nasional.
Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan RI periode 2014-2019 dalam sambutannya dalam Forum Nelayan Kapling Laut yang diinisiasi oleh Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah Sabtu (14/10) di Kantor PP Muhammadiyah Cik Ditiro Yogyakarta menegaskan, laut adalah masa depan sebuah bangsa. Itu artinya Indonesia harus menguasai wilayah lautnya secara berdaulat. Untuk merealisasikan misi tersebut, Kementerian KKP di bawah komando pengusaha asal Pangandaran itu melahirkan tiga pilar penjaga wilayah kelautan Indonesia.
Pertama, pilar kedaulatan. Pilar ini menjadi sangat penting dan urgent karena tanpa memiliki kedaulatan di wilayah lautnya sendiri, Indonesia tak memiliki wewenang untuk mengatur dan memaksimalkan sumberdaya lautnya yang sangat kaya.
Pilar kedua adalah keberlanjutan. Kehidupan manusia tidak bisa dilihat hanya pada satu generasi tanpa memikirkan generasi lain di masa depan. Oleh sebab itu menejemen sumberdaya kelautan yang berkelanjutan perlu digalakkan. Tanpa orientasi ini akan sangat sulit bagi sebuah bangsa agar tetap survive dan eksis sampai waktu ribuan tahun ke depan.
Menurut Susi, sumber daya laut berbeda dengan sumberdaya mineral seperti emas dan batu bara. Sumberdaya laut memiliki sifat dan karakter berkelanjutan. Hal ini tentu memiliki konsekuensi yang tak mudah. Negara dengan seluruh perangkat yang dimilikinya harus mampu menjaga ekosistem laut dari upaya perusakan baik dari dalam maupun luar.
Dengan menjaga ekosistem laut yang salah satunya melalui pengaturan penangkapan ikan, udang dan lain sebagainya tentu akan membuat ekosistem laut semakin produktif dalam jangka waktu yang lama. Sayangnya, hari ini pemerintah membagi laut menjadi empat konsensi. Artinya, kedaulatan laut diserahkan kepada pemilik kapita/pengusaha besar yang mampu membayar.
"Rakyat Indonesia tidak boleh terbelenggu oleh Kapling/konsensi. Laut adalah rahmat Tuhan kepada bangsa ini. Jika laut dikapling-kapling seperti tambang, saya pikir kita sudah kehilangan kewarasan kita," tegasnya.
Pada perkembangannya bukan hanya laut yang di kapling-kapling dan dijadikan area konsensi. Nasib pulau terluar Indonesia juga mengalami hal yang sama. Di banyak kasus, pulau tersebut disertifikasi dan dijual kepada pengusaha konsensi. Itu artinya bedasar UNCLOS 1982 Indonesia akan kehilangan kedaulatannya pada 200 mil ke luar dan kedalam. (diko)