Mentransformasikan Tafsir Al-Qur'an

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
78
Konferensi Mufasir Muhammadiyah 3 di Kulonprogo Yogyakarta (27/8)

Konferensi Mufasir Muhammadiyah 3 di Kulonprogo Yogyakarta (27/8)

KULONPROGO, Suara Muhammadiyah - Menteri Agama RI Nazaruddin Umar memenuhi undangan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebagai pemateri dalam acara Konferensi Mufasir Muhammadiyah ke-3 yang bertempat di ballroom Hotel Novotel Yogyakarta Internasional Airport Kulonprogo pada Kamis siang (27/8). 

Dengan mengusung tema "Metodologi Tafsir Al-Qur'an yang Transformatif" ia mengawali paparannya dengan melontarkan sebuah pertanyaan, "apa itu Al-Qur'an?"

Menurut bahasa, Al-Qur'an berarti himpunan. Sebagaimana sebuah bangunan, ia menghimpun banyak hal seperti batu bata, semen, besi, dan lain sebagainya. Dalam pengertian ini, manusia dan alam raya sejatinya juga dapat disebut Al-Qur'an.

Meski menghimpun banyak hal, tak banyak orang yang mampu memaknai Al-Qur'an secara kontekstual dan relevan. Nazaruddin pun menyayangkan bahwa, dalam memahami Al-Qur'an, masih banyak kalangan dari umat Islam yang memaknainya secara tekstual. Al-Qur'an dipahami dengan cara yang kaku sehingga tak memberikan celah sedikitpun bagi penafsiran alternatif. Menurutnya, hal inilah yang menyebabkan umat Islam sulit keluar dari kungkuman kejumudan.

"Kelemahan umat kita hari ini adalah sangat paham masalah fikih, tapi tidak paham usul fikih. Mereka ibarat memanjat sebuah pohon, tapi berpegang pada ranting yang rapuh ketimbang batangnya yang kokoh," tegasnya mencontohkan.

Disinilah sejatinya letak pentingnya mengajarkan Al-Qur'an yang tidak hanya sebagai kitabullah, tapi juga sebagai kalamullah. Untuk mencapai ke tahap itu, diperlukan sebuah tafsir Al-Qur'an yang transformatif.

Terkait dengan bagaimana mentransformasikan tafsir Al-Qur'an, Nazaruddin memiliki opsi alternatif. Ia melihat bahwa selama ini tafsir Al-Qur'an lebih banyak mengedepankan sifat maskulinitas Tuhan. Sedangkan dalam ayat-ayat Al-Qur'an lebih memuat tentang sifat-sifat feminim Tuhan. Oleh sebab itu menurutnya sudah saatnya para mufasir Muhammadiyah lebih memfokuskan diri pada sifat feminim Tuhan yang masih sangat jarang disoroti para mufasir.

"Kita perlu pemikiran besar. Mubaligh dan mufasir kita selama ini kurang bisa memahami segitiga antara teologis, logos, dan etos," paparnya. (diko)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

SURABAYA, Suara Muhammadiyah - Hadir kembali, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) se-Surabaya dalam ....

Suara Muhammadiyah

15 June 2024

Berita

MALANG, Suara Muhammadiyah - Indonesia dikenal sebagai negara maritim dengan ribuan pulau, menjadika....

Suara Muhammadiyah

15 August 2025

Berita

BANDA ACEH, Suara Muhammadiyah - Lembaga Resiliensi Bencana (LRB) Muhammadiyah Disaster management C....

Suara Muhammadiyah

22 October 2023

Berita

GUNUNGKIDUL, Suara Muhammadiyah – Tim Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Universitas Ahmad Dah....

Suara Muhammadiyah

22 March 2024

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Musyawarah Daerah (Musyda) XVII Pimpinan Daerah Pemuda Muhamm....

Suara Muhammadiyah

5 November 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah