Merangkul yang Tercecer, Sepenggal Kisah Dakwah Komunitas

Publish

26 September 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
22
Foto Istimewa

Foto Istimewa

SEMARANG, Suara Muhammadiyah - Lampu temaram di sudut lokalisasi Sunan Kuning, Semarang, tak pernah sepenuhnya padam, menyimpan kisah 480 perempuan yang sebagian besar ingin pulang. Di lorong-lorong sunyi dan berisiko itulah, sekelompok da'i Muhammadiyah kini menempatkan diri. Mereka bukan datang membawa mimbar megah, melainkan dengan tangan terbuka dan tekad yang seringkali dipertanyakan—apakah upaya ini sebanding dengan biaya, risiko, dan  integritas yang dipertaruhkan?

Dr. AM. Jumai, Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammdiyah (PDM) Kota Semarang, tak menampik, secara hitungan materialis, dakwah komunitas ini enggak cucuk. Ini adalah medan perang batin, di mana da'i harus kuat secara fisik, mental, dan relasi, sebab salah langkah sedikit saja, dakwah hanya akan ditertawakan.

***
Siang itu, di tengah hiruk pikuk Kota Semarang, di sudut sebuah rumah makan sederhana tak jauh dari jantung kantor Muhammadiyah Jawa Tengah, Jumai terlihat tenang. Sebagai Wakil Ketua PDM Kota Semarang yang membawahi bidang tersebut, sekaligus Ketua Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, ia adalah salah satu arsitek utama gerakan merangkul yang radikal ini.

Matanya menerawang, bukan ke arah jalanan yang padat, melainkan seolah menembus lorong-lorong sunyi tersebut. Lorong-lorong itulah yang kini menjadi "medan perang" baru bagi Muhammadiyah: Dakwah Komunitas, sebuah strategi yang lahir dari kesadaran pahit di Muktamar ke-48 di Surakarta.

Ini bukan lagi tentang ceramah kolosal di aula megah atau majelis taklim formal di masjid-masjid besar. Ini adalah misi merangkul, sebuah upaya yang lahir dari kesadaran pahit di Muktamar ke-48 di Surakarta. Kala itu, Persyarikatan Muhammadiyah dihadapkan pada sebuah ironi yang mengguncang: pertumbuhan amal usaha (AUM) tidak sebanding dengan pertumbuhan jamaah.

Rumah sakit, sekolah, dan universitas menjulang, tapi basis keanggotaan tak signifikan bertambah. Jawabannya: harus ada pendekatan yang lebih personal, yang mampu masuk ke "sel-sel" terkecil masyarakat.

Fenomena itu mendorong ijtihad organisasi untuk memisahkan fokus. Majelis Tabligh mengurus dakwah formal yang dilakukan melalui PCM, amal usaha, atau masjid. Sementara yang tadinya dakwah khusus menjadi Lembaga Dakwah Komunitas (LDK). Targetnya? Komunal-komunal berbasis profesi, hobi, atau yang sefrekuensi—termasuk kaum marginal.

"Tidak semua orang bisa didekati secara massal," ujarnya, suaranya terdengar tenang namun penuh keyakinan. 

Ia mencontohkan kaum marginal: PSK, waria, atau mereka yang berada di Lembaga Pemasyarakatan (LP). "Ketika dia mau ikut pengajian massal di Muhammadiyah, dia malu, gengsi, tidak pede. Tapi kalau kita masuk dengan pendekatan kemanusiaan, psikologi, dia bisa masuk."

Kisah Sunan Kuning, sebuah lokalisasi di Semarang, menjadi saksi nyata betapa efektifnya metode ini. Jumai dan timnya berhadapan dengan 480 PSK resmi. Hasil screening mereka mengejutkan: hanya 10% yang benar-benar menjadikannya tujuan "profesi". Sisanya? Terpaksa.

"Ada yang dijual suaminya, terlilit utang, pemaksaan," kisahnya, nadanya berubah serius. Ujung-ujungnya, faktor ekonomi.

Ketika Muhammadiyah masuk dakwah ke sana bukan sekadar dengan dalil agama, melainkan dengan dukungan penutupan lokalisas, mereka disambut. "Mayoritas setuju. 'Alhamdulillah kami bisa bebas, bisa pulang,' kata mereka. Karena kalau pulang sendiri, ancamannya dibunuh, disakiti," ia menirukan ungkapan penuh harap itu.

Di Semarang, LDK juga membina beragam komunitas lain: mu'alaf, ojol (ojek online), mantan preman, pelaku UMKM, hingga tukang parkir. Kegiatan mereka bervariasi dari bakti sosial, edukasi talkshow, pelatihan, hingga workshop.

Menghitung Biaya Kemanusiaan

Inilah wajah sesungguhnya dari dakwah komunitas. Ia menuntut pengorbanan yang tak bisa diukur dengan hitungan pragmatis.

Saat ditanya soal efektivitas, usaha dan biaya yang dikeluarkan, Jumai tak mengelak.
"Kalau hitung-hitungan pragmatis, materialistis, itu enggak cucuk (tidak sepadan)," katanya terus terang.
 
Namun, ia menekankan, visi mereka adalah jangka panjang. "Paling tidak bisa mengubah paradigma mereka. Bahwa ada ormas yang peduli terhadap komunitasnya, itu dulu sudah luar biasa. Kita sudah mendapatkan tempat."

Pendekatan ini jauh dari nuansa formal Majelis Tabligh. Fokusnya bukan pada dalil Qur'an dan Hadis secara kaku, melainkan pada  teladan-teladan. Ketika berhadapan dengan komunitas pelaku UMKM atau biker di Semarang, timnya tidak hanya berdakwah spiritual, tetapi juga struktural dan kultural.

"Mereka ada kesulitan ekonomi. Maka kita libatkan apa yang mereka butuhkan," jelasnya seraya menyebutkan program pendampingan UMKM, bantuan permodalan, dan kegiatan sosial.

Secara struktural, LDK menggandeng Dinas Koperasi, Dinas Sosial, bahkan Aparat Penegak Hukum (APH) seperti Polisi dan TNI untuk menggarap mereka.

Integritas sebagai Tameng

Tantangan terbesar dalam dakwah komunitas, kata Jumai adalah karakter da'i-nya. Para dai komunitas harus berhadapan langsung dengan lingkungan yang berisiko.

"Kita harus menyiapkan orang-orang yang mental kuat dan punya skill," tegas Jumai. Da'i Komunitas condong ke ranah nahi mungkar, mencegah kemungkara, yang menuntut pelibatan power elite dan APH untuk menembus lorong sunyi dengan aman.

Namun, senjata paling utama bukanlah power atau fisik, melainkan integritas. "Kalau kita ini tidak memiliki integritas yang tinggi, masuk ke dunia seperti itu, dakwah hanya diketawain," ujarnya dengan senyum menyeringai.

Wakil Dekan Fakultas Ekonomi Unimus ini mengingatkan, integritas membuat seorang da'i Muhammadiyah dihormati oleh preman atau power elite sekalipun. "Tidak pernah punya kasus, tidak pernah punya masalah di masyarakat. Ini modal dalam gerakan dakwah," pungkasnya.

Dakwah komunitas adalah napas baru bagi Muhammadiyah. Ini adalah gerakan sunyi yang berani kotor, sebuah janji untuk menggembala kembali jamaah yang tercecer, satu per satu, dengan modal yang jauh lebih berharga dari amal usaha manapun: kemanusiaan dan integritas.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

Dakwah di Wilayah 3T adalah Panggilan Iman dan Kemanusiaan JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Ketu....

Suara Muhammadiyah

22 May 2025

Berita

PADANG, Suara Muhammadiyah - Majelis Tabligh dan Ketarjihan Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah (PWA) S....

Suara Muhammadiyah

21 August 2024

Berita

JAKARTA, Suara Muhammadiyah - Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA (Uhamka) melakukan Jumpa Pers....

Suara Muhammadiyah

20 November 2023

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Daerah Istimewa Yogyakarta meng....

Suara Muhammadiyah

5 September 2025

Berita

MALANG, Suara Muhammadiyah - Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Malang menutup tahun 2024 denga....

Suara Muhammadiyah

30 December 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah