Pesan Hardiknas, Haedar Nashir Tegaskan Nilai Fundamental Pendidikan

Publish

2 May 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
665
Foto Istimewa

Foto Istimewa

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Hari ini bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei 2024, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir, MSi menyebut momen ini bukan sekedar seremonial tonggak pendidikan Indonesia, tetapi mesti memberi makna terdalam tentang pendidikan nasional hari ini dan ke depan. Termasuk sebagai momentum untuk berefleksi secara fundamental atau secara radikal yang artinya ke hal paling dasar.

“Kita tahu bahwa pendidikan Indonesia telah mengalami kemajuan yang cukup besar dan pada saat ini, Pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi telah mencanangkan juga Peta Jalan Pendidikan Nasional, bahkan dalam konteks umum maupun pendidikan Indonesia sedang mencanangkan Indonesia emas tahun 2045,” ungkap Haedar Nashir, Kamis (2/5).

Tapi pada saat yang sama sejatinya pendidikan mengalami perkembangan situasional di mana pendidikan menghadapi masalah dan tantangan yang tidak ringan. Pertama pendidikan nasional masih belum bisa mencerminkan nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam konstitusi, yaitu pasal 31 tentang Pendidikan dan Kebudayaan.

Bahwa dalam pasal itu disebutkan tentang pendidikan nasional yang terkait dengan penanaman iman dan takwa, akhlak mulia kemudian mengembangkan ilmu pengetahuan dan penguasaan teknologi, berkebudayaan, membangun peradaban, persatuan nasional dan prinsip-prinsip mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai tujuan yang utama.

Nilai Fundamental

Maka dalam konteks ini, Haedar Nashir berharap agar rancang bangun peta jalan dan kebijakan pendidikan nasional apapun fokusnya tetap harus berpijak pada nilai-nilai konstitusional dalam pasal 31 maupun pembukaan UUD 45 sekaligus juga nilai-nilai yang hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni Pancasila sebagai dasar negara yang mengandung nilai dasar yang pokok.

“Maka pendidikan nasional mau tidak mau dan peta jalan yang dirumuskan itu harus mengandung lima nilai dasar itu dan tidak boleh direduksi atas nama apapun dan para perumusnya harus paham betul, menghayati betul dan konsisten untuk mengaktualisasikan, memasukkan lima dasar nilai itu, karena itu adalah Pancasila sebagai dasar negara,” tegas Guru Besar Sosiologi UMY tersebut.

Kedua nilai agama, baik dalam pasal 29 maupun dalam sejarah yang melekat dengan identitas kebangsaan kita maka, pendidikan nasional harus juga berpondasikan pada nilai-nilai agama yang hidup di Indonesia dan para perumus peta Jalan maupun kebijakan-kebijakan nasional tentang pendidikan harus adaptif terhadap nilai agama

“Dan jangan sebaliknya ada pikiran-pikiran yang menjauhkan agama dari nilai pendidikan bangsa Indonesia dan negara kesatuan Republik Indonesia bukan negara dan bangsa yang sekular dan menganut sistem dan paham sekularisme. Biarpun Indonesia bukan negara agama tapi agama hidup di dalam konstitusi dan denut nadi kehidupan bangsa,” tambah Haedar.

Ketiga nilai kultural yakni kebudayaan luhur bangsa yang hidup di setiap golongan suku bangsa yang membentuk kebudayaan nasional. Pendidikan nasional betapa pun menyerap modernisasi dan mengambil serapan-serapan sistem pendidikan modern dari luar yang sudah maju, tetap harus berpijak di bumi kebudayaan Indonesia yang membentuk kepribadian Indonesia. Sehingga sistem dan anak didik Indonesia tidak lepas dari tiga nilai dasar itu. Yakni Pancasila agama dan kebudayaan luhur bangsa. “Di sinilah tantangan bagi para pengambil kebijakan dan perumus kebijakan pendidikan nasional,” tukasnya.

Tantangan Daya Saing

Kemudian Haedar Nashir menyoroti tantangan yang bersifat situasional atau kontekstual. Human Development Index (HDI) Indonesia masih kalah dibanding negara-negara ASEAN, daya saing bangsa juga masih di bawah negara-negara ASEAN yang lain, bahkan temuan terakhir bahwa tingkat IQ atau kecerdasan rakyat Indonesia masih dalam posisi ke-113 dengan indeks 78,59.

“Artinya bahwa pendidikan nasional kita sejatinya juga belum bisa setara dengan pendidikan di negara lain, maka kewajiban utama para perumus kebijakan adalah bagaimana kita meningkatkan kualitas pendidikan nasional ke tingkat yang unggul berkemajuan,” ungkap Haedar.

Hal ini memerlukan kesungguhan bukan hanya berhenti pada birokratisasi pendidikan atau mengambil isu-isu pendidikan yang bagus tetapi parsial. Pendidikan adalah proses jangka panjang, maka strategi kebijakannya juga harus kontinu, jangan mengalami patah-patah atau diskontinuitas dari satu fase ke fase berikutnya. “Dari periode ke periode, menteri dan pola kebijakan boleh berbeda tetapi kesinambungan menjadi wajib adanya, karena pendidikan menyangkut hajat hidup bangsa untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,” tegas Haedar.

Peran Swasta

Selanjutnya, pendidikan di Indonesia tidak lepas dari peran swasta lebih-lebih swasta yang berbasis pada gerakan keagamaan dan kemasyarakatan, bahkan organisasi keagamaan kemasyarakatan seperti Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Taman Siswa ormas-ormas keagamaan lain punya sejarah panjang baik dalam pendidikan nasional maupun dalam perjuangan kemerdekaan.

Maka menjadi naif kalau ada pikiran-pikiran dalam perumusan kebijakan pendidikan nasional maupun dalam merumuskan peta Jalan Pendidikan Nasional memarginalkan peran swasta kemasyarakatan dan keagamaan. Justru kebijakannya harus integratif dengan tentu proporsional di tempatnya masing-masing.

“Tapi selama mempertentangkan antara pendidikan negeri dan pendidikan swasta berbasis khususnya yang berbasis keagamaan dan kemasyarakatan yang nonprofit, maka kita akan kehilangan potensi membangun Indonesia dan pendidikan Indonesia secara bersama,” tutur Haedar Nashir.

Dalam konteks pendidikan nasional di era modern dan sistem yang modern, bahwa pendidikan juga tidak lepas dari kebutuhan nyata masyarakat para lulusan pendidikan di Indonesia di jenjang mana pun memang juga berniscaya untuk menjadi orang-orang yang bisa bekerja di berbagai tempat dan lingkungan kerja bahkan di ranah Global.

Pendidikan yang profesional juga meniscayakan bagian dari kebijakan pendidikan, tetapi jangan sekali-kali fokus atau kepentingan prioritas seperti ini mengubah prinsip dasar pendidikan nasional. Jangan bawa pendidikan nasional Indonesia menjadi pabrik dan melakukan proses fabrikasi yang melahirkan robot, yang boleh jadi secara kognisi dan profesi memiliki kelebihan dan keunggulan, lebih-lebih dalam konteks Indonesia di era revolusi Iptek dan IT. Tapi tetap bahwa pendidikan menghasilkan dan melakukan proses pencerdasan manusia dengan keseluruhan akal budinya.

Menurut Supomo membangun Indonesia itu harus jiwa dan raga, Indonesia harus berjiwa - bernyawa. Bahkan dalam lagu Indonesia Raya: Bangunlah jiwanya bangunlah badannya. Maka menjadi misleading, disorientasi bahkan menjadi distorsi jika pendidikan Indonesia berubah menjadi pabrik yang menghasilkan robot.

“Kita harus menghasilkan insan-insan generasi Indonesia yang kuat, religiusitasnya berbasis iman dan takwa apapun agamanya, berakhlak mulia apapun agama dan latar belakangnya kemudian mereka berilmu, menguasai teknologi berkeahlian dalam berbagai bidang, tapi pada saat yang sama juga menjadi insan-insan yang bersosial sebagaimana kultur gotongroyong yang hidup di bumi Indonesia,” pesan Haedar.

Sehingga bukan insan-insan yang robotik, yang angkuh karena ilmunya, yang egois terhadap lingkungannya, bahkan nanti bisa menghasilkan orang-orang cerdas yang merusak bumi dan seluruh isi alam Indonesia karena tidak punya kekuatan rohaniah dalam basis Iman, takwa dan kesadaran rohaniah yang tinggi.

“Saya yakin bangsa Indonesia ke depan akan maju jika rancang bangun pendidikan nasional betul-betul berbasis pada pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa secara utuh komprehensif dan multierspektif dan tidak terjebak pada reduksi distorsi dan disorientasi yang hanya menyasar satu target dan tujuan, yakni menghasilkan manusia yang berbudi, kita harus menghasilkan manusia Indonesia dan insan Indonesia yang utuh bermartabat dan berperadaban utama,” pungkasnya. (Riz)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

CIANJUR, Suara Muhammadiyah - Pada Rabu (21/8) digelar Gerakan Subuh Mengaji ( GSM) secara daring. A....

Suara Muhammadiyah

22 August 2024

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Perkumpulan Sepakbola Hizbul Wathan Universitas Muhammadiyah Yogyak....

Suara Muhammadiyah

28 April 2024

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Melalui Sharing Session Filantropi Muhammadiyah, Badan Riset ....

Suara Muhammadiyah

14 May 2024

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Setelah bulan Ramadhan dilalui selama sebulan penuh. Saatnya umat I....

Suara Muhammadiyah

17 April 2024

Berita

HONGKONG, Suara Muhammadiyah - Ahmad Fihri, dosen Fakultas Agama Islam (FAI) sekaligus Al-Islam Kemu....

Suara Muhammadiyah

21 November 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah