PERLIS, Suara Muhammadiyah — Kegiatan temu ramah bersama para tokoh pendidikan dan mahasiswa pada dalam rangaka hari jadi ke-4 Universiti Muhammadiyah Malaysia (UMAM) yang digelar pada Rabu (26/11) di Hotel Seri Malaysia menjadi sangat istimewa karena dihadiri langsung Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof. Dr. H. Haedar Nasir, M.Si.
Kehadiran Ketua Umum PP Muhammadiyah ini, disambut hangat para tokoh Persyarikatan Muhammadiyah yang turut hadir diantaranya Prof. Dr. Bambang Setiaji (Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah), Rektor UMAM yang juga merangkap sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Riau (Umri) Dr. H. Saidul Amin, MA., para tokoh pendidikan dan Rektor Perguruan Tinggi Muhammadiyah-‘Aisyiyah (PTMA) serta perguruan tinggi dari berbagai negara sahabat lainnya.
Kegiatan dibuka dengan jamuan makan malam yang dilanjutkan dengan kajian keislaman oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof. Dr. H. Haedar Nasir, M.Si., yang berlangsung hangat dan penuh keakraban.
Pada sesi penyampaiannya, Prof. Haedar mengangkat tema “Muhammadiyah: Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Depan”. Ia mengajak peserta membaca posisi umat manusia, Islam, dan Muhammadiyah dalam dinamika perjalanan zaman. Menurutnya, manusia tidak hanya hidup dalam keragaman ideologi, suku, bangsa, dan agama, tetapi juga dalam tempo kehidupan, yakni zona waktu yang membentuk cara berpikir dan bertindak.
Prof. Haedar memaparkan bahwa sekitar 70 persen umat manusia pada masa lampau hidup dalam alam pikiran agraris dan pertanian, yang sangat terikat dengan tradisi dan ekosistem komunitasnya.
“Banyak yang tidak dapat keluar dari tradisionalitas itu. Sementara itu, sekitar 24 persen lainnya hidup pada era industrial-modern yang ditandai pola pikir rasional, objektif, dan efisien,” jelasnya.
Sejak era 1970-an, dunia memasuki fase baru ketika teknologi menjadi bagian integral dari sistem industri modern. Perubahan tersebut, kata Prof. Haedar, menggeser cara manusia hidup, berpikir, dan berinteraksi. Meski hanya dua hingga tiga persen populasi global yang berada dalam kelompok pengguna teknologi tingkat tinggi, justru merekalah yang menentukan arah masa depan peradaban.
Lebih jauh, Ia menjelaskan bahwa dua hingga tiga dekade terakhir semakin menegaskan hipotesis mengenai lahirnya era 4.0 hingga 7.0, yang membawa perubahan sangat cepat dalam berbagai aspek kehidupan.
“Saya berbicara tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan untuk menegaskan bagaimana Islam, termasuk Muhammadiyah, hidup dalam arus sejarah yang dinamis dan terus bergerak,” tegasnya.
Fondasi Pemikiran Kiai Dahlan dan Islam Berkemajuan
Dalam kesempatan ini, Prof. Haedar juga menelusuri konstruksi intelektual Muhammadiyah yang dibangun dari pemikiran Kiai Haji Ahmad Dahlan. Ia menjelaskan bahwa gagasan awal Kiai Dahlan merupakan percikan yang melahirkan konsep besar Islam Berkemajuan, identitas utama Muhammadiyah hingga hari ini.
Ia mencontohkan bagaimana Kiai Dahlan mengajarkan surat Al-‘Asr selama delapan bulan penuh kepada santrinya. Menurut Prof. Haedar, ajaran itu kini dipahami bukan hanya sebagai petunjuk tentang waktu, tetapi sebagai kesadaran akan dinamika zaman dan pentingnya disiplin serta efisiensi.
“Dari sanalah lahir karakter khas Muhammadiyah tentang ketepatan waktu dan semangat modernitas,” tambahnya.
Kemudian Prof. Haedar menegaskan, bahwa pemahaman tentang Islam Berkemajuan sangat penting bagi UMAM sebagai institusi pendidikan Muhammadiyah yang beroperasi di ranah internasional. Melalui kegiatan akademik, penelitian, dan seminar internasional, UMAM diharapkan dapat membentuk cara pandang umat Islam yang relevan dengan tuntutan global sekaligus memberikan kontribusi nyata bagi masa depan. (Walida)


