MAGELANG, Suara Muhammadiyah - Ns. Sambodo Sriadi Pinilih, M.Kep., Sp.Kep.J, dosen Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes) Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA), menjadi narasumber dalam talkshow pada rangkaian kegiatan Mini Festival Sejenak bertajuk “Ruang Aman untuk Terbuka Membahas Pikiran dan Perasaan”. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Soerojo Hospital bersama komunitas Ubah Stigma tersebut dilaksanakan pada Rabu (12/11) di Gedung Auditorium Edusmart Soerojo Hospital Magelang.
Dihadiri oleh perawat, mahasiswa, komunitas kesehatan jiwa, kader kesehatan, guru BK, serta orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) beserta pendampingnya, kegiatan tersebut menyediakan ruang aman bagi masyarakat untuk belajar meregulasi emosi dan memahami isu kesehatan mental secara lebih komprehensif.
Dalam sesi talkshow, Sambodo Sriadi Pinilih yang akrab disapa Pipin membahas isu kecemasan dan depresi dari perspektif keperawatan jiwa. Ia menekankan bahwa stigma masih menjadi tantangan besar dalam penanganan kesehatan mental. “Orang sering menganggap pembahasan kesehatan jiwa sebagai hal yang tabu, mistis, atau bahkan aib. Akibatnya, banyak yang memilih menutup diri dan tidak segera mencari bantuan profesional,” jelasnya.
Pipin juga menyoroti peran media dalam membentuk persepsi masyarakat. Ia menyampaikan bahwa representasi berlebihan di film atau sosial media sering menggambarkan kondisi kejiwaan secara dramatis. “Tidak semua orang dengan gangguan jiwa itu histeris atau susah dikontrol seperti yang digambarkan di televisi atau sosial media. Penggambaran yang terlalu mendramatisir itu justru memperkuat stigma,” ungkapnya.
Selain itu, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan jiwa juga menjadi tantangan tersendiri. “Banyak orang lebih aware terhadap kesehatan fisiknya saja, padahal kesehatan fisik itu terkadang dilatarbelakangi karena adanya masalah kesehatan jiwa,” tambahnya.
Adapun berbicara mengenai fenomena meningkatnya masalah kesehatan mental pada anak muda, Pipin menegaskan bahwa gangguan jiwa tidak terjadi secara tiba-tiba. “Ini proses panjang. Bisa berawal dari trauma masa kecil atau pola asuh yang salah yang menjadi pemicu menyebabkan seseorang mengalami masalah kesehatan jiwa,” tuturnya.
Lebih lanjut, Pipin menjelaskan, diperlukan empat langkah berkesinambungan, yaitu promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitasi untuk mengurangi stigma. “Melalui kegiatan promotif, kita harus banyak mensosialisasikan dengan gencar isu kesehatan mental. Kemudian preventif sebagai upaya pencegahan melalui deteksi dini, ketika muncul gejala kecemasan atau depresi ringan agar penanganan dapat lebih cepat dilakukan. Dan kalau sudah terdiagnosis, jangan takut meminta bantuan, itu bukan tanda kelemahan, justru itu sebagai tanda kekuatan dan tanda bahwa kita bertanggungjawab terhadap diri kita,” ujarnya.
Pipin juga mengingatkan pentingnya menjaga keberlanjutan fase rehabilitatif untuk mencegah kekambuhan karena kondisi emosi yang tidak stabil. “Kalau empat aspek tadi (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif) dilakukan terus-menerus, maka semakin banyak masyarakat yang paham, semakin tinggi kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan jiwanya,” tegasnya.
Melalui keikutsertaan dosen UNIMMA dalam kegiatan edukatif tersebut, diharapkan tidak hanya meningkatkan pemahaman masyarakat, tetapi juga mendorong terciptanya ekosistem yang lebih peduli dan responsif terhadap isu kesehatan mental. UNIMMA berkomitmen untuk terus hadir sebagai mitra strategis dalam menghadirkan ruang edukasi yang relevan dan bermanfaat bagi masyarakat.


