"Indonesia adalah sepotong surga yang dikirimkan Tuhan ke bumi. Muhammadiyah dan Aisyiyah memiliki tugas untuk menjaga dan memelihara sepotong surga itu." –Saad Ibrahim, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah
BOGOR, Suara Muhammadiyah - Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Saad Ibrahim menyadari betul bahwa gerak dan laju dakwah Muhammadiyah hingga saat ini tidak dapat dilepaskan dari peran tangan tak kasat mata (invisible hand). Artinya, ada campur tangan Tuhan di setiap langkah yang ditempuh oleh Muhammadiyah. Sehingga Muhammadiyah menjadi organisasi yang disegani serta memiliki pengaruh yang cukup besar dalam beberapa aspek fundamental di negeri ini. Mulai dari aspek pendidikan, kesehatan, sosial, hingga kemanusiaan universal.
“Muhammadiyah telah menjadi organisasi yang sangat besar hari ini. Boleh jadi di sebuah kawasan, Muhammadiyah itu kecil. Tapi secara keseluruhan, Muhammadiyah ini menjadi organisasi yang terdepan dalam konteks rahmatan lil alamin. Semuanya itu pasti karena pertolongan Allah SwT,” ucap Saad dalam pengajian daerah Muhammadiyah Kabupaten Bogor (1/2).
Dalam kesempatan tersebut ia menegaskan bahwa warga Muhammadiyah memiliki identitas ganda. Yang pertama sebagai orang yang mengikuti langkah Nabi Muhammad, dan yang kedua sebagai anggota Persyarikatan Muhammadiyah yang membangun sinergi dan kolaborasi dengan berbagai elemen strategis bangsa. Inilah yang menurutnya menjadi inti dari dakwah Muhammadiyah. “Inilah sinergi yang dibangun oleh Muhammadiyah,” ujarnya.
“Melalui Persyarikatan inilah kita berjihad mencerdaskan bangsa, menjaga kesehatan bangsa, menggerakkan, memajukan. Maka Muhammadiyah berprinsip, bahwa segala hal yang menyebabkan terjadinya konflik, harus dihindari,” tegasnya.
Muhammadiyah memahami, berislam harus mengikuti tata cara yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Seiring dengan hal ini ia pun meyakini bahwa seluruh umat Islam pasti menjadikan Nabi Muhammad sebagai uswatun hasana (teladan). Oleh karena itu Saad tidak memungkiri bahwa seluruh umat Islam di dunia ini adalah warga Muhammadiyah.
Saad menambahkan, ada sebuah penelitian ilmiah, ketika Muhammadiyah terlambat hadir di sebuah kawasan, maka kawasan tersebut menjadi kawasan yang tertinggal dan miskin. Di Jawa Timur misalnya, yang masuk dalam 10 besar daerah termiskin adalah daerah yang menolak keberadaan Muhammadiyah di sana. Apakah penelitian ini benar? Saad mengatakan bahwa untuk membuktikannya tidak sulit.
Ketika Muhammadiyah menunjukkan eksistensinya di sebuah daerah dengan mendirikan sekolah, membuat rumah sakit, membangun perguruan tinggi, tidak semua orang yang bekerja dan berpartisipasi di amal usaha tersebut adalah orang Muhammadiyah. “Kita perlu merasa berada di dalam bangunan yang sangat besar, dan nama bangunan itu adalah Muhammadiyah,” ungkap Saad.
Ada sebuah pertanyaan cukup menarik, mengapa Muhammadiyah bisa menjadi organisasi yang besar? Karena Muhammadiyah memiliki prinsip tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Kaya atau miskin, menurut Saad hanya soal mental. “Kehadiran Muhammadiyah memberi, memberi, dan memberi,” tegasnya.
Selain itu, Muhammadiyah juga turut andil dalam berbagai peran yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam hal ini, seorang profesor di Al-Azhar pernah mempermasalahkan Muhammadiyah dengan cara mengkritik. Profesor tersebut mempertanyakan, mengapa Muhammadiyah mesti mendirikan perguruan tinggi, rumah sakit, dan sekolah. Padahal itu semua adalah tugas negara. “Jawabannya mudah, Muhammadiyah lahir lebih dulu dari republik ini, dan Muhammadiyah secara konsisten akan melakukan itu semua,” tutur Saad. (diko)