Pengalaman Negara yang Berhasil Mengatasi Korupsi
Oleh Immawan Wahyudi, Dosen NIDK Fakultas Hukum UAD
PIDATO Presiden Prabowo Subianto memperoleh respon positif bahkan ada bagian-bagian yang sangat positif terutama kaitannya dengan pemberantasan korupsi. Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir mengapresiasi pidato kenegaraan perdana Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan komitmen menjaga konstitusi usai dilantik dalam Sidang Paripurna MPR RI di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, sebagaimana dilaporkan oleh Antara.
Prof. Haedar mengatakan; "Demikian halnya ajakan agar berani menghadapi masalah, tantangan, ancaman, kesulitan, dan gangguan yang dihadapi Indonesia." Selain itu Ketua Umum PP Muhammadiyah juga mengapresiasi komitmen tegas Prabowo terkait penegakan hukum, pemberantasan korupsi, kedaulatan pangan, menghadapi kemiskinan, politik luar negeri yang bebas aktif, pengelolaan sumberdaya alam yang bertanggungjawab, serta menegakkan kedaulatan Indonesia.
Penulis mengutip respon Ketua Umum PP Muhammadiyah terutama terkait dengan judul tulisan ini yakni praktik pemberantasan korupsi di berbagai belahan dunia, dari negara-negara blok Barat, negara-negara Blok Sosialis Komunis dan tentu dari Negara-negara yang mayoritas warga negaranya adalah Muslim.
Namun demikian Indonesia Corruption Watch (ICW) agak meragukan kemampuan Presiden Prabowo dengan Kabinetnya untuk melakukan pemberantasan korupsi. Sebagaimana dilaporkan oleh Tempo.Co., Indonesia Corruption Watch menganggap bahwa Kabinet Merah Putih telah mengabaikan integritas dan catatan hukum terutama terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi. Koordinator ICW Agus Sunaryanto mengatakan terdapat sejumlah anggota kabinet dengan rekam jejak pernah diperiksa bahkan disebut menerima uang korupsi dalam fakta persidangan. “Terdapat nama anggota kabinet dengan catatan rekam jejak pernah disangkakan melakukan dugaan korupsi. Sehingga, publik layak meragukan komitmen pemberantasan korupsi Prabowo.”
Antara harapan dan realita tantangan terhadap cita-cita pemberantasan korupsi inilah penulis mencoba memberikan gambaran bagaimana sebenarnya praktik pemberantasan korupsi di berbagai negara di dunia. Secara etis-normatif kita sangat berharap dan mendoakan Presiden Prabowo Subianto dengan kabinetnya benar-benar dapat memberantas korupsi dengan sebaik mungkin. Namun secara empiris, realita di lapangan, tentu kita harus melihat antara harapan dan kenyatan, antara yang dikatakan dan yang dilakukan dan antara kemampuan dengan kekuatan yang tersedia dalam memberantas korupsi --yang akhir-akhir amat sangat luar biasa, nyaris tidak terkendali lagi. Saat ini Indonesia tidak termasuk dalam negara yang punya indeks persepsi pemberantasan korupsi yang cukup baik.
Negara-negara Blok Barat
Dalam upaya memberikan gambaran antara harapan dan kenyataan itulah penulis memberikan pertanyaan kepada ChatGpt bagaimana sesungguhnya praktik pemberantasan korupsi di dunia, baik indeksnya maupun strategi-strategi yang diterapkannya. Hasilnya adalah bahwa di negara-negara blok Barat yang dianggap berhasil dalam mengatasi korupsi biasanya memiliki peringkat tinggi dalam indeks persepsi korupsi (Corruption Perceptions Index atau CPI) yang diterbitkan oleh Transparency International. Beberapa negara yang termasuk paling sukses dalam menangani korupsi adalah Denmark, Finlandia, Selandia Baru, Norwegia, dan Swiss. Negara-negara ini secara konsisten berada di peringkat teratas CPI yakni Lembaga yang menilai tingkat korupsi sektor publik berdasarkan persepsi ahli dan pelaku bisnis.
Masing-masing negara memiliki strategi pemberantasan korupsi yang secara signifikan menjadikan negara-negara tersebut memiliki peringkat CPI tertinggi. Denmark menekankan pada Transparansi dan Partisipasi Publik dalam setiap proses pemerintahan dan keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan. Administrasi publik juga mudah diakses oleh masyarakat. Disamping itu Budaya Integritas tinggi, terutama di sektor public, dan pengawasan internal yang kuat serta kode etik yang sungguh-sungguh ditegakkan. Berikutnya adalah Sistem Peradilan yang Independen dan efektif. Khusus dalam kasus korupsi hukuman yang tegas menjaga pencegahan korupsi secara ketat.
Empat negara lainnya yakni Finlandia, Selandia Baru, Norwegia, dan Swiss, tidak jauh berbeda dengan Denmark. Finlandia misalnya menekankan pada Pengawasan Ketat dan Akuntabilitas Pendidikan Anti-Korupsi, dan Peraturan Etika yang Kuat. Artinya Finlandia memiliki peraturan etika ketat yang harus dipatuhi oleh pejabat publik. Tidak hanya peraturan hukum, tetapi juga norma-norma sosial memainkan peran penting dalam mengendalikan korupsi. Sedangkan Selandia Baru menggunakan strategi Pengawasan oleh Publik, Pengendalian Konflik Kepentingan, dan Pemberdayaan Media dan LSM. Media dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Selandia Baru dan diberi peran yang penting dalam mengawasi dan melaporkan indikasi korupsi, yang berhasil memperkuat budaya transparansi pemerintah.
Sementara itu Norwegia menerapkan strategi pemberantasan korupsi dengan menekankan pada Insentif untuk Transparansi agar investor yang mematuhi etika bisnis, Pengawasan oleh Otoritas Anti-Korupsi yang sangat berperan dalam menyelidiki kasus korupsi dan mengajukan pelanggar ke pengadilan tanpa intervensi dari pihak luar, serta Penegakan Hukum yang Efektif. Hukum di Norwegia mengatur perilaku pejabat dengan sangat ketat. Demikian pula penegakan hukum dilakukan dengan keras untuk memberikan contoh kepada pejabat lainnya. Adapun Swiss menerapkan Sistem Federal yang Desentralisasi: Sistem federal di Swiss mencegah penyalahgunaan kekuasaan karena pemerintahan daerah memiliki otonomi dalam mengelola sumber daya dan keputusan. Swiss juha menerapkan Peraturan Ketat Terhadap Pencucian Uang dengan sangat ketat. Kolaborasi Internasional dilakukan dengan bertindak aktif dalam kerja sama internasional untuk melacak dan mencegah aliran dana illegal.
Secara umum, negara-negara ini menerapkan strategi yang serupa dalam mengatasi korupsi, yaitu dengan memperkuat transparansi, menegakkan hukum secara ketat, membangun sistem pengawasan internal yang kuat, dan melibatkan masyarakat serta media dalam pengawasan. Strategi-strategi tersebut telah menjadi fondasi yang efektif dalam mengurangi praktik korupsi secara signifikan. Peringkat keberhasilan negara-negara tersebut dalam mengatasi kasus korupsi dapat diakses dari laporan tahunan Transparency International dan analisis dari Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).
Negara Blok Sosialis - Komunis
Negara-negara dengan sistem sosialis atau komunis yang berhasil mengendalikan korupsi adalah mereka yang menerapkan sistem kontrol yang ketat di sektor pemerintahan, disiplin internal yang tinggi, dan mekanisme pengawasan yang terstruktur. Negara-negara ini, seperti Cina, Vietnam dan Kuba telah melakukan upaya serius untuk menangani korupsi meskipun tantangan yang dihadapi signifikan.
Cina aktif melakukan Kampanye Anti-Korupsi, khususnya di bawah kepemimpinan Xi Jinping, meluncurkan kampanye anti-korupsi besar-besaran sejak 2012. Kampanye ini menargetkan pejabat tingkat tinggi dan menengah dalam partai serta pegawai negeri. Partai Komunis Cina memiliki Komisi Disiplin Sentral (Central Commission for Discipline Inspection) yang tugasnya mengawasi anggota partai dan memastikan kepatuhan terhadap aturan serta etika. Komisi ini diberi wewenang untuk menyelidiki dan menghukum anggota yang terbukti melakukan korupsi, yang diproses dengan cepat. Selain itu Cina juga menerapkan Hukuman yang Keras, termasuk diberlakukannya hukuman mati bagi pelanggaran korupsi yang dianggap berat. Cina juga menerapkan E-Government dan Transparansi Terbatas untuk mengurangi interaksi langsung antara pejabat dan masyarakat, sehingga mengurangi kesempatan untuk suap.
Pada peringkat kedua negara anti korupsi di negara blok Sosialis Komunis adalah Vietnam. Sebagaimana Cina, Vietnam juga menerapkan Pemberantasan Korupsi dalam Partai. Bahkan Vietnam memiliki Komisi Pemeriksa Partai yang bertugas memantau integritas pejabat dan mengusut tindak korupsi. Strategi lain yang diterapkan di Vietnam adalah Kampanye Anti-Korupsi Pemerintah, yang mewajibkan pelaporan aset secara berkala untuk mencegah akumulasi kekayaan yang tidak wajar. Ada pula strategi yang sangat khas yakni Pengadilan Publik untuk Pejabat Korup: Kasus-kasus besar, terutama yang melibatkan pejabat senior, dipublikasikan dan ditindak melalui pengadilan yang diliput media. Sebagaimana strategi yang di Finlandia Vietnam juga menerapkan strategi Kolaborasi dengan LSM dan Media Terbatas: Walaupun media dan LSM di Vietnam berada di bawah kontrol negara, pemerintah tetap memberikan ruang bagi investigasi terbatas yang mengungkap korupsi lokal, terutama yang melibatkan pejabat tingkat rendah hingga menengah.
Strategi yang diterapkan oleh Kuba negara peringkat ketiga anti korupsi dari Blok Sosialis Komunis adalah dengan menerapkan Pengawasan Ketat dalam Pemerintahan, Pendidikan Ideologis sejak dini, Kontrol Terpusat atas Ekonomi agar transaksi yang rentan terhadap korupsi dapat lebih dikontrol oleh negara. Disamping Kuba menerapkan Sistem Hukum yang Kuat tetapi Tertutup. Agak berbeda dengan negara-negara yang menerapkan transparansi Kuba menerapkan tindakan keras terhadap koruptor melalui sistem hukum tertutup di mana pejabat diberi sanksi sesuai kebijakan pemerintah. Meski tak sepenuhnya transparan, tindakan ini mencegah korupsi dalam sektor tertentu.
Strategi umum yang diterapkan Negara Sosialis/Komunis dalam mengatasi korupsi memiliki beberapa pendekatan serupa dalam mengatasi korupsi: Kontrol Internal Partai yang Kuat, Hukuman yang Berat, Pengawasan Harta Pejabat, Penggunaan Teknologi, dan Publikasi Kasus Korupsi. Secara spesifik di beberapa negara, pemerintah merilis informasi tentang pengusutan kasus korupsi, khususnya kasus yang melibatkan pejabat tinggi, untuk menimbulkan efek jera dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan anti-korupsi. Namun demikian bukan berarti tidak ada tantangan di negara-negara tersebut. Secara umum tantangan terbesar yang dihadapi negara-negara ini adalah memastikan transparansi yang lebih luas dan mengatasi kendala dalam kebebasan media dan masyarakat sipil untuk mengungkap kasus korupsi. Validasi atas informasi dapat dilakukan dengan bantuan lembaga seperti Transparency International dan International Association of Anti-Corruption Authorities (IAACA).
Negara-negara Muslim
Ada beberapa negara dengan mayoritas penduduk Muslim yang relatif berhasil mengatasi korupsi adalah Uni Emirat Arab, Qatar, dan Malaysia. Meskipun tantangan untuk mengendalikan korupsi di negara-negara ini masih ada, mereka telah menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, terutama di sektor pemerintahan dan bisnis. Berikut ini adalah peringkat dan strategi yang diterapkan oleh negara-negara mayoritas Muslim yang berhasil dalam upaya anti-korupsi.
Pertama, Uni Emirat Arab (UEA) yang memiliki Komitmen Tinggi dari Pemerintah dalam memberantas korupsi. UEA dikenal dengan komitmen yang kuat dari kepemimpinan tertinggi terhadap pengendalian korupsi. Para pemimpin UEA, termasuk penguasa setiap emirat, telah memperlihatkan kebijakan yang tegas untuk menjaga transparansi, terutama di sektor ekonomi dan pemerintahan. Digitalisasi dan Transparansi Proses Pemerintah merupakan cara lain di negara UEA memberantas korupsi. Penerapan teknologi digital di berbagai aspek layanan public dimaksudkan untuk mengurangi interaksi langsung antara pejabat dan masyarakat. Selain strategi digitalisasi dan transparansi juga strategi Pengawasan dan Regulasi Ketat dimana lembaga anti-korupsi sangat aktif memantau kinerja pegawai publik dan memproses pelanggaran secara cepat. Strategi lainnya adalah Pendekatan "Zero Tolerance". UEA menerapkan kebijakan tanpa toleransi terhadap korupsi dengan ancaman hukuman yang berat bagi pejabat dan pegawai pemerintah yang terbukti terlibat dalam korupsi yang juga didukung dengan peraturan yang ketat terhadap penyalahgunaan kekuasaan dan konflik kepentingan.
Kedua, Qatar merupakan negara peringkat kedua dari negara-negara mayoritas warga negara beragama Islam yang menerapkan kebijakan anti korupsi dengan keberhasilan yang baik. Diantara strategi itu adalah menerapkan Komitmen Anti-Korupsi di Sektor Publik dan Swasta, yang memastikan bahwa praktik bisnis berjalan dengan transparan. Selanjutnya Qatar menerapkan Regulasi Ketat terhadap Penyalahgunaan Kekuasaan. Qatar memiliki hukum dan peraturan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan, terutama di sektor minyak dan gas. Lembaga Anti-Korupsi Nasional Qatar juga memainkan peran penting dalam menyelidiki dan menghukum pelanggaran di sektor ini. Transparansi dalam Proses Pengadaan dimana Qatar memiliki sistem e-procurement yang mengurangi peluang korupsi dalam proyek-proyek besar yang melibatkan anggaran besar. Qatar juga menggunakan Pendidikan Anti-Korupsi dalam pemberantasan korupsi. Melalui pelatihan reguler dan program kepatuhan, Qatar membangun budaya anti-korupsi yang kuat di antara pejabat negara.
Ketiga, adalah Malaysia sebagai negara ketiga yang berhasil melaksanakan program pemberantasan korupsi dengan menerapkan strategi membentuk Komisi Anti-Korupsi Malaysia (MACC): Malaysia mendirikan Komisi Anti-Korupsi Malaysia (Malaysian Anti-Corruption Commission/MACC) sebagai lembaga independen yang berperan untuk menyelidiki dan menuntut kasus korupsi. Peningkatan Transparansi Publik di Malaysia dilakukan untuk meningkatkan transparansi di sektor pemerintahan, terutama dalam proyek-proyek besar dan pengadaan public berbasis elektronik atau e-procurement. Malaysia juga menerapkan Pendekatan Anti-Korupsi Berbasis Agama yang menekankan integritas, kejujuran, dan tanggung jawab sebagai kewajiban agama. Pendekatan ini ini diintegrasikan dalam pendidikan dan kampanye sosial. Disamping itu Pengungkapan Aset dan Kekayaan Pejabat di Malaysia menerapkan aturan pengungkapan aset dan kekayaan bagi pejabat tinggi untuk mencegah akumulasi kekayaan yang tidak wajar dan memperkuat kepercayaan publik.
Keempat adalah Turki sebagai negara peringkat keempat menurut CPI. Turki menerapkan Undang-Undang Transparansi sebagai undang-undang khusus yang menargetkan transparansi publik, termasuk akses informasi bagi masyarakat, yang memberi kontrol sosial atas aktivitas pemerintah. Selanjutnya adalah Kampanye Anti-Korupsi di Sektor Bisnis yang mencakup sosialisasi di kalangan pengusaha dan sektor swasta. Turki membentuk Komisi Etika Publik yang menetapkan kode etik untuk para pejabat dan mengawasi kepatuhan terhadap standar-standar tersebut. Turki juga menerapkan strategi Penguatan Peran Masyarakat dan Media yang berperan penting dalam mengawasi dan melaporkan indikasi korupsi. Meskipun kebebasan media di Turki dinilai masih terbatas, tetapi memainkan peran penting dalam pengawasan korupsi.
Secara umum strategi yang diterapkan Negara-negara Mayoritas Muslim dalam mengatasi tindak pidana korupsi adalah adanya Komitmen dari Kepemimpinan Tertinggi, Penggunaan Lembaga Kontrol yang terbukti dapat mengurangi kemungkinan suap dan penyalahgunaan kekuasaan. Disamping itu juga diterapkannya Penegakan Hukum yang Tegas: Kebijakan tanpa toleransi terhadap korupsi, seperti yang diterapkan UEA dan Qatar, memastikan bahwa pelanggar diberi hukuman yang tegas untuk menciptakan efek jera. Transparansi Publik efektif untuk meningkatkan kepercayaan publik dan mendorong akuntabilitas. Sementara itu Pendidikan Nilai-Nilai Anti-Korupsi: Negara-negara mayoritas Muslim seringkali mengintegrasikan pendidikan anti-korupsi dengan nilai-nilai agama yang menekankan integritas, kejujuran, dan tanggung jawab. Berdirinya Lembaga Anti-Korupsi yang Independen sebagaimana adanya MACC di Malaysia dan Komisi Anti-Korupsi di Qatar berperan besar dalam memantau, menyelidiki, dan menindaklanjuti kasus-kasus korupsi secara independen.
Validasi terhadap informasi terkait dengan penegakan hukum dalam memberantas korupsi di negara-negara mayoritas Muslim antara lain dapat ditemukan di laporan-laporan dari Transparency International, World Bank, dan kajian khusus dari lembaga riset seperti Brookings Institution yang membahas tata kelola di negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim. Dari berbagai strategi dan kebijakan-kebijakan anti korupsi tersebut di atas ada hal-hal terpenting yang harus cermati yakni item-item strategi pemberantasan di berbagai negara itu hamper-hampir tidak ada di Indonesia. Bahkan KPK yang secara khusus dilahirkan dari Rahim reformasi ’98 mengalami “pasang surut” yang sangat serius. Pertanyaannya: “Apakah pemberantasan korupsi akan dapat dilakukan dalam masa Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto?” Secara etik normatif, sekali lagi kita mendoakan semoga benar-benar dapat dilaksanakan. Namun secara real-empiris komitmen sangat kuat dari Presiden Prabowo masih dipenuhi rasa was-was dan kekhawatiran. *