Biaya untuk melaksanakan ibadah haji setiap tahun terus mengalami peningkatan, perlu harmonisasi penyelenggaraan ibadah haji dengan pengelolaan keuangan haji Indonesia yang berpihak kepada jamaah
YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Ibadah haji merupakan serangkaian ibadah kolosal bagi umat Islam dari seluruh penjuru dunia yang dilaksanakan setiap tahun pada bulan Dzulhijjah. Sebagai rukun Islam kelima, jamaah haji diwajibkan memenuhi istithaah (kemampuan jamaah haji dalam aspek kesehatan fisik dan mental). Untuk melaksanakan ibadah haji, juga diperlukan kecukupan finansial. Terlebih bagi jamaah asal Indonesia, dikarenakan modal yang diperlukan untuk menunjang keperluan pelaksanaan haji terbilang besar. Oleh karena itu, pemerintah membentuk suatu badan yaitu Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
BPKH didirikan berdasarkan Undang-undang (UU) No. 34/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Pendirian BPKH pada tahun 2017 berdasarkan Peraturan Presiden No. 110/2017 dan Peraturan Pemerintah No. 5/2018. Mandat BPKH adalah menginvestasikan dana haji dari calon jamaah haji secara syariah dan memberikan nilai manfaat yang optimal bagi jamaah haji dan kemaslahatan umat.
BPKH berperan melakukan investasi untuk mendapat nilai manfaat bagi jamaah haji, meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, meningkatkan rasionalitas dan efisiensi penggunaan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), serta meningkatkan nilai manfaat bagi kemaslahatan umat Islam Indonesia.
Kepala Badan Pelaksana BPKH, Fadlul Imansyah menjelaskan bahwa sebelumnya dana haji dikelola langsung oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU). Karena dana yang dikelola semakin besar, sehingga diperlukan adanya suatu badan yang khusus mengelola dana dari calon jamaah haji.
“Saat ini kami mengelola 165 triliun rupiah dana haji yang terdiri dari dana setoran awal keberangkatan haji dari total jamaah sebanyak 5,2 juta orang. Jadi kalau dihitung, 5,2 juta dikalikan 25 juta rupiah, itulah dana yang kami kelola, plus dengan nilai manfaat atau hasil investasi yang selama ini kita kelola,” ujarnya dalam Ruang Dialog BPKH Kerjasama Suara Muhammadiyah dengan BPKH bertajuk “Harmonisasi penyelenggaraan Ibadah Haji Indonesia”, di SM Tower Malioboro, Yogyakarta, Jum’at, 17 Mei 2024.
Ia menambahkan bahwa pada Januari 2018, terjadi perpindahan pengelola dana haji dari Dirjen PHU ke BPKH sebesar 98 triliun, dan sampai saat ini telah mengalami kenaikan sebesar 50 persen. Hal inilah yang kemudian menjadi tantangan terkait mengapa dana haji harus dikelola secara profesional di bawah badan pengelola yang independen.
Selain itu, berbicara mengenai portofolio, sebanyak 75 persen masuk ke dalam investasi. Secara perlahan dari kepengurusan sebelumnya memindahkan dari deposito yang sebagian besar menjadi surat berharga syariah negara atau disebut sukuk negara. Artinya BPKH memiliki 75 persen portofolio di surat berharga, emas, dan investasi lainnya. Sisanya diinvestasikan di bank syariah, giro, tabungan dan deposito syariah, hingga investasi saham di Bank Muamalat. “Jadi Bank Muamalat adalah bank yang dimiliki oleh calon jamaah haji,” ujar Fadlul.
Tidak berhenti sampai di situ, BPKH juga melakukan investasi lain dengan Islamic Development Bank (IDB) yang nilainya sebesar 200 milyar. Walau nilainya tidak begitu besar, kerjasama dengan IDB memiliki arti penting untuk mendapatkan informasi serta masuk ke ranah atau ekosistem islamic finance internasional.
Oleh sebab itu pada tahun 2023, BPKH mendirikan anak usaha yang diberi nama BPKH Limited yang berdomisili di Jeddah, Arab Saudi untuk mengakomodir kepentingan jamaah haji asal Indonesia. Kepentingan jamaah meliputi banyak hal seperti akomodasi hotel, apartemen, katering, real estate, serta keperluan lainnya. BPKH juga gencar mengadakan program kemaslahatan bagi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) serta mendukung pengembangan ekonomi umat.
Anggota Badan Pelaksana BPKH, Acep Riana Jayaprawira mengungkapkan demi memudahkan pendataan, BPKH meluncurkan aplikasi Integrasi Keuangan Haji Sistem Aplikasi Nyata (IKHSAN). Melalui IKHSAN, dapat dilihat nominal dana kelolaan haji dalam beberapa tahun terakhir, jumlah waiting list jamaah haji reguler dan khusus, jumlah waiting list jamaah haji di Badan Penerima Setoran (BPS) BPIH, statistik usia jamaah haji, persentase target pendaftaran jamaah haji tahunan, bulanan, mingguan, serta persebaran jamaah haji berdasarkan provinsi di seluruh Indonesia.
Pada Triwulan I tahun 2024, dana kelolaan BPKH telah mencapai Rp163,17 T atau sebesar 96% dari target tahun 2024. Sedangkan pada Desember 2023, posisi dana kelolaan telah mencapai Rp166,7 triliun atau meningkat sebesar 0,12% dari tahun 2022. Sementara itu, pencapaian Nilai Manfaat pada Desember 2023 adalah sebesar Rp10,9 triliun atau meningkat sebesar 7,80% dari pencapaian Nilai Manfaat tahun 2022. Setiap tahunnya nilai manfaat ataupun dana kelolaan terus mengalami peningkatan.
Setoran awal yang dibayar menggunakan akad wakalah oleh calon jamaah haji. Akad wakalah adalah penyerahan kuasa pengelolaan setoran awal BPIH kepada BPKH dalam bentuk perjanjian tertulis sesuai prinsip syariah. Akad wakalah merupakan suatu perjanjian berupa kesepakatan adanya pelimpahan kekuasaan atau mandat dari pihak pertama dalam hal ini calon jamaah haji kepada pihak kedua yaitu BPKH. Timbal hasil pengelolaan dan optimalisasi dana haji jamaah yang dikelola oleh BPKH menghasilkan nilai manfaat. Penggunaan nilai manfaat ini dimaksudkan untuk penyelenggaraan ibadah haji dan jamaah haji tunggu yang didistribusikan melalui virtual account.
Acep menekankan prinsip syariah dan kehati-hatian sebagai asas pengelolaan keuangan haji. Selain itu, ada juga prinsip manfaat, nirlaba, transparan dan tentunya akuntabel. Meskipun dana yang dikelola sangat besar, namun pengelolaan mesti sesuai prinsip-prinsip tersebut dan mematuhi peraturan yang berlaku. Belum lagi perubahan zaman yang berkembang hingga meningkatnya biaya-biaya penyelenggaraan haji mesti jadi perhatian bersama. Biaya haji mengalami fluktuasi seiring perubahan dan perkembangan kondisi ekonomi yang ada serta kebijakan yang oleh Arab Saudi.
Maka, untuk kemaslahatan jangka panjang perlu pengelolaan keuangan haji yang berkelanjutan. Setoran Awal oleh Calon Jemaah Haji senilai Rp 25 juta bukan berarti telah mampu membayar biaya haji, karena masih terdapat kewajiban untuk membayar Setoran Lunas yang baru dapat diketahui sebelum keberangkatan. Dalam rangka harmonisasi penyelenggaraan ibadah haji, BPKH bersama-sama dengan Pemerintah dan Komisi VIII DPR RI turut mendukung rasionalisasi besaran setoran awal pendaftaran haji, Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih), hingga mendorong jamaah haji tunggu untuk dapat mencicil setoran lunas secara bertahap agar tidak terlalu berat saat pelunasan. Hati tenang dan melaksanakan ibadah ke tanah suci dapat tertunaikan nan mabrur. (riz/dik)