JAKARTA, Suara Muhammadiyah - Permasalahan Pekerja Migran Indonesia (PMI) masih sangat kompleks. Setidaknya ada tiga klaster permasalahan yang harus mereka hadapi, mulai dari permasalahan sebelum bekerja, selama bekerja, dan setelah bekerja. Berdasarkan data Kementerian Luar Negeri, kasus yang menjerat Pekerja Migran Indonesia di kawasan Timur Tengah dari tahun 2021 hingga 2023 terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Minimnya informasi dan edukasi dari pihak berwenang, memaksa banyak Pekerja Migran Indonesia yang mayoritas adalah perempuan harus menjalani hidup di luar negeri dengan kondisi yang memprihatinkan.
Pada Rabu (01/5) MPM PP Muhammadiyah memperingati Hari Buruh Internasional bersama beberapa narasumber kompeten dengan topik Keadilan Untuk Semua: Mengurai Carut Marut Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Merespon tema tersebut, Nurul Yamin, Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat PP Muhammadiyah menjelaskan bahwa dirinya tidak menemukan diksi lain yang lebih halus selain carut marut dalam penanganan Pekerja Migran Indonesia. Sehingga MPM merasa perlu untuk mengambil fokus pada pemberdayaan Pekerja Migran Indonesia yang selama ini belum sesuai dengan harapan. MPM memandang perlunya dukungan dari berbagai pihak kepada para pekerja migran dalam banyak aspek. Selain itu, perlu ada kolaborasi yang lebih intens dalam penanganan masalah para pekerja migran yang tidak sederhana.
“Peringatan Mey Day kali ini memiliki momentum yang tepat karena bertepatan dengan selesainya proses pesta demokrasi. Sudah saatnya kita mengawal janji-janji politik untuk mendukung keamanan dan pemberdayaan para pekerja migran kita. Agar ke depan hal ini tidak menjadi pepesan kosong belaka,” ujarnya.
Menurutnya, isu ini menyangkut rasa kemanusiaan, dan menjadi misi dari dakwah Muhammadiyah dalam melakukan pemberdayaan kepada masyarakat luas. “Kita ingin mengurai permasalahan pekerja migran Indonesia, yang mana sebagian besar pekerja migran Indonesia adalah perempuan,” tegasnya.
Dalam hal ini ada lima rekomendasi yang disodorkan MPM PP Muhammadiyah dalam rangka memberikan pemberdayaan bagi Pekerja Migran Indonesia. Pertama, mengubah paradigma pekerja migran dari sekedar masalah ekonomi menjadi pemberdayaan. Dengan kata lain, memperteguh dan memperkuat citra dan kualitas Pekerja Migran Indonesia. Kedua, melakukan reformasi birokrasi pekerja migran. Sehingga diperlukan lembaga negara yang berkualitas dalam menunjang keberadaan dan pemberdayaan pekerja migran.
Ketiga, penegakan hukum terkait dengan pengiriman pekerja migran ke negara tempat mereka bekerja. Keempat, kemiskinan di desa-desa menjadi muara bagi para pekerja migran untuk pergi ke luar negeri. Hal ini bisa diminimalisir dengan adanya upaya untuk menciptakan lapangan kerja di desa-desa yang mayoritas masyarakatnya pergi ke luar negeri. Kelima, perlu ada diplomasi dari Kementerian Luar Negeri untuk menguatkan keberadaan pekerja Migran Indonesia. Sehingga mereka merasa aman dan nyama ketika berada di luar negeri untuk bekerja.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas memandang persoalan dan tantangan yang dihadapi pekerja migran sangat meaningful. Ia pun menegaskan bahwa pemberdayaan adalah sesuatu yang mutlak dilakukan untuk menunjang kinerja pekerja migran. Membekali para pekerja dengan informasi dan skill yang relevan. Seiring dengan peningkatan kapasitas dan kualitas pekerja migra tersebut, Anwar menuturkan perlu adanya pengurangan pada kouta di sektor pembantu rumah tangga. Bagaimana cara agar mereka yang berangkat ke luar negeri dibekali dengan kemampuan bahasa dan skill lain yang relevan.
“Bangsa kita perlu menjadi seperti Bangsa Cina. Bertebaran di muka bumi. Selain mencari rizki, juga dapat membantu saudara-saudaranya yang ditinggalkan di desa. Sehingga dapat meningkatkan ekonomi desa,” ujarnya.
Anwar menambahkan bahwa para buruh perlu dibela. “Buruh migran harus kita pertahankan, tapi juga harus kita lindungi. Jangan sampai ada warga bangsa kita yang menderita di sana. Kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan kita dan penderitaan mereka adalah penderitaan kita,” tegasnya.
Di akhir paparannya, Anwar Abbas berpesan agar tidak memandang mereka dari perspektif ekonomi saja, tapi juga perlu ada perspektif lain seperti sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. (diko)