Oleh: Akhiruddin Nasution
Haji Ilyas Miloen, nama ini bagi warga Persyarikatan Muhammadiyah, terutama di kecamatan Rambah (dulu meliputi kecamatan Rambah, Rambah Samo, Rambah Hilir dan Bangun Purba) bukanlah nama yang asing, karena beliau pernah menjadi ketua Pimpinan Cabang. Di masa beliau ini, sekitar tahun 1980-an Muhammadiyah bisa mendirikan masjid di beberapa ranting, terutama di daerah transmigrasi berkat bantuan para aghniya dari Kuwait melalui PP Muhammadiyah, walaupun sekarang masjid-masjid itu ada yang direnovasi bahkan ada yang dibangun baru.
Pak Ilyas, begitu biasa dia dipanggil, lahir 20 juli 1926 di Kota Intan, kecamatan Kunto Darussalam, Rokan Hulu dan pernah mengenyam pendidikan agama di Rokan, kecamatan Rokan IV Koto dan salah seorang gurunya adalah H. Bakri Sulaiman. Pernah menjadi tentara dan terakhir menja- di pedagang di Pasirpangaraian. Dagang merupakan usaha mayoritas orang Muhammadiyah dulunya, sambil dagang mereka berdakwah menyiarkan Islam dan paham keagamaan yang dipegang Muhammadiyah, seperti halnya KH. Ahmad Dahlan seorang pedagang batik.
Darah militernya pernah mendidih ketika sebagian ummat Islam tidak menghormati agamanya, mereka menjual makanan dan minuman di tempat terbuka (pasar) di siang bulan ramadhan. Kejadian ini sebenarnya sudah berlanjut setiap ramadhan, akhirnya ketika tindakan dari aparat keamanan dan pemerintah tidak ada, maka beliau mendatangi para pedagang makanan tersebut supaya menutup jualannya. Saya ingat sebelumnya beliau sudah menyampaikan khutbah dengan membahas surat Al-Fath: 29 yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad dan pengikutnya itu adalah orang yang saling menyayangi sesamanya dan bersikap tegas terhadap orang kafir (kekafiran).
Kecintaannya terhadap Persyarikatan ini tidak diragukan, hampir semua anaknya di sekolahkan di SMP Muhammadiyah Pasir Pengaraian, kalaulah seandainya waktu itu ada SD dan SMA Muhammadiyah maka tentu mereka juga akan disekolahkan di sana. Beliau ini bukanlah kader Muhammadiyah dari kecil, malahan beliau adalah penganut salah satu thariqat dan ahli dalam persulukan, setidaknya begitulah pengakuannya dalam beberapa kali pengajian. Ternyata perjalanan spritualnya di dunia persulukan (sufi) tidak bisa membawa kepuasan, hingga akhirnya berlabuh di Muhammadiyah yang lebih mengejawantahkan nilai-nilai spiritual ke dalam perbuatan nyata. Dunia dinikmati namun tidak sampai masuk ke dalam hati melainkan didistribusikan kepada saudaranya yang lain. Kalau sekarang kebalikannya ada yang keluar dari Muhammadiyah atau setengah hati dengan alasan organisasi itu haram, Muhammadiyah mengajarkan taqlid karena harus mengikuti himpunan putusan tarjih (HPT), Muhammadiyah tidak tegas dalam pandangan keagamaannya dan berbagai alasan yang lain. Tapi biarlah itu menjadi urusan mereka karena Muhammadiyahpun tidak pernah memaksa seseorang untuk masuk, bahkan kalaupun ada yang simpatik dengan Muhammadiyah, jangan dulu buru-buru masuk ke Muhammadiyah, itulah yang dipesankan KH. AR Fakhruddin dulu.
Petualangannya bersama Muhammadiyah bukan tidak menghadapi halangan dan rintangan namun semua itu dihadapi dengan kesabaran dan dakwah tanpa henti, akhirnya Alhamdulillah semua bisa berlalu dan Muhammadiyah semakin bisa diterima oleh masyarakat, terbukti amal usaha seperti sekolah sudah diminati oleh masyarakat yang bukan Muhammadiyah.
Dia pinjamkan untuk waktu yang tidak ditentukan Honda Cup 70 untuk operasional kepala sekolah dan juga guru karena jarak sekolah dengan tempat tinggal para guru cukup jauh, sedangkan waktu itu belum ada angkutan atau becak. Selain itu beliau sendiri ikut mengajar terjemah Al-Qur'an dan penjelasannya bagi murid- murid SMPM pada malam harinya antara shalat maghrib dan isya di masjid taqwa, dan saya sendiri termasuk yang pernah menjadi muridnya pada tahun 1985-1988. Begitulah yang dilakukannya setiap malam selasa sampai malam jum'at. Satu hal yang mungkin tidak mampu dilakukan oleh ustaz manapun yaitu mengajar terjemah dan penjelasannya setiap ahad malam bagi kaum bapak/ibuk yang pernah jama'ahnya hanya satu orang dan itupun sudah tua yang lebih banyak mengantuknya daripada mendengarkan.
Lokasi perguruan Muhammadiyah km 2 Pasir Pengaraian yang sekarang sudah berdiri lembaga pendidikan mulai dari TK sampai SLTA tidak lepas dari peran dan jasa beliau. Padahal tanah itu dulu jauh dari pemukiman penduduk, namun karena orang Muhammadiyah itu berfikiran ke depan bahkan melompati zamannya maka tanah itupun dibeli.
Beliau termasuk tiga serangkainya Muhammadiyah Pasir Pengaraian kata almarhum pak Bakhtarudin Lubis, yang satunya lagi saya tidak tahu, karena tidak ada informasi lanjutannya dari pak Bakhtar tersebut. Pak Ilyas Miloen sudah mendahului kita menemui Sang Khaliknya di tanah suci Makkah Al-Mukarramah pada peristiwa terowongan Mina tahun 1990, semoga beliau menjadi syuhada di hadapan Allah.
Pasir Pengaraian, 12 Januari 2023