YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Wakil Sekretaris Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Waluyo mengatakan, komitmen mewujudkan masjid makmur-memakmurkan masih belum semuanya dapat termanifestasi secara nyata. Dan ini menjadi pokok persoalan sampai sekarang, termasuk dalam orientasi menyejahterakan jamaahnya.
"Jadi kita selama ini berbusa-busa mengusung masjid makmur, jamaahnya sejahtera, tapi tata kelolanya tidak jelas," katanya saat Pengajian Ramadhan 1446 Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta, Sabtu (15/3) di Grha Ibnu Sina SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta.
Termasuk menyangkut regulasinya. Seperti pengangkatan takmir masjid Muhammadiyah, Waluyo menyebut, warga Persyarikatan masih banyak yang belum mengetahui secara pasti. "Pedoman PP terakhir, takmir diangkat oleh pimpinan Muhammadiyah setempat. Tapi dalam ketentuan itu, harus berdasarkan rekomendasi Majelis Tabligh," terangnya.
Waluyo juga membentangkan persoalan imam dan khatib di Masjid Muhammadiyah. Dalam proses pengangkatannya, sebutnya yaitu takmir masjid. "Dalam Pedoman PP Muhammadiyah, yang mengangkat adalah takmir masjid. Takmir mengangkat imam, khatib, mubaligh/mubalighat, guru taman pendidikan Al-Qur'an, guru madrasah diniyah, dan marbot masjid dan mushala," ucapnya.
Sepanjang sejarah Muhammadiyah, Waluyo mengungkapkan, selalu menyuarakan Qs at-Taubah [9] ayat 18. Bahwa kriteria yang paling berhak memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah.
"Ini dalil yang sering diangkat. Tapi di dalam tradisi namanya amal usaha harus ada yang mengatur," tuturnya.
Waluyo mengetengahkan, jika tata kelola masjid dan mushala dasar pengaturannya termaktub secara eksplisit di dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah. Disebutkan bahwa amal usaha itu dikelola oleh Majelis.
"Tidak ada amal usaha dikelola oleh Lembaga. Itu AD-ART Muhammadiyah, clear. Jadi amal usaha itu tata kelolanya oleh Majelis," sebutnya.
Selaras dengan itu, Muktamar ke-48 Muhammadiyah di Surakarta, Jawa Tengah, disebutkan bahwa standarisasi manajemen Tabligh, tata kelola, dan pembinaan masjid dan musala. Lalu, tersebut juga di Pedoman PP Muhammadiyah tentang masjid dan mushala.
"Sehingga tata kelola masjid itu memang dikembalikan ke Majelis Tabligh. LPCRPM (Lembaga Pengembangan Cabang Ranting dan Pembinaan Masjid) itu berkosentrasi pada pembinaan pada masjid percontohan," jelasnya.
Sementara, untuk tugas Majelis Tabligh, cenderung lebih kepada pembinaan takmir, melakukan pelatihan, membuat peraturan mengenai pengangkatan takmir dan imam. "Karena nanti akan terintegrasi dengan sertifikasi Mubaligh Muhammadiyah. Semua yang bekerja atau mengelola amal usaha berusaha masjid, harus tersertifikasi oleh Majelis Tabligh PP Muhammadiyah," tegasnya.
Waluyo menyimpulkan, semua itu hendak ditujukan agar ke depan masjid dan mushala dapat dikelola secara profesional dan penuh pertanggung jawaban yang tinggi. "Seperti layaknya sekolah dan perguruan tinggi," timpalnya. Sehingga, tata kelola masjid dan mushala dapat jelas dan transparan. (Cris)