KUPANG, Suara Muhammadiyah - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir, MSi menyampaikan Pidato Iftitah Tanwir Muhammadiyah di hadapan sidang Tanwir yang dihadiri anggota PP Muhammadiyah, peserta dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah se-Indonesia beserta para peninjau yang bertajuk “Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua”. Sidang Tanwir berlangsung di Aula Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK), Rabu (04/12).
"Kami juga ingin bersama-sama dengan Muhammadiyah NTT dan seluruh Muhammadiyah wilayah untuk menjadikan spirit Tanwir ini menjadi penambah energi konstruktif kita dalam memajukan persyarikatan untuk kepentingan umat bangsa dan kemanusiaan semesta," ungkap Haedar Nashir.
Haedar Nashir berharap dari agenda Tanwir ini dapat melahirkan keputusan yang strategis. Termasuk dokumen yang memperkaya dokumen-dokumen kaya yakni Indonesia Berkemakmuran.
Para penggerak Muhammadiyah khususnya di daerah-daerah terjauh, terdepan, dan tertinggal dalam kondisi keterbatasan telah berkiprah tidak kenal lelah dalam memajukan umat dan masyarakat. Para aktivis Persyarikatan itu adalah insan-insan beriman yang terpanggil jiwa perjuangannya untuk berdakwah melalui pergerakan Muhammadiyah.
Sebagaimana inspirasi lahirnya Gerakan Islam ini dalam menjalankan perintah Allah dalam QS Ali Imran: 104, “Hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”
Para anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah di seluruh tingkatan dan institusi organisasi menyadari betul bahwa perjuangannya merupakan misi berat tapi mulia dalam membangun “Khaira Ummah” sebagaimana tujuan Kyai Haji Ahmad Dahlan mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah dalam QS Ali Imran: 110.
Tema Milad dan Tanwir tahun ini ialah “Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua”. Menghadirkan adalah berada pada suatu keadaan untuk berbuat sesuatu yang bermakna dan bermanfaat bagi orang lain. Kata “hadir” dari bahasa Arab mengandung arti “maujud”, yakni “ada dan mengada” atau mewujud di dunia nyata. Hadir dalam kaitan “hadlarah” artinya menghadirkan “peradaban”, yakni membangun “kebudayaan berkemajuan”.
Kemakmuran suatu negeri merupakan kondisi kehidupan yang tanahnya subur dan penduduknya berkembang pesat, sejahtera, beruntung, dan sukses dalam diri individu maupun masyarakat. Kemakmuran sering kali menghasilkan kekayaan yang berlebih atau berlimpah, seperti kebahagiaan dan kesehatan. Pandangan lain merujuk pada konsep yang seimbang, bahwa kemakmuran adalah kesejahteraan lahir dan batin, materiel dan spiritual. Kemakmuran bukan kemajuan fisik, materi, dan ekonomi belaka.
Indonesia makmur dalam khazanah sosio-historis sering disebut dan diidentikkan dengan cita-cita “Gemah Ripah Loh Jinawi”, yakni negeri yang tanahnya subur serta masyarakatnya tentram, damai, aman, adil, dan sejahtera. Indonesia sering disebut negeri yang makmur karena tanah airnya indah dan subur mengandung kekayaan alam yang luar biasa. Multatuli menyebut Indonesia sebagai negeri untaian “Zamrud di Khatulistiwa”.
Indonesia makmur atau kemakmuran Indonesia merupakan salah satu tujuan nasional yaitu Indonesia yang “merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur” sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Dengan demikian mewujudkan “Indonesia makmur” merupakan perintah konstitusi sekaligus cita-cita nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia yang wajib dilaksanakan oleh seluruh lembaga Pemerintahan Negara.
Haedar Nashir menyampaikan Muhammadiyah dengan seluruh unsur dan pimpinannya jangan pasif, statis, berjalan di tempat, dan lebih-lebih tertinggal dari pergerakan lain yang boleh jadi semakin maju. Dengan demikian tidak cukup hanya muhasabah tetapi diperlukan proyeksi gerakan ke depan yang semakin unggul-berkemajuan sebagaimana amanat Muktamar ke-48.
“Di sinilah pentingnya para anggota pimpinan di seluruh tingkatan dan unsur organisasi termasuk amal usahanya meningkatkan perannya yang semakin proaktif, dinamis, dan progresif dalam menggerakkan Muhammadiyah secara langsung di bumi nyata,” tegasnya.
Muhammadiyah dengan “Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua” mengandung pemahaman bahwa kemakmuran itu berdimensi lahiriah sekaligus rohaniah untuk semua orang tanpa diskriminasi. Negeri yang makmur penduduknya niscaya beriman-bertaqwa, cerdas berilmu, dan beramal saleh untuk kemaslahatan hidup bersama.
Negeri yang penduduknya menjadi “‘abdullah” (QS Az-Zariyat: 56; Al-Baqarah: 21) yang senantiasa mengabdi kepada Allah sekaligus “khalīfah fil-arḍ” untuk memakmurkan bumi (QS Al-Baqarah: 30; Hud: 61). Seluruh penduduknya menjalani kehidupan dengan benar, baik, maju, dan berperadaban tinggi. Sebaliknya menjauhi hidup yang salah, buruk, dan mafsadat di muka bumi.
Kemakmuran dalam perspektif Muhammadiyah merupakan kondisi kehidupan dalam wujud kesejahteraan dan kemajuan yang bersifat lahir dan batin, materiel dan spiritual, serta duniawi dan ukhrawi. Pergerakkan menghadirkan kemakmuran yang multiaspek itu mesti digerakkan antara lain melalui amal usaha di berbagai bidang kehidupan, termasuk di bidang ekonomi. Muhammadiyah memiliki potensi dan modal sangat besar untuk memakmurkan dan memajukan negeri dan dunia semesta dengan seluruh amal usaha dalam misi utama dakwah dan tajdid yang selama ini telah dilakukan dengan pergerakan yang tersistem.
Muhammadiyah dalam ikhtiar mewujudkan “Indonesia Berkemakmuran” dalam satu kesatuan dengan “Indonesia Berkemajuan” meniscayakan rekonstruksi kehidupan kebangsaan yang bermakna (reconstruction with meaning) berbasis nilai Pancasila. Rekonstruksi yang meniscayakan aktualisasi nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan politik, ekonomi, budaya, dan dimensi lainnya dalam perikehidupan kebangsaan. Dalam rekonstruksi kehidupan kebangsan yang bermakna tersebut diperlukan nilai dan faktor strategis yang penting yaitu Agama sebagai sumber nilai kemajuan, Pendidikan yang mencerahkan, Institusi-institusi yang progresif, Keadaban publik, Sumber daya manusia yang unggul, serta Kepemimpinan profetik di seluruh tingkatan dan lini pemerintahan maupun kehidupan kebangsaan secara keseluruhan.
Dinamika Dunia Luar
Muhammadiyah maupun dunia umat Islam saat ini menghadapi dinamika baru yang lebih kompleks dalam ekosistem global maupun nasional dan lokal. Muhammadiyah menghadapi lingkungan kehidupan yang kompleks berupa perkembangan lingkungan yang sarat masalah dan tantangan, yang dapat memengaruhi kondisi internal Persyarikatan. Perkembangan dunia global, nasional, dan lokal bergerak cepat, dinamis, dan progresif yang sering disertai berbagai paradoks.
Pertama, perkembangan global. Muhammadiyah dan bangsa Indonesia saat ini berada dalam ekosistem globalisasi, perkembangan ideologi dan pemikiran posmodern yang sangat liberal, serta pergeseran peta ekonomi dan politik global terutama ke Asia Timur khususnya Tiongkok. Dunia dicirikan antara lain oleh alam pikiran post-trust dan dekonstruksi, serta era dunia serbadigital yang menandai kehadiran revolusi 4.0. Demikian halnya kehadiran dunia baru media sosial atau social media yang sangat spektakuler. Pasca revolusi 4.0. dunia bergerak ke era revolusi 5.0. dan 6.0. Semuanya merupakan landscape (tata ruang dan alam kehidupan) baru yang banyak mengubah tatanan kehidupan masyarakat, bangsa, dan antarbangsa.
Kedua, dinamika nasional. Dinamika kehidupan kebangsaan di Indonesia pasca reformasi 1998 di tingkat nasional hingga lokal mengalami perubahan yang semakin liberal. Kehidupan politik, ekonomi, dan budaya semakin bebas dan terbuka akibat demokratisasi yang luar biasa masif setelah reformasi tersebut. Muhammadiyah memandang, bahwa Indonesia saat ini mengalami perkembangan sosial, ekonomi, dan politik yang berbeda dengan masa-masa terdahulu.
Ketiga, komitmen dan peran Muhammadiyah. Muhammadiyah dalam menghadapi dinamika global memiliki pandangan universalisme Islam atau kosmopolitanisme Islam sebagai keniscayaan yang berbasis pada prinsip ajaran Islam yang kokoh. Muhammadiyah dalam menghadapi perkembangan global menempuhnya melalui gerakan internasionalisasi yaitu melalui gerakan pemikiran didukung berbagai instrumen, forum, dan mengembangkan relasi yang proaktif di kancah internasional.
Bersamaan dengan itu dilakukan gerakan yang bersifat praksis dan langsung seperti mendirikan amal usaha di luar negeri dan mengembangkan kerjasama melalui berbagai lembaga pemerintah maupun antar lembaga nonpemerintah. Publikasi buku dan dokumen organisasi menjadi bagian dari gerakan internasionalisasi Muhammadiyah.
Muhammadiyah melalui Risalah Islam Berkemajuan, salah satunya melakukan “Pengkhidmatan Global”. Muhammadiyah sebagai organisasi berkemajuan semakin dituntut untuk memainkan perannya bukan saja pada tingkat nasional tetapi juga pada tingkat global. Muhammadiyah memiliki tanggung jawab besar untuk membangun tata kehidupan global yang adil, damai, dan sejahtera.
Bersamaan dengan itu Muhammadiyah niscaya mengembangkan pusat-pusat kemajuan (center of excellence) semakin diperkuat dan dikembangkan baik di tanah air atau di dalam negeri maupun di level global seperti perintisan Universitas Muhammadiyah Malaysia (UMAM) di Perlis dan Sekolah Muhammadiyah di luar negeri yakni Muhammadiyah Australia College (MAC) di Melbourne seta Markas Dakwah dan TK ABA di Cairo Mesir. Gerakan dan golongan manapun jika ingin memiliki kekuatan dan daya-tawar tinggi (bargaining power, bargaining position) di hadapan pihak lain, termasuk pemerintah, jika memiliki pusat-pusat keunggulan, termasuk kekuatan di bidang ekonomi.
Di sinilah pentingnya warga, kader, dan pimpinan Muhammadiyah memahami perkembangan Islam dan Muhammadiyah di tengah pentas pergumulan kebudayaan dan peradaban dunia maupun dinamika kebangsaan Indonesia yang dicirikan dinamika baru itu dengan tetap tegak di atas prinsip dan kepribadian Islam yang membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan.
Para pimpinan Muhammadiyah di seluruh tingkatan dan institusi organisasi meniscayakan bergerak dan menjalankan kepemimpinannya sebagai pemimpin organisasi Islam pergerakan dengan langkah-langkah maju yang optimal. Namun sebagai pemimpin organisasi Islam yang besar tidaklah sembarangan menahkodai “kapal atau pesawat besar” ini. Memimpin Muhammadiyah bukan membawa pandangan dan kehendak sendiri, tetapi mesti bergerak dengan koridor organisasi.
Pertama, paham agama dalam Muhammadiyah. Seluruh pimpinan Muhammadiyah mesti mendasarkan dan merujuk pandangan keagamaannya pada paham keislaman Muhammadiyah, yakni bila diperas intinya ialah paham Islam Berkemajuan. Baca dan pahamilah seluruh subtansi pemikiranpemikiran keislaman produk Tarjih seperti Manhaj Tarjih, al-Masail alKhamsah, Tafsir At-Tanwir, Himpunan Putusan Tarjih, Tanya Jawab Agama, Risalah Islam Bidang Akhlak, berbagai Fikih kontemporer, dan lain-lain.
Kedua, ideologi Muhammadiyah. Para pimpinan Muhammadiyah tanpa kecuali mesti memahami ideologi gerakan dan menjadikannya sebagai kerangka berpikir, bersikap, dan bertindak dalam memimpinkan organisasi. Bacalah, pahami, hayati, dan jadikan rujukan ideologis seluruh pemikiran ideologis Muhammadiyah seperti Dua Belas Langkah, Muqaddimah, Kepribadian, Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup, Khittah, Pedoman Hidup Islami, Gerakan Jamaah Dakwah Jamaah, Dakwah Kultural, Dakwah Komunitas, Revitalisasi Visi dan Karakter Bangsa, Indonesia Berkemajuan, Negara Pancasila Dār al-‘Ahdi wa al-Syahādah, Risalah Islam Berkemajuan, dan pemikiran resmi lainnya. Disebut pemimpin ideologis jika merujuk pada pemikiran-pemikiran resmi tersebut, bukan berdasarkan pada ideologi lain apalagi pada pemikiran sendiri.
Ketiga, sistem organisasi. Para pimpinan Muhammadiyah mesti berpikir dan bertindak dalam kerangka sistem, bukan kepemimpinan individual. Muhammadiyah sebagai Persyarikatan merupakan sistem organisasi yang bekerja berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Qoidah, Pedoman, serta ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Muhammadiyah. Kepemimpinan “kolektif-kolegial” dalam Muhammadiyah merupakan budaya kepemimpinan yang diikat dan berada dalam koridor sistem, bukan entitas sendiri.
Keempat, koridor program dan kebijakan. Para pimpinan Muhammadiyah tidak menentukan program dan kebijakan berdasarkan keputusan individu, tetapi bertumpu pada hasil Muktamar hingga Permusyawaratan di tingkat bawah maupun berbagai hasil Rapat pimpinan yang diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Pelaksanaanya memiliki prosedur yang ditetapkan oleh organisasi. Meskipun terbuka pada fleksibilitas, tetapi rujukan pokok berdasarkan keputusan musyawarah, rapat, dan ketentuan organisasi. Tetapi organisasi juga membuka opsi perubahan dan fleksibilitas yang ditetapkan melalui mekanisme organisasi serta pelaksanaannya meniscayakan pertimbanganpertimbangan yang objektif dan menyeluruh demi kepentingan dan kemaslahatan organisasi.
Kelima, konteks dan ekosistem. Muhammadiyah saat ini menghadapi lingkungan kehidupan yang kompleks berupa perkembangan ekosistem yang sarat tantangan, yang dapat mempengaruhi kondisi internal Persyarikatan. Muhammadiyah selalu hadir pada setiap perubahan dan perkembangan zaman yang tidak selalu sama pada setiap fase gerakannya. Ekosistem yang menggambarkan lingkungan tempat relasi manusia dengan seluruh dimensinya saat ini mengalami perubahan baru, yang berdampak banyak hal dalam kehidupan umat manusia dan semesta raya. Lebih khusus ekosistem kehidupan beragama, berbangsa, dan relasi kemanusiaan semesta di mana Muhammadiyah hadir.
Pemimpin Muhammadiyah menurut Kiai Ahmad Dahlan dituntut sebagai “pemimpin kemajuan Islam”, yakni pemimpin yang menghidupkan akal pikiran, pendidikan, membedakan yang berakal dan bodoh, serta menjadikan “Agama bercahaya”. Menurut pendiri Muhammadiyah, “Agama itu pada mulanya bercahaya, berkilau-kilauan, akan tetapi makin lama makin suram, padahal yang suram bukan agamanya, akan tetapi manusianya yang memakai agama”.
"Kepemimpinan Islam dalam itu termasuk di Muhammadiyah adalah fungsi dari proyeksi kepemimpinan yakni punya dua fungsi utama yaitu menegakkan nilai-nilai agama hingga agama itu menjadi kekuatan yang hidup sumber nilai segala-galanya dan kedua mengurus urusan dunia sehingga di bawah kita di bawah nilai-nilai agama. Sehingga umat umat Islam tidak tenggelam dalam urusan dunia menjadi manusia yang rakus dunia, tapi juga bukan menjadi insan yang menjauhi dunia hanya karena dia ingin bersih. Urus dunia dengan agama, hadirkan agama untuk mengurus dunia sehingga kita sejalan kita sejalan dengan doa kita rabbana atina fiddunya hasanah wafil akhirati hasanah waqina adzabannar (Ya Tuhan kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan di akhirat, serta peliharalah kami dari siksa neraka),” ungkap Haedar Nashir.