Pupuk Gendruwo dan Umak-Umik

Publish

5 June 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
104
Foto Istimewa

Foto Istimewa

(Catatan Kedua, Business Gathering Suryaganic MNU)

Oleh: Khafid Sirotudin

 

Prof Gunawan Budiyanto, Pakar Ilmu Tanah dan Rektor UMY periode 2016-2024, berkenan memimpin doa di halaman kantor sebagai penanda telah selesainya revitalisasi mesin produksi pupuk milik PT Mentari Niaga Utama (MNU). Selanjutnya, bersama dengan Prof. Ali Agus, Dr Gatot Supangkat, Sugiarto (Direktur MNU), Fithri (Komut MNU) dan peserta Business Gathering menyaksikan dari dekat proses produksi pupuk organik di pabrik MNU Kawasan Industrial Sentolo Kulonprogo. 

Sesudah shalat Dzuhur berjamaah di Lounge Arjuna yang dipersiapkan menampung 60 orang, narasumber dan peserta bergeser menuju Resto Dadap Sumilir, Jalan Raya Kaligesing Girimulyo Kulonprogo. Kurang lebih 15 menit waktu tempuh dari pabrik MNU Sentolo. Pengurus MNU memilih lokasi Business Gathering Suryaganic di sini, selain memiliki pemandangan Bukit Menoreh yang menawan juga mendekatkan dengan lahan sawah penghasil padi. Lingkungan nan alami dan pas untuk membahas pangan dan pupuk Suryaganic. 

Mengawali paparannya, Prof Gun (panggilan akrab Prof. Gunawan Budiyanto) menyinggung rendahnya daya literasi Generasi Strawberry alias GenZi terkait ilmu politik pangan. Beliau mengungkapkan pengalaman ketika mengajar mahasiswa S1/S2 UMY, saat melemparkan  sebuah pertanyaan : “Mengapa Rusia memilih menyerang pelabuhan-pelabuhan di Ukraina ketimbang ibukota Kyiv?”. Ternyata mahasiswanya tidak ada satupun yang dapat menjawab dengan baik dan benar. Dengan gaya “pace” ala Jogja, Prof Gun berujar: “Jangan sampai Gen-Z kita menjadi Generasi Zonk (Gaul: hampa, kosong; China: kong)”. 

Sebagaimana diketahui bersama, Ukraina merupakan lumbung pangan (gandum) bagi Eropa. Dengan menyerang dan menguasai pelabuhan maka pasokan pangan dari Ukraina ke Eropa menjadi terganggu. Betapapun perang pangan lebih menyakitkan dibandingkan perang nuklir. Perang pangan memaksa rakyat suatu negara kelaparan berhari-hari bahkan berbulan-bulan sampai mati. Sedangkan perang nuklir, sekali bom diledakkan korbannya langsung mati. 

Kesadaran Muhammadiyah memasuki sektor pangan sudah tepat. Termasuk membangun industri pupuk sebagai pendukung peningkatan produktivitas pertanian. Melengkapi Fikih Air yang telah dihasilkan Majelis Tarjih dan Tajdid PP sebelumnya, serta sebagai bahan dalam menyiapkan pengkajian dan pembahasan Fikih Pangan atau Fikih Ketahanan Pangan. Sebab budidaya pertanian tanaman pangan mensyaratkan sumberdaya insani, lahan, air, benih, pupuk dan sarana produksi pertanian (saprotan), serta peradaban pertanian (ilmu amaliyah, amal ilmiah) yang berkemajuan.

Prof Gun juga membenarkan “kesalahpahaman tentang kimia”. Beliau menyatakan “Istri saya tercinta itu, isinya dari ujung rambut (kepala) sampai ujung kaki, kimia semua”, ujar putra KH. Djarnawi Hadikusuma dan cucu Ki Bagus Hadikusuma ini. Semua materi yang ada di bumi (makhluk hidup dan benda mati) terdiri atas unsur kimia. Protein di hidung, air, udara, oksigen dan nasi, semuanya mengandung unsur kimia. Sehingga kita tidak perlu takut dengan kimia.

Ada kimia organik dan kimia an-organik. Kimia organik dihasilkan oleh suatu organisme dan aman buat tubuh kita. Sedangkan kimia an-organik tidak selalu cocok dengan tubuh kita. Prof Gun menyinggung “bad news” adanya tahayul dan taklid buta masyarakat terkait pupuk kimia. Apalagi tahayul jenis ini dilegitimasi Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian. Sehingga petani menjadi takut menggunakan pupuk kimia an-organik (Urea, SP36, KCL, dll).

Beliau mencontohkan pupuk urea yang mengandung unsur N (Nitrogen) 46%, sementara unsur N dalam bahan organik hanya 5%. Artinya 1 unsur N organik berbanding 9 N an-organik. Apabila kita ingin mengganti 100 kilogram urea dengan pupuk kandang, maka membutuhkan 900 kilogram. Jika kita ketakutan memakai pupuk an-organik, maka berapa banyak “tletong” (kotoran) sapi yang dibutuhkan. “Sapi ketemu mas Hafidz pasti menyingkir karena takut selalu disuruh ‘ngising’ (mengeluarkan kotoran)”, ujarnya dengan nada bercanda.

Pertanian organik (organic farming) bukan dengan menggantikan semua pupuk an-organik dengan pupuk organik. Prof Gun mengungkapkan pengalamannya menemukan Pupuk Organik Cair (POC) “Gendruwo” yang mengandung unsur N 18% dan C (karbon) 9 persen. Ternyata setelah dites laboratorium tingginya unsur N karena adanya tambahan urea. Terkadang lembaga Perguruan Tinggi dipakai untuk legalisasi “malpraktek” produk pupuk organik. 

Dalam sebuah promosi panen padi di sawah, sebuah produsen pupuk pernah memblow-up 1 hektar sawah bisa menghasilkan 12 ton GKP (Gabah Kering Panen) dengan formula pupuk organik yang diproduksinya. Dengan nalar waras dan hitungan matematis yang logis, dengan hasil panen 10 ton per hektar saja Indonesia sudah mampu mengekspor beras. “Tahayul Pupuk” seperti ini yang harus dilawan oleh ilmuwan dan segenap warga persyarikatan yang berkhidmat di ilmu kimia, pupuk, pertanian dan pangan.

Prof Gun juga bercerita adanya Pupuk Umak-Umik (Unsur Makro, Unsur Mikro) yang pernah dilakukan sebuah perusahaan dengan menggunakan legitimasi satu PTM. Sebuah laku ekonomi bisnis yang tidak bertanggungjawab. “Cukup dengan 1 botol (1 liter) POC dapat menghasilkan padi 8 ton per hektar”, begitu narasi promosi yang digencarkan. Terhadap kejadian tahun 2008 itu, beliau berujar: “Ndobos kabeh, ndazzmu.!”.

Pada akhir pemaparan Prof Gun mengharapkan agar potensi bahan organik yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal PT MNU dalam memproduksi pupuk organik secara jujur, adil dan berkeadaban untuk membantu produktivitas pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani. Pemakaian pupuk anorganik dan pupuk organik saling melengkapi. Sinergi, kolaborasi dan kerja sama DUDI (Dunia Usaha Dunia Industri) dengan Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) dapat dilakukan dalam menghasilkan pupuk organik yang berkualitas dan “ora ngapusi” (tidak berbohong).

Semua proses dalam menghasilkan produk pupuk organik, tunduk pada Sunatullah yang absolutely (mutlak), exactly (pasti) dan objective (obyektif, adil, proporsional). Dengan hidayah ilhami (instingtif), hidayah hawasi (inderawi), hidayah aqli (akal) dan hidayah dien (agama) dari Allah Swt, maka manusia mampu menerjemahkan pesan-pesan ayat kauniyah yang bertebaran di bumi untuk menghasilkan pupuk organik yang bermanfaat bagi masyarakat, umat dan bangsa.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

BENGKULU, Suara Muhammadiyah – Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB) hari ini Selasa  (....

Suara Muhammadiyah

18 September 2024

Berita

BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Direktur Jenderal Sains dan Teknologi Kementerian Pendidikan Tin....

Suara Muhammadiyah

7 February 2025

Berita

Gelar Buka Bersama dan Shalat Berjamaah PEKANBARU, Suara Muhammadiyah – Dalam rangka memperku....

Suara Muhammadiyah

13 March 2025

Berita

SLEMAN, Suara Muhammadiyah – Lantunan musik kosidahan menyambut kedatangan tamu undangan. Maje....

Suara Muhammadiyah

13 October 2024

Berita

Giatkan Senam dan Pembagian Susu Gratis di Desa Tieng WONOSOBO, Suara Muhammadiyah - Mahasiswa....

Suara Muhammadiyah

20 February 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah