YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah- Panitia Ramadhan Di Kampus (RDK) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) mengundang Dr. Yayan Suryana, M.Ag. Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai penceramah dalam Ceramah Tarawih ke-22 pada hari Jumat (21/03) di Masjid Islamic Center UAD. Dalam ceramahnya, Yayan menyoroti pentingnya mengembangkan spiritualitas di bulan suci Ramadan, terutama di 10 hari terakhir, guna mencapai derajat muttaqin.
Yayan mengawali ceramahnya dengan mengajak para jamaah untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah di penghujung Ramadan. Ia menekankan bahwa 10 hari terakhir adalah momentum berharga untuk beribadah lebih khusyuk, menenangkan diri dari hiruk-pikuk dunia, serta memperkuat ketakwaan.
Ia mengutip Surat Al-Baqarah ayat 183 yang menegaskan bahwa tujuan utama dari ibadah puasa adalah menjadikan manusia lebih bertakwa. Ia juga menyoroti potensi dualitas manusia sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an yaitu kecenderungan kepada keburukan (fujur) dan kecenderungan kepada ketakwaan (taqwa). Ia menegaskan bahwa manusia sering kali terjebak dalam arogansi, sebagaimana dijelaskan dalam Surat Al-'Alaq yang menyebut manusia cenderung merasa berkuasa dan melampaui batas.
Dalam ceramahnya, Yayan juga menyinggung teori Michel Foucault mengenai relasi kuasa yang tidak hanya terjadi dalam politik, tetapi juga dalam kehidupan sosial sehari-hari. Ia mengungkap bahwa kecenderungan untuk mengklaim kebenaran tunggal dalam keberagamaan dapat menciptakan friksi sosial. Hal ini sering terjadi dalam dinamika kehidupan umat Islam, baik dalam tafsir agama maupun di ranah media sosial yang penuh dengan klaim kebenaran sepihak.
"Di era digital, relasi kuasa juga terjadi di dunia maya. Narasi yang diproduksi di media sosial bisa membentuk opini publik, bahkan membolak-balikkan fakta," ungkapnya. Oleh karena itu, Ia mengajak umat Islam untuk lebih bijak dalam menerima dan menyebarkan informasi.
Sebagai solusi untuk mengatasi arogansi, Yayan mengajak para jamaah untuk meneladani kelembutan hati Rasulullah SAW sebagaimana tercantum dalam Al-Qur'an, "Fabima rahmatin minallahi linta lahum" (Ali Imran: 159). Ia menekankan bahwa sikap lembut dan penuh kasih sayang adalah kunci dalam membangun hubungan sosial yang harmonis.
"Kelembutan bukanlah kelemahan. Justru, dengan kelembutan, kita bisa menyentuh hati orang lain dan membawa perubahan yang lebih baik," jelasnya. Ia juga mengingatkan kisah Nabi Muhammad SAW yang tetap menyuapi seorang buta meskipun sering dihina olehnya. Menurutnya, contoh tersebut menjadi cerminan bagaimana Islam mengajarkan sikap kasih sayang, bukan kekerasan.
Dalam ceramahnya, Yayan mengingatkan pentingnya umat Islam untuk selalu menyampaikan pesan-pesan positif dan menggunakan ilmu dalam berdakwah. Ia mengutip perintah Al-Qur'an, "Udu'u ila sabili rabbika bil hikmah wal mau'idzatil hasanah" (An-Nahl: 125), yang menekankan bahwa dakwah harus dilakukan dengan kebijaksanaan dan nasihat yang baik.
Ia juga menyinggung bagaimana perbedaan pendapat sering kali memicu ketegangan, bahkan konflik fisik. Ia mencontohkan kejadian dalam musyawarah mahasiswa yang seharusnya menjadi ajang diskusi sehat, tetapi justru berujung pada kekerasan. Dalam kondisi seperti itu, Ia mengajak umat Islam untuk kembali kepada Al-Qur'an dan Sunah serta menekan ego sektoral demi kemaslahatan bersama.
Di akhir ceramahnya, Yayan menyoroti pentingnya iktikaf di 10 hari terakhir Ramadan. Ia menggambarkan iktikaf sebagai bentuk "mencelupkan diri dalam ketuhanan" yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah serta membersihkan hati dari kesombongan dan keduniawian. Ia menekankan bahwa melalui iktikaf dan ibadah lainnya, seseorang dapat mencapai kelembutan hati yang menjadi indikator mendapatkan rahmat Allah.
Sebagai penutup, Yayan menegaskan bahwa Islam bukanlah agama yang mengedepankan dominasi dan hegemoni, melainkan agama yang mendorong umatnya untuk saling memberdayakan dan membawa rahmat bagi seluruh alam. "Kepemimpinan dalam Islam bukan tentang siapa yang paling berkuasa, tetapi siapa yang mampu membawa kemaslahatan bagi umat," pungkasnya. (n)