SOLO, Suara Muhammadiyah - Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah menggelar Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) di Gedung Induk Siti Walidah Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Sabtu (16/12).
Dalam pembukaan acara, Ketua Bambang Sukoco, S.H., M.H., menyampaikan bahwa tema yang diangkat untuk Rakerwil kali ini sangat relevan dengan kondisi di Indonesia. Tema tersebut adalah ‘Membangun Budaya Hukum yang Adil Berkeadaban’.
"Saya kira tema yang akan kita bahas pada kesempatan hari ini merupakan tema yang relevan ketika kita dihadapkan dengan kondisi realita hukum," ungkap Bambang.
Dia menyayangkan dengan kekuatan hukum yang berlaku di Indonesia.
"Betapa saat ini hukum di negeri kita ini begitu lemah dan perlu dikuatkan. Hukum dipraktikkan jauh dari rasa keadilan dan hukum dipraktikkan dengan jauh dari nilai keadaban," ujarnya.
Ketua MHH PWM Jateng itu meneruskan, untuk itu Muhammadiyah hadir menghadirkan hukum yang adil dan berkeadaban. PWM Jateng memberikan amanah yaitu untuk menghidupkan MHH se-Jateng bisa hidup, juga menjamin agar Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Muhammadiyah di masing-masing daerah hidup juga.
Wakil Rektor II UMS Prof., Dr., Muhammad Da'i, S.Si, Apt, M.Si., kemudian menyambut baik acara tersebut dan menyanjung bahwa tema yang diangkat adalah luar biasa.
"Indonesia itu sekarang masalahnya kompleks. Masalah hukum itu tidak hanya di pelakunya, sekarang di produksi hukumnya pun bermasalah. Kan jadi ruwet," tutur Muhammad Da'i.
Muhammad Da'i mengatakan, saat ini Indonesia sangat membutuhkan pendekar-pendekar hukum yang masih murni, bersih, dan berkarakter. Karena pada saat ini kondisi Indonesia sedang kurang sehat, ada karakter yang hilang. Muhammadiyah harus hadir di tengah-tengah masyarakat yang seperti ini.
Selain itu, Wakil Ketua PWM Jateng, Prof., Dr., MA Fattah Santoso, M.Ag., juga sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Bambang Sukoco dan Muhammad Dai.
Dalam kesempatan tersebut, Fattah menyampaikan bahwa di dalam perjalanan peradaban Islam, ketika pemilik kekuasaan berlaku tidak adil, maka ada kekuatan-kekuatan yang menegakkan keadaban, yang kemudian disebut sebagai masyarakat sipil (civil society). Seperti pada saat Bani Abbasiyah yang awalnya memiliki kekuatan terpusat namun kemudian menjadi pemerintahan yang federal. Kekuatan penguasa kemudian melemah, namun Islam tetap dibangun. Peradaban Islam tersebut digerakkan oleh masyarakat sipil (civil society).
"Apakah yang menjadi impian dan cita-cita kebanyakan warga Muhammadiyah bisa terwujud apa tidak. Kalau seandainya tetap seperti apa yang terjadi sekarang maka tuntutan Muhammadiyah untuk menjadi masyarakat sipil itu sebuah keharusan," tegasnya.
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh warga Muhammadiyah itu dilakukan dalam bingkai menegakkan keadilan, menjaga keadaban.
Pada Rakerwil tersebut, Dr., H., M. Busyro Muqoddas, SH., M.Hum., selaku Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM menyempatkan untuk memberikan beberapa poin berkenaan dengan kacaunya hukum di Indonesia juga peta jalan Supremasi Hukum-HAM.
Kemudian, pada kesempatan itu pula, Ketua MHH PP Muhammadiyah Dr. Trisno Raharjo, S.H., M.Hum juga menyampaikan mengenai Peta Jalan MHH PP Muhammadiyah. Setelah pemaparan mater, peserta Rakerwil mengikuti sidang komisi. (Maysali)