JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Islam melarang orang pesismis, hal itu disampaikan oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Muhammad Saad Ibrahim dalam acara Silaturahim Idul Fitri Rumah Sakit Islam Jakarta Group, Selasa (15/4) di Auditorium KH Ahmad Dahlan.
Saad menjabarkan bahwa dalam surat al-Baqarah ayat 183 terdapat empat hal yang dapat membangun mindset pasca Ramadhan. Pertama, iman mengimplikasikan mindset menjadi optimis yang disandarkan kepada Allah. “Maka marilah kita bangun mindset kita dengan apa yang kita peroleh di bulan Ramadhan,” serunya.
Kedua, menahan diri merupakan kunci agama. Maksudnya bukan menahan diri dari seseatu yang dilarang, tetapi dari sesuatu yang dibolehkan. Makan dan minum itu hal-hal yang dibolehkan. Tapi justru diminta untuk menahan diri, dari kenikmatan yang dibolehkan itu sampai dengan aktu berbuka.
Tidak hanya saat sedang puasa, Saad mewanti ketika berbuka jangan menjadi tidak terkontrol. “Jangan sampai puasa kita itu puasa dendam, apa yang ada di sikat. Tentunya yang seperti itu tidak sehat karena pencernaan kita akan terkejut,” tegasnya. “Itulah sebabnya Rasul menganjurkan minum air dan makan kurma cukup tiga butir saja,” tambahnya.
Dalam makna menahan diri terdapat kata investasi, Saad menyebut investasi ini berupa kenikmatan. “Yang kita investasikan itu kenikmatan. Maka hidup kita berarti menunda kenikmatan yang lebih besar, yaitu nanti kita dapat ampunan dan surganya,” katanya.
Lebih lanjut, Saad menjelaskan bahwa makna yang ketiga adalah kolaborasi. Kolaborasi yang dihubungkan dengan mental. Menurut Saad kolaborasi itu disebut dengan kolaborasi teologis.
“Kolaborasi yang dilakukan lebih dulu dengan membangun mindset ialah kolaborasi dengan Allah. Yakni optimis yang digantungkan kepada Allah,” ungkapnya.
Makna yang terakhir adalah muttaqin, takwa artinya berhati-hati. “Puasa mengajarkan kita untuk istimrorrut taqwa, berlanjut takwa seterusnya. Artinya setelah puasa semestinya akan terus takwa,” ujarnya.
Setelah puasa, tiba saatnya Idul Fitri berarti kembali. Kembali kepada yang diperbolehkan, dan dalam makna muttaqin ini artinya kembali dalam konteks takwa yang seterusnya (istimrorrut taqwa). “Bukan berarti puasa selesai, selesai pula takwanya. Terus, konsep istimro itu seterusnya,” katanya.
Menurutnya satu ayat ini cukup untuk mengajarkan hidup sukses, yang jika dihubungkan dengan dimensi teologisnya sukses di dunia dan akhirat. “Cukup itu saja (kuncinya),” imbuhnya. (Tia/Cris)