Sambut Tahun Pelajaran Baru 2024/2025: Sekolah Muhammadiyah Perlu Terus Berinovasi

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
534
Prof Dr Haedar Nashir M.Si

Prof Dr Haedar Nashir M.Si

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Muhammadiyah adalah organisasi Islam modern yang secara berkesinambungan terus menyelenggarakan pendidikan bagi anak bangsa. Banyak generasi bangsa telah berperan besar di berbagai level kehidupan berasal dari rahim pendidikan Muhammadiyah. Ini menunjukkan bahwa lembaga pendidikan Muhammadiyah memiliki peran strategis dalam pembangunan bangsa. Melalui sektor pendidikan inilah, Muhammadiyah telah memperluas jangkauannya dari tingkat dasar, menengah, hingga perguruan tinggi. Hal ini disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir dalam amanatnya menyambut Tahun Pelajaran Baru 2024/2025 bagi seluruh sekolah Muhammadiyah (18/7). 

Menurut Haedar, Tahun Pelajaran Baru 2024/2025 menjadi momen untuk merekontruksi peran pendidikan Muhammadiyah yang telah berkontribusi besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Tentunya melalui pendekatan, pandangan, dan budaya baru yang termanifestasikan dari pandangan Islam Berkemajuan. Artinya, penyelenggaraan pendidikan Muhammadiyah perlu terus ditingkatkan kualitasnya. 

“Meski dalam aspek kuantitas pendidikan Muhammadiyah telah menunjukkan capaian yang menggembirakan, tapi dari segi kualitas harus terus diusahakan agar terjadi keseimbangan antara kuantitas dan kualitas,” ujar Guru Besar Sosiologi UMY tersebut.  

Di abad keduanya, pendidikan Muhammadiyah menghadapi realitas dan tantangan yang tidak mudah. Di tengah atmosfir dunia pendidikan dalam negeri yang kian kompetitif. Ia mendorong lembaga pendidikan Muhammadiyah untuk terus berinovasi. Di sinilah pentingnya lembaga pendidikan Muhammadiyah mengerahkan segala kemampuan yang dimilikinya, mulai dari majelis, pimpinan sekolah, guru, tenaga pendidikan, dan seluruh pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan di Muhammadiyah perlu mengoptimalkan segala potensi yang ada.

“Apabila lembaga pendidikan Muhammadiyah tidak mampu untuk berfastabiqul khairat, tentu kita akan ketinggalan. Boleh jadi kita masih bisa bertahan, tapi tidak mampu berperan lebih jauh karena kita kalah dalam bersaing,” ujarnya. 

Dalam hal ini Haedar menyadari bahwa tantangan yang dihadapi oleh sekolah Muhammadiyah tidak mudah. Apalagi sekolah Muhammadiyah yang berada di daerah, yang tak dapat dipungkiri memiliki banyak keterbatas, baik dari segi akses, fasilitas, hingga oprasional. 

“Memang berat dan kami tahu bahwa bapak-ibu sekalian yang menyelenggarakan pendidikan Muhammadiyah, terutama yang berada di daerah-daerah semakin berat tantangannya, oleh karena itu diperlukan secara terus menerus sinergi, networking, dan saling dukung antarlembaga pendidikan Muhammadiyah sebagai satu kesatuan. Tidak boleh ada lagi satu lembaga pendidikan yang kelihatan maju sementara yang lainnya tertinggal. Di sinilah peran mejelis untuk terus membangun kolaborasi, sinergi, dan integrasi antarlembaga pendidikan yang kita miliki perlu diperkuat,” tegas Haedar. 

Di sisi lain, substansi inti dari pendidikan saat ini adalah bagaimana menghadapi perubahan yang sangat cepat. Lembaga pendidikan dihadapkan pada era perubahan sosial, dimana perubahan sosial menyebabkan perubahan alam pikiran, perilaku, sikap, hingga tindakan yang lebih berorientasi pada hal-hal yang berbau materialistik. Pada saat yang sama, tuntutan dalam penguasaan Iptek terjadi begitu rupa. Yang dengannya manusia bisa maju dan berkompetisi untuk mengembangkan karir, meningkatkan taraf hidup, dan bahkan mendorong sebuah bangsa mencapai kemajuan yang pesat.  

Melihat fenomena ini, secara konstitusional, ia menanggapi bahwa pondasi pendidikan nasional Indonesia sangatlah kokoh, yakni pendidikan yang berbasis pada iman, takwa, akhlak mulia, nilai agama, Pancasila, dan kebudayaan luhur bangsa. Pondasi ini mesti menjadi orientasi utama dalam penyelenggaraan pendidikan nasional ke depan. Karena bagaimanapun tujuan pendidikan nasional tidak hanya melahirkan anak-anak yang cerdas secara intelektual dan keahlian profesional, tapi juga harus menjadi generasi Indonesia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia.

“Jangan sampai pendidikan nasional kita justru tercerabut dari dasar-dasar nilai yang bersifat filosofis dan konstitusional. Ini menjadi dasar kewajiban bagi lembaga negara untuk berdiri tegak di atas konstitusi,” ujarnya.  

Di sinilah sebenarnya pondasi pendidikan nasional harus dijaga oleh seluruh pemangku kepentingan hingga Presiden Republik Indonesia ikut terlibat aktif. Agar lahir satu pandangan bahwa nilai imperatif pendidikan nasional yang tertuang di dalam Pasal 31 Undang-undang Dasar 1945 dapat diimplementasikan secara maksimal dan merata. 

“Kalau peta jalan kita lepas dari dasar nilai konstitusional, apalagi lepas dari nilai agama, Pancasila, dan budaya luhur bangsa, bisa jadi pendidikan Indonesia akan maju seperti negara lain, tapi jauh dari akar nilai utamanya, bahkan ke depan akan menjadi bom waktu dalam krisis nilai, kebudayaan, kemanusiaan, yang justru kita harus belajar dari negara-negara maju yang mengalami krisis ini,” tegasnya. 

Bagi Muhammadiyah, melalui pandangan Islam Berkamajuan, pendidikan Muhammadiyah telah memiliki pondasi yang kokoh untuk melahirkan lembaga pendidikan Islam modern yang berbasis pada nilai agama, namun juga berorientasi pada kemajuan sains dan Iptek. Jika disimpulkan secara sederhana, lembaga pendidikan Muhammadiyah ingin melahirkan generasi-generasi yang baik dalam berbagai aspek kehidupan dan didipersiapkan sebagai khalifah. 

Dalam mencapai visi besar ini guru menjadi aktor utama. Dan guru memegang peran yang sangat penting. Di masa lalu, guru memiliki idealisme yang luar biasa sebagai sosok teladan yang digugu dan ditiru. Guru sebagaimana di film Laskar Pelangi bukan hanya sebagai orang yang berdiri di depan kelas dengan ilmunya, tapi juga menjadi uswah khasanah yang mengajarkan ilmu kehidupan. 

“Kita sadar bahwa mendidik anak manusia yang beragam tidaklah mudah. Penyeragaman tidak selalu berhasih. Setiap anak punya karakternya masing-masing, yang satu sama lain berbeda. Di situlah guru-guru saat ini harus betul-betul menjadi pendidik yang menyertai dan membersamai, dan sekaligus menjadi role model. Memang berat, sejatinya kalau kita lakukan secara alamiah sebagai sebuah panggilan, menjadi guru adalah amanah untuk mendidik generasi bangsa, bukan sekadar profesi,” tutupnya. (diko


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

SOLO, Suara Muhammadiyah - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) kembali menorehkan pre....

Suara Muhammadiyah

18 May 2024

Berita

LANGKAT, Suara Muhammadiyah - Sesuai dengan hasil Hisab Pimpinan Pusat Muhammadiyah, di wilayah Indo....

Suara Muhammadiyah

11 March 2024

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Tiga orang Kader Muhammadiyah yang juga pengurus Pimpinan Cabang Is....

Suara Muhammadiyah

18 December 2023

Berita

SOLO, Suara Muhammadiyah - SMP Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta menggelar kegiatan w....

Suara Muhammadiyah

28 April 2024

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Bertepatan hari Kesaktian Pancasila, Ahad, 1 Oktober 2023, Mu....

Suara Muhammadiyah

2 October 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah