YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Jika biasanya, Silaturahmi bertajuk mendengarkan hikmah (pidato), namun lain halnya dengan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY. Di mana menghadirkan tokoh-tokoh senior Muhammadiyah di wilayah DIY.
Para tokoh itu antara lain HM Muchlas Abror (Ketua PWM DIY periode 1978-1981 dan 1985-1990), Abunda Farouk (Wakil Ketua MPKS PWM DIY periode 2015-2020/penulis Notasi Lagu Sang Surya), dan Khoiruddin Bashori (Psikolog Muhammadiyah)
Ketua PWM DIY Muhammad Ikhwan Ahada mengungkapkan, pihaknya sengaja menghadirkan para tokoh tersebut sebagai tujuan utamanya untuk memberikan wawasan hal ihwal peran dan kontribusinya di Persyarikatan Muhammadiyah.
"Hari ini, PWM DIY menyelenggarakan silaturahmi dengan menghadirkan para senior, para mantan yang telah berjasa banyak untuk perkembangan Muhammadiyah di DIY, apakah ketua, majelis, di PWM ini," ujarnya, Sabtu (19/4) di Halaman PWM DIY.
Ikhwan mengaku, para tokoh yang dihadirkan banyak memberikan pelajaran (ibrah) kepada para generasi sekarang. Ia menguraikan, pertama dalam Bermuhammadiyah, mesti penuh dengan kegembiraan. “Tidak boleh nesu (marah), kecil pandangan, tetapi lapang dada,” bebernya.
Hal demikian, berkelindan dengan nasihat dari KH Ahmad Dahlan, sebagai tokoh besar pendiri Muhammadiyah tahun 1912. Termasuk kelanjutan dari ekspresi kegembiraan itu, Ikhwan menegaskan, hendaknya senantiasa dihidupkan oleh seluruh pimpinan dan warga Persyarikatan.
“Karena memang ini amanat berat. Amanat ini perlu terus dijalankan sehingga kami mendapatkan hikmah yang luar biasa dari para sesepuh itu,” ungkapnya.
Di samping itu, dari inspirasi para tokoh ini, Ikhwan mengajak untuk secara kolektif menjaga suluh semangat memperjuangkan Islam ala Minhajil Muhammadiyah.
Pada saat bersamaan, Ikhwan mengharap, pesan yang disemaikan dari pelbagai tokoh itu, bisa menjadikan Muhammadiyah DIY, khususnya dan Muhammadiyah secara nasional, pada umumnya, menjadi lebih baik lagi.
“Menjadi Muhammadiyah yang memiliki teladan yang baik, bisa memberikan contoh bagi Muhammadiyah di tempat lain,” pungkasnya.
Khoiruddin Bashori
Irud—sapaan Khoiruddin Bashori—mengutarakan, kegembiraannya bisa bersua dengan para tokoh-tokoh senior, juga pimpinan dan warga Persyarikatan yang hadir. “Memang betul-betul membahagiakan. Senang sekali,” ucapnya.
Tidak hanya itu, Irud juga berpesan agar dalam menjalankan tugas di Muhammadiyah, harus membawa kegembiraan. Serupa Ikhwan, Irud menyebut, hal ini sangatlah penting. “Kalau Bermuhammadiyah tidak happy (bahagia), pasti ada masalah. Mestinya harus happy,” tegasnya.
HM Muchlas Abror
Di samping itu, Muchlas, menceritakan pengalamannya dengan Muhammadiyah. Ia menyingkap, pernah didapuk sebagai Ketua PWM DIY. “Waktu itu umurnya baru 38 tahun. Dengan demikian, dinyatakan sebagai Ketua PWM termuda,” bebernya disertai tepuk tangan.
Ia mengaku, menjadi Ketua PWM DIY bukan pekerjaan mudah. “Terpilih itu bukan hal ringan dikerjakan,” tuturnya. Ia banyak memperoleh didikan soal Muhammadiyah langsung dari AR Fachruddin, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1968-1990. “Pak AR sangat baik dan sebagainya,” ucapnya.
Pengalaman hidup Muchlas di Muhammadiyah, sangat banyak. Yakni Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah. “Waktu itu ya,” bebernya. Lebih lanjut, pengalaman di dunia tulis-menulis. Tercatat aktif dan produktif dalam menulis. “Saya diminta nulis di Kedaulatan Rakyat (KR). Alhamdulillah nulis di Mimbar Islam. Di samping itu menulis di Mercusuar yang kemudian berganti menjadi Masa Kini,” ulasnya.
Abunda Farouk
Berlanjut Farouk. Ia pertama kali sebagai anggota Muhammadiyah setelah mendapat nomor anggota (NBM) yaitu 488649. “Sampai saat ini saya masih aktif di Muhammadiyah. Kurang lebih 70 tahun saya Bermuhammadiyah,” ungkapnya. Pengalamannya, ia tercatat sebagai penulis not lagu Sang Surya. “Saya dipanggil untuk menuliskan notasinya,” ucapnya.
Mars Muhammadiyah sendiri diciptakan oleh Djarnawi Hadikoesoemo tahun 1976. “Saya latih murid-murid saya (kebetulan Guru SPK Muhammadiyah- Aisyiyah) untuk membaca dan menyanyikan lagu Sang Surya, lagunya panjang sekali,” tuturnya.
Namun, Djarnawi menginginkan untuk direvisi kembali. Kemudian dilanjutkan oleh Muhammad Afandi, Pimpinan Drumband Muhammadiyah. "Beliau kala itu Dosen Seni Rupa IKIP Yogyakarta (UNY sekarang). Sehingga tidak menutup kemungkinan punya keahlian di musik, lalu disempurnakan dengan notasi yang lebih baik lagi," jelasnya.
Lagu itu mulai disebarluaskan ke SMP Muhammadiyah Putri Yogyakarta, SPG Muhammadiyah Putri. "Dari situ mulai banyak dikenal, tapi belum menjadi satu lagi semacam sekarang ini," ujarnya.
Farouk menyebut, lagu Sang Surya sempat terjadi sedikit ketidakpasan pada redaksinya. "Notasinya tidak sesuai, Pak Djarnawi minta saya untuk dikembalikan sebagai mestinya. Lalu saya berusaha untuk mengembalikan itu," katanya.
Saat ini, lagu itu sudah sempurna dan sangat pas untuk dinyanyikan. "Pak Djarnawi suka sekali dengan lagu ini," ungkapnya. Karena mengandung penanaman ideologi Muhammadiyah. "Di situ ada hal-hal yang bersifat patriotisme, akulturasi (lagu Arab dicoba untuk dibuat dengan lagu-lagu Indonesia," tandasnya.
Pengalaman itulah yang masih membekas sampai sekarang, termasuk para tokoh-tokoh lainnya. Dan laik dijadikan inspirasi bagi generasi masa kini. (Cris)