Sunat Perempuan: Tradisi yang Harus Ditinggalkan
Oleh Ika Sofia Rizqiani, S.Pd.I., M.S.I.
Sunat perempuan, atau dikenal juga sebagai mutilasi genital perempuan (female genital mutilation/FGM), adalah praktik yang melibatkan penghilangan sebagian atau seluruh bagian luar alat kelamin perempuan, atau cedera lainnya pada organ genital perempuan, tanpa alasan medis. Praktik ini sering dilakukan karena alasan budaya, agama, atau sosial dalam beberapa komunitas.
Jenis-Jenis Sunat Perempuan
Mengutip dari allodokter.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan sunat perempuan atau mutilasi alat kelamin perempuan ialah segala prosedur yang melibatkan pengangkatan sebagian atau seluruh alat kelamin wanita bagian luar. Dalam beberapa budaya, prosedur ini merupakan syarat untuk seorang wanita dapat menikah. Sementara pada beberapa budaya lainnya, sunat perempuan merupakan bentuk penghormatan seorang wanita kepada keluarga.
Secara umum, terdapat empat tipe sunat perempuan, yaitu:
Tipe sunat perempuan ini juga dikenal dengan sebutan klitoridektomi. Pada tipe ini, sebagian atau seluruh klitoris diangkat.
Pada sunat perempuan tipe 2, tak hanya sebagian atau seluruh klitoris yang diangkat, tapi juga labia. Labia adalah "bibir" bagian dalam dan luar yang mengelilingi vagina.
Pada sunat perempuan tipe 3, labia dijahit menjadi satu untuk membuat lubang vagina lebih kecil. Sunat perempuan tipe ini disebut juga dengan istilah infibulasi.
Sunat perempuan tipe 4 mencakup semua jenis prosedur yang merusak alat kelamin wanita untuk tujuan nonmedis, termasuk dengan cara menusuk, memotong, mengikis, atau membakar.
Dampak Sunat Perempuan bagi Kesehatan
Sunat perempuan adalah tindakan berbahaya yang dapat membahayakan kesehatan. Oleh karena itu, WHO sangat menentang semua jenis sunat perempuan dan meminta penyedia layanan kesehatan untuk tidak melakukan prosedur ini meskipun pasien atau keluarga pasien memintanya. Sunat perempuan tidak memiliki manfaat kesehatan apa pun, berbeda dengan sunat pria. Sebaliknya, proses ini dapat menghasilkan berbagai keluhan, seperti masalah kesehatan mental.
Sunat perempuan dapat membuat wanita yang menjalaninya mengalami trauma psikis dan depresi. Jika berkelanjutan, gangguan mental ini bahkan dapat menimbulkan keinginan untuk bunuh diri.
Perdarahan
Pendarahan bisa terjadi akibat terpotongnya pembuluh darah pada klitoris atau pembuluh darah lainnya di sekitar alat kelamin sewaktu prosedur sunat perempuan dilakukan.
Gangguan dalam berhubungan seks, merusak jaringan kelamin yang sangat sensitif, terutama klitoris, dapat menyebabkan penurunan hasrat seksual dan rasa nyeri, kesulitan saat penetrasi penis, penurunan lubrikasi selama bersanggama, dan berkurangnya atau tidak adanya orgasme.
Nyeri terus-menerus
Pemotongan ujung saraf dan jaringan alat kelamin dapat menyebabkan rasa sakit yang luar biasa. Tak hanya itu, masa penyembuhannya juga menyakitkan.
Infeksi
Infeksi dapat terjadi akibat penggunaan alat yang sudah bekas pakai dan sudah terkontaminasi. Banyak jenis infeksi yang bisa terjadi akibat prosedur ini. Salah satunya adalah tetanus yang dapat menyebabkan kematian.
Gangguan berkemih
Wanita yang menjalani sunat perempuan dapat mengalami gangguan dalam berkemih, seperti nyeri saat kencing atau bahkan tidak bisa buang air kecil.
Perbedaan Sunat pada Laki-Laki dan Perempuan
Sunat laki-laki memiliki dasar medis yang kuat dan merupakan bagian dari kebiasaan juga ajaran agama. Ada keyakinan bahwa tindakan ini dapat mempertahankan kebersihan organ genital laki-laki. Laki-laki juga dapat melakukan vaksinasi secara mandiri untuk meningkatkan kebersihan dan mencegah penyakit menular seksual, termasuk HIV. Dalam situasi ini, pengambilan preputium dianggap sebagai tindakan pencegahan yang dapat mengurangi risiko tertentu.
Namun, anatomi perempuan berbeda. Klitoris perempuan tidak dapat berkemih, sehingga tetap bersih. Memotong atau melukai klitoris wanita sama dengan memotong atau melukai penis pria. Ini menunjukkan bahwa memahami sensitivitas organ reproduksi perempuan sangat penting.
Sunat perempuan tidak dianjurkan oleh dokter, berbeda dengan sunat laki-laki. Kesehatan reproduksi perempuan dapat mengalami masalah karena tindakan ini. Oleh karena itu, artikel ini memberikan perspektif yang kuat terhadap pentingnya memahami perbedaan anatomi antara laki-laki dan perempuan serta dampak kesehatan dari prosedur sunat.
Nabi Tidak Mengkhitankan Putrinya
Abu Dawud yang meriwayatkan hadis ini dengan jujur menyatakan bahwa hadis ini lemah karena ada seorang perawi yang tidak diketahui asal- usulnya (majhul). Terhadap hadis-hadis yang berkaitan dengan sunat Ibnu Munzhir sebagaimana dikuip oleh Ibnu Hajar al-Asqalani bahwa, "tidak ada satu pun hadis yang bisa dijadikan landasan hukum untuk persoalan sunat, dan tidak ada satupun sanadnya yang bisa diikuti".
Nabi Muhammad pun tidak mengsunatkan putrinya. Sunat Perempuan Menurut Muhammadiyah Praktek sunat perempuan telah menjadi kontroversi dengan berbagai pendapat ulama. Muhammadiyah memberikan pendapatnya tentang masalah ini melalui Majelis Tarjih dan Tajdid. Majelis Tarjih dengan tegas menyatakan bahwa sunat perempuan adalah tradisi yang tidak didasarkan pada bukti agama yang jelas dan bukanlah bagian dari tuntunan agama.
Pandangan ini berasal dari keyakinan bahwa hukum sunat perempuan tidak ada dalam ajaran Islam yang sebenarnya. Majelis Tarjih menekankan perbedaan dengan sunat laki-laki, yang memiliki dasar hukum yang jelas dari dalil agama. Sunat laki-laki disebutkan oleh dalil yang jelas, sedangkan sunat perempuan tidak.
Majelis Tarjih memutuskan bahwa perempuan tidak boleh. Keputusan ini dibuat setelah memikirkan manfaat dan madharat (kerugian) dari praktik ini. Muhammadiyah berkomitmen untuk menjaga martabat ajaran Islam dan melindungi perempuan dari praktik yang dianggap tidak didukung oleh nash (teks agama).
Kesimpulan
Berdasarkan kajian manfaat sunat, pelaksanaan sunat laki-laki sangat dianjurkan (masyru'), sementara untuk perempuan tidak dianjurkan.
Walaupun hanya bersifat simbolis atau tidak melukai tetap diskriminatif karena motivasinya menghilangkan dosa waris. Pelibatan semua pihak baik dari tokoh agama, adat dan juga pemerintah untuk pencegahan sunat perempuan.
Diperlukan upaya-upaya strategis seperti pelibatan lembaga riset termasuk kampus untuk melihat praktek sunat perempuan termasuk dampak dan juga pemulihan korban dengan penyiapan bahan sosialisasi yang mudah dipahami dan menekankan aspek dialog daripada menggurui.
Ika Sofia Rizqiani, Dosen Al Islam dan Kemuhammadiyahan di Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian UMMI dan Ketua Majelis Tabligh dan Ketarjihan Pimpinan Daerah Aisyiyah Kabupaten Sukabumi