TAAT UNTUK MASLAHAT
Seorang pria tampak berjalan di parkiran yang cukup luas menuju bangunan teduh berwarna krem dan biru. Terparkir rapi beberapa mobil dalam naungan rindangnya pepohonan di bawah langit cerah kota Melbourne, Australia pada awal Februari 2024 lalu. Ternyata pria tersebut merupakan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM RI Denny Indrayana.
Ia memang hendak menjemput sang buah hati yang bersekolah di Muhammadiyah Australia College (MAC) itu, sekolah Indonesia pertama di Negeri Kanguru. Guru Besar Hukum Tata Negara tersebut memang sudah lama tertarik dengan kiprah internasionalisasi pendidikan Muhammadiyah di Australia. Termasuk memahami bagaimana perjuangan dalam mendirikan sekolah serta kepatuhan terhadap hukum yang berlaku di sana.
Perjalanan mendirikan sekolah Muhammadiyah memang tidak mudah. Muhammed Edwars, Kepala MAC, menyatakan bahwa ide untuk mendirikan sekolah telah ada sejak lebih dari sedekade yang lalu. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Austalia bahkan sudah memperoleh properti di suatu lokasi, namun rencana tersebut terhambat karena izin perencanaan (planning permit) yang tidak kunjung diperoleh.
Selain modal yang tak sedikit, mendirikan sekolah di Benua Selatan itu perlu memenuhi berjibun standar kriteria. Seperti aspek keamanan, lalu lintas, kesehatan, keindahan, lingkungan yang asri, mendapatkan rekomendasi dari instansi pemadam kebakaran, hingga persetujuan dari masyarakat setempat dan lembaga adat Aborigin. Baru pada tahun 2020 Muhammadiyah berhasil mendapatkan sebuah bangunan yang sudah berbentuk sekolah sehingga dapat melanjutkan registrasi izin dan MAC pun terwujud.
Lelah dan kerja keras tersebut terbayar dengan antusiasme luar biasa dari masyarakat. Terbukti baru enam bulan beroperasi pada 2022, MAC sudah memiliki 50 murid. Hal yang sama terasa setahun sebelumnya saat Universiti Muhamadiyah Malaysia (UMAM) berdiri. Memiliki perguruan tinggi internasional di luar negeri bukan lagi wacana bagi Muhammadiyah. Meskipun secara internal persyarikatan pendirian universitas Muhammadiyah luar negeri sudah sejak lama dibahas.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan bahwa keberhasilan pendirian UMAM dicapai melalui usaha sejak tahun 2017. Artinya, proses ini dilakukan secara sungguh-sungguh oleh tim yang dibentuk oleh PP Muhammadiyah. Mulai dari mendirikan konsorsium UMAM hingga bekerja sama dengan beberapa pihak dari Malaysia.
UMAM merupakan tonggak baru dalam sejarah sebagai universitas Indonesia pertama yang didirikan di luar negeri. Ini merupakan bagian dari upaya untuk memperluas gerakan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan perguruan tinggi di kancah global. Haedar Nashir menegaskan bahwa proses turunnya izin UMAM ditempuh oleh Muhammadiyah sesuai dengan standar yang berlaku, baik administrasi Indonesia dan Malaysia. “Muhammadiyah sudah terbiasa objektif dan taat hukum. Tidak biasa dengan menerabas dan instan,” tegas Guru Besar Sosiologi UMY itu.
Selengkapnya dapat membeli Majalah Suara Muhammadiyah digital di sini Majalah SM Digital Edisi 18/2024