Sosialisasi Pencegahan Stunting dan Tuberculosis pada Anak
KUDUS, Suara Muhammadiyah - Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Nasional ke-59, Rumah Sakit ‘Aisyiyah Kudus menggelar Talkshow Transformasi Kesehatan Menuju Kudus Sehat pada Sabtu, 18 November 2023. Kegiatan yang digelar di ruang pertemuan lantai 2 Rumah Sakit ‘Aisyiyah Kudus ini dihadiri oleh BPH dan Direksi RSA, PDA Kudus, Djarum Foundation, dan perwakilan PCA se Kabupaten Kudus.
Talkshow dengan menghadirkan tiga pemateri, dr. Najib Budiwardoyo, Sp.OG., MARS., dr. Arif Faiza, Sp.A., CIMI, dan dr. Erna Sulfrida, Sp.A. Transformasi kesehatan merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan tujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Kudus melalui perubahan menyeluruh di bidang kesehatan, yang mencakup enam pilar: Transformasi layanan primer, transformasi layanan rujukan, transformasi sistem ketahanan kesehatan, transformasi sistem pembiayaan kesehatan, transformasi SDM kesehatan, serta transformasi teknologi kesehatan.
Menurut dr. Najib Budiwardoyo, Sp.OG., MARS. yang memaparkan materi Sosialisasi Pencegahan Stunting bahwa, “Angka stunting di Indonesia berhasil mengalami penurunan dari tahun 2021 ke 2022, yaitu dari 24,4% menjadi 21,6%. Meskipun mengalami penurunan, masih terdapat adanya kenaikan pada angka wasting dan underweight. Kekurangan gizi pada awal kehidupan berdampak terhadap kualitas SDM, diantaranya: gagal tumbuh, hambatan perkembangan kognitif dan motorik, serta gangguan metabolik pada usia dewasa. Hal ini akan mempengaruhi berat lahir rendah, kecil, pendek, kurus, berpengaruh pada perkembangan otak dan keberhasilan pendidikan, serta meningkatkan risiko penyakit tidak menular berupa diabetes, obesitas, stroke, dan penyakit jantung.”
Konsekuensi malnutrisi terjadi dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yang merupakan masa emas bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Semua organ dan sistem organ tubuh pada anak berkembang secara pesat. Masa kehamilan (9 bulan), awal kelahiran saat ASI Eksklusif (6 bulan), dan masa menyusui hingga usia 2 tahun (18 bulan).
Siklus stunting dapat terjadi dari ibu ke anak. Ibu yang mengalami stunting saat masih anak-anak akan berisiko lebih tinggi untuk melahirkan bayi dengan BBLR. Demikian juga bayi yang lahir dengan BBLR akan berisiko lebih tinggi untuk mengalami stunting di masa kanak-kanak. Upaya promotive dan preventif di hulu sama pentingnya dengan di hilir yang dilakukan sejak dini. Menjaga kesehatan umum dan reproduksi masa remaja secara optimal, dilanjutkan dengan meningkatkan kesadaran dan kemampuan calon pengantin (catin) dalam mempersiapkan kehamilan, pemberian pelayanan pada ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak. Upaya ini dilakukan untuk mencegah stunting dan meningkatkan kualitas hidup anak-anak Indonesia secara berkesinambungan.
Terjadinya stunting tidak dapat dilepaskan dari risiko anemia pada perempuan Indonesia. Anemia merupakan kondisi kekurangan zat besi dalam darah yang mengakibatkan berbagai masalah kesehatan, antara lain peningkatan risiko komplikasi kehamilan dan persalinan dan risiko stunting pada anak. Hasil Riskesdas (2018) bahwa anemia dialami oleh 48,9% perempuan hamil. Anemia terjadi karena defisiensi nutrisi yang sering ditemukan pada remaja dan perempuan (FIGO, Federation of International Gynecology and Obstetrics), yaitu kekurangan zat besi, Iodium, Asam Folat, Vitamin B12, Kalsium, dan Vitamin D. Hal ini menimbulkan risiko selama masa kehamilan dan menyusui.
Agar kebutuhan gizi bayi di 1000 Hari Pertama Kehidupan (Periode Emas) dapat dipenuhi sempurna, dapat dilakukan dengan: makan lebih banyak dan beraneka ragam lauk, sayur dan buah agar kebutuhan gizi janin terpenuhi, dan minum tablet tambah darah; jangan merokok, jangan minum soda, beralkohol, jangan jadikan mie instan sebagai makanan pokok, hindari makanan berpengawet, dan jangan minum obat tanpa resep dokter; ikuti kelas ibu hamil dan lakukan perawatan payudara; lakukan kunjugan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali selama masa kehamilan; rencanakan tempat persalinan dan bidan yang akan menolong; lakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD); berikan ASI secara eksklusif hingga usia 6 bulan;; setelah 6 bulan hingga 2 tahun, lanjutkan ASI dengan makanan tambahan pendamping ASI; menimbang bayi tiap bulan di Posyandu untuk memantau tumbuh kembangnya; berikan kapsul vitamin A dan imunisasi lengkap sesuai jadwal; dan cuci tangan menggunakan sabun dengan air mengalir sebelum memberi ASI dan menyiapkan MP ASI.
Materi talkshow kedua, Upaya Pencegahan Stunting di Masyarakat oleh dr. Arif Faiza, Sp.A., CIMI., yang menyampaikan, “Anak adalah seseorang yang sampai berusia 18 tahun, termasuk yang masih dalam kandungan. Kedudukan anak dalam Islam, yaitu sebagai Amanah dari Allah, anugerah dan nikmat, ujian dan cobaan, penerus garis keturunan, pelestari pahala orang tua, dan sebagai makhluk independent.”
Stunting adalah perawakan pendek yang disebabkan oleh kekurangan gizi jangka panjang atau malnutrisi kronik akibat asupan nutrisi yang tidak optimal dan kebutuhan nutrisi yang meningkat karena kondisi kesehatan suboptimal akibat penyakit. Malnutrisi dapat berupa defisiensi (kekurangan gizi), malnutrisi zat gizi mikro (kekurangan atau kelebihan vitamin, mineral) atau gizi lebih dan obesitas, dan ketidakseimbangan asupan energi dan gizi.
Stunting dapat berdampak jangka pendek (berupa angka kesakitan dan kematian meningkat, penurunan sistem kekebalan tubuh, dan peningkatan risiko infeksi) dan jangka Panjang (potensi kognitif dan kemampuan fisik yang akan mempengaruhi kapasitas kerja serta status sosial ekonomi, serta akumulasi lemah sentral dan resistensi insulin, yang berisiko mengalami penyakit degenerative, gangguan fungsi reproduksi saat dewasa).
Penyebab stunting antara lain faktor rumah tangga dan keluarga (factor maternal dan lingkungan rumah), pemberian MP ASI dan ASI tidak adekuat, serta dapat diakibatkan karena infeksi. Faktor maternal dapat berupa nutrisi yang buruk pada masa prekonsepsi, kehamilan dan laktasi, postur ibu yang pendek, infeksi, kehamilan pada remaja, kehamilan preterm, jarak antar kelahiran dekat, dan hipertensi. Lingkungan rumah yang dapat menyebabkan stunting yaitu stimulasi dan aktivitas anak tidak adekuat, pola pengasuhan yang buruk, suplai air dan sanitasi tidak adekuat, kerawanan pangan, alokasi makanan dalam rumah tangga tidak sesuai, tingkat pendidikan pengasuh yang rendah, tingkat kemakmuran rumah tangga, ayah dan ibu yang merokok, serta tingkat hunian tinggi.
Peran orang tua dalam menyediakan lingkungan dan faktor-faktor yang memenuhi tiga kebutuhan dasar anak: asuh, asih, dan asah. Hal ini meliputi kebutuhan fisik biomedik, nutrisi, sandang, papan, Kesehatan dasar termasuk imunisasi, hygiene dan sanitasi, kesegaran jasmani dan rekreasi (asuh). Kebutuhan emosional atau kasih sayang (asih), dan kebutuhan stimulasi mental psikososial, kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreativitas, agama, kepribadian, moral-etika, dan produktivitas (asah).
Langkah terbaik untuk penanganan stunting adalah deteksi dini dan upaya pencegahan sehingga tidak ada anak stunting yang baru. Pencegahan primer, anak normal mendapat asupan protein hewani adekuat (PMT talur dan susu di Posyandu), pencegahan sekunder dengan deteksi dini dan tata laksana segera terhadap gizi kurang/buruk (terapi nutrisi PKGK) di Puskesmas, dan pencegahan tersier dengan deteksi dini dan tata laksana segera terhadap stunting (terapi nutrisi PKMK) di Rumah Sakit. PMT susu dan telur setiap hari selama 2 bulan dapat mencegah stunting 62,8%, Pangan olahan untuk Keperlua Gizi Khusus (Pangan olahan untuk Diet Khusus) selama 9-11 hari dapat mencegah stunting pada penurunan berat badan, dan gizi kurang sebesar 63,1%.
Prinsip tatalaksana stunting dengan pemberian makan yang benar dan energi cukup, jadwal tidur teratur dengan waktu tidur malam mulai pukul 21.00 untuk mencapai tidur dalam (deep sleep) pada 23.00-03.00, dan olahraga atau aktivitas fisik teratur selama 30-60 menit, minimal 3-5 hari dalam sepekan.
Think Nutritioin First, FIGO. Pikirkan Gizi Dulu. Slogan ini diusung FIGO untuk meningkatkan kesadaran pentingnya gizi bagi kesehatan perempuan dan anak.
Tuberculosis pada Anak
Dalam pemaparan materinya, dr. Erna Sulfrida, Sp.A. menyampaikan, “Tuberkulosis yang oleh orang awam sering disebut dengan flek, merupakan penyakit menular, bukan penyakit keturunan. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri TB (Mycobacteriu tuberculosis). Seorang anak dapat terinfeksi TB dengan cara tertular dari penderita TB.”
Cara penularan TB melalui percikan air ludah yang masuk ke saluran napas, terutama mengenai paru-paru. Jika bakteri penyebab penyakit TB masuk tubuh, ada 3 (tiga) kemungkinan: (1) orang tersebut sehat, jika seluruh kuman TB dihilangkan dari tubuh oleh system pertahanan tubuh; (2) infeksi laten TB, jika kuman TB ada di dalam tubuh tetapi “dipagari” oleh sel-sel pertahanan tubuh, sehingga tidak menimbulkan penyakit. Kondisi ini disebut sebagai infeksi laten TB; (3) sakit TB, saat system pertahanan tubuh tidak mampu melawan kuman TB sehingga menimbulkan gejala TB. Kondisi ini disebut sebagai sakit TB.
Kuman TB dapat mengenai organ tubuh selain paru-paru seperti: pleura (selaput pembungkus paru-paru), kelenjar getah bening, abdomen (organ di perut), saluran genitourinaria (organ dan saluran kemih), kulit, sendi dan tulang, serta meninges (selaput otak). Faktor yang dapat meningkatkan risiko sakit TB pada anak antara lain: usia, kekebalan tubuh, dan kontak erat dengan pasien TB paru yang infeksius.
Gejala TB pada anak dapat berupa batuk berdahak selama 2 pekan, demam tanpa sebab yang jelas, aras-arasen, tidak seaktif biasanya, pembengkakan kelenjar getah bening di leher, dan berat badan turun atau menetap dalam waktu 2 bulan. Jika anak bergejala TB, segera bawa ke dokter, baik di praktik pribadi, rumah sakit, klinik, atau Puskesmas.
Investigasi atau pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter dengan uji tuberculin (Mantoux test) dan IGRA (Interferon Gamma Release Assays), foto Rontgen dada, dan pemeriksaan dahak. TB dapat disembuhkan dengan minum obat secara teratur dan tumtas dengan lama pengobatan, jika TB ringan selama 6 bulan, dan jika TB ekstraparu berat (TB otak, TB tulang) selama 12 bulan. Jika obat tidak diminum secara teratur atau putus berobat, penyakit akan bertambah parah bahkan dapat mengakibatkan kuman TB kebal obat, sehingga perlu obat lebih lama lagi dan lebih sulit pengobatannya.
Vaksin BCG diberikan untuk mencegah sakit TB, terutama TB yang berat. Banyak factor yang mempegaruhi keberhasilan vaksinasi. (WN Agustina).