PADANGSIDIMPUAN, Suara Muhammadiyah - Muhammadiyah Sumatera Utara, terkhusus Muhammadiyah Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel) berduka kehilangan seseorang yang dikenal sebagai salah seorang tokoh pendidikan yaitu Drs. H. Mansur Suaidi Siregar, MM. Beliau meninggal dunia pada Jum’at (21/7) pukul sebelas malam di kediamannya Jl. Perjuangan Blok I Kelurahan Bincar Padangsidimpuan.
Berdasarkan keterangan dari anak almarhum Ahmad Nazar Siregar, ST., yang saat itu tidak bersama almarhum karena berada dikediamanya yang berjarak lebih kurang 5 kilometer, bahwa kepergian beliau sangat tiba-tiba tanpa menunjukkan gejala sakit dan sebagainya. “Sekitar pukul 8 malam, setelah sholat Isya, menurut keterangan ibu saya, pada saat itu beliau bertiga dengan adik ipar perempuan. Pada saat duduk di ruang tamu tiba-tiba almarhum memanggil ibu saya, karena katanya tangannya kaku, kemudian seluruh badannya juga ikut kaku, lalu saya di telefon dan langsung kami bawa ke rumah sakit, dan ternyata saat di UGD sekitar pukul 11 malam, ayah kami dinyatakan meninggal”, ucapnya lirih.
Sambil berurai air mata, Nazar menceritakan kenangannya saat bersama almarhum semasa hidupnya. “Ayah kami orangnya tegas, tapi juga penyayang. Dia selalu menempatkan posisi dia bukan sebagai ayah, tapi lebih semacam teman, yang selalu menemani, menasehati dan juga mendengar keluhan kami dan memberi solusi pada setiap masalah yang kami hadapi”, ceritanya.
Nazar kemudian teringat kembali kata-kata almarhum yang sampai saat ini sangat membekas dan selalu diingatnya sebagai sebuah pegangan dalam menjalani kehidupan. “Ayah pernah berkata “Berbuat baik dengan orang tanpa pandang bulu, dan jangan berharap balasan darinya. Biarkan Allah yang membalasnya”. Dan itu yang kami anak-anaknya pegang teguh sampai sekarang ini”, ucapnya.
Karena usaha keras dari ayahnya dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya agar menjadi “orang”, kini anak-anaknya telah berhasil berkarir menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), Dokter dan Perawat. Nazar merupakan anak tertua dari empat bersaudara yang ditinggalkan oleh almarhum. Ketiga adik Nazar adalah dr. Rais Fadhlan Siregar, dr. Barry Winaldi Siregar, dan Ikke Bena Lestina, S.KM., M.KM.
Tokoh Perubahan dan Pendidikan
Selama masa hidupnya, almarhum dikenal aktif dalam aktifitas Muhammadiyah, Akademisi dan juga sebagai jurnalis di salah satu media massa. Beliau bahkan dikenal sebagai salah seorang tokoh perubahan dan tokoh pendidikan, khususnya di wilayah Tabagsel.
Menurut penuturan dari Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Tapanuli Selatan (PDM Tapsel) Dr. Lazuardi, MA., almarhum yang tercatat pernah menjabat sebagai wakil ketua PDM Tapsel beberapa priode adalah sosok yang Energik dan amat semangat apalagi pada saat memberi motivasi di forum kader dan ortom dalam setiap event penting persyarikatan. “Kami merasa kehilangan, salah seorang sosok guru, pemandu, abang dan bapak di Muhammadiyah. Banyak kata2 beliau yg masih kita ingat, salah satunya “Aha do guna na ho disi” (apa gunanya kamu disitu) , (artinya) ingin mengatakan agar kader yg menempati pos tertentu, memberi manfaat bagi Muhammadiyah”, ceritanya.
Lazuardi juga mengungkapkan sisi lain dari almarhum yaitu tingkahnya yang kocak dan penuh canda, sehingga terkadang acara yg formal dan kaku karena beliau berubah menjadi suasana informal. “Semoga cita-cita beliau dapat diwujudkan kader berikutnya dan kebersamaan selama ini dengan beliau menjadi amal Ibadah. Selamat jalan abang, bentar lagi kami akan menyusul”, tutupnya.
Sedangkan peran almarhum dalam dunia akademisi adalah menjadi seorang dosen dan pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan (UM Tapsel) untuk periode tahun 2000-2005. Selama menjabat sebagai Rektor UM Tapsel, banyak yang telah beliau lakukan dalam hal membangun fisik kampus maupun dunia pendidikan terutama di kalangan Muhammadiyah.
Seperti apa yang disampaikan oleh Rektor UM Tapsel Muhammad Darwis, M.Pd., mengenai peran almarhum semenjak menjabat rektor pada masa lalu, salah satu ciri khasnya adalah banyak memberikan kepercayaan kepada bawahannya. “Kalau amanah sudah beliau amanahkan kepada seseorang, maka beliau akan meminta pertanggungjawaban dari si pemegang amanah tersebut. “Aha do gunana ubaen ko disi, anggo lek au do mamikirkonna” (apa gunanya aku tempatkan kau di situ, kalau tetap aku yang memikirkannya).ini yg sering beliau ucapkan dalam rangka mempertanggungjawabkan apa yg sudah kita terima”, serunya.
Almarhum Mansur Suadi juga dikenal sebagai jurnalis yang tanggung di masanya. Ia pernah menjadi jurnalis Harian Mercu Suar di Medan bersama Bersihar Lubis dan Syaiful Hadi JL. ” Mansur Suadi sangat produktif menulis, khususnya untuk laporan dari kawasan Tabagsel. Semoga Allah menerima amal ibadahnya dan menjadikannya contoh yang baik bagi generasi muda Muhamnmadiyah di Tabagsel,” kata Syaiful Hadi. (Arifana/Syaifulh/Riz)