YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyelenggarakan Pengajian Ramadhan yang memasuki materi 3 dengan tema “Pengembangan Wasathiyah Islam Berkemajuan: Tinjauan Ideologis” di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Senin (4/3).
Acara ini menghadirkan tiga narasumber yaitu Muhammad Rofiq Muzakkir, Lc, MA, PhD; Prof Dr Casmini, MSi; dan Dr Phil Ahmad Norma Permata, MA. Diskusi mengulas strategi penguatan Islam Wasathiyah berbasis metodologi, historis, dan kontribusi kawasan Asia Tenggara dalam peradaban Islam.
Muhammad Rofiq Muzakkir, Sekretaris Majelis Tarjid dan Tajdid PP Muhammadiyah, menekankan bahwa wasathiyyah (moderasi) dalam Muhammadiyah lahir dari kemampuan memahami sumber ajaran Islam (nas), tradisi intelektual (turas), dan kemodernan secara proporsional. “Wasathiyyah tidak sekadar sikap, tetapi memerlukan metodologi kokoh,” tegas akademisi UMY tersebut.
Menurut Rofiq, interaksi dengan turas memerlukan dua langkah seperti ekskavasi (menggali nilai-nilai otentik) dan kontekstualisasi (menyesuaikan dengan realitas kekinian). Sementara dalam menghadapi kemodernan, diperlukan transplantasi (memindahkan pengetahuan modern ke konteks Islam), dekolonisasi (membersihkan dari bias kolonial), dan orientasi masa depan (membangun visi progresif).
“Gerakan wasathiyyah harus mampu membaca nas tanpa mengabaikan rasionalitas, membaca turas secara optimis, dan mengkritisi modernitas dengan visi ke depan. Tiga entitas ini harus digabungkan secara seimbang,” ujarnya.
Narasumber selanjutnya, Prof Dr Casmini menguraikan peran historis Muhammadiyah dalam berbangsa dan bernegara. Ia mengutip konsep Darul Ahdi wa Syahadah yang ditetapkan dalam Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makassar. Konsep ini menegaskan Indonesia sebagai negara hasil konsensus (Darul Ahdi) dan ruang berkontribusi nyata bagi kemajuan bangsa (Asy Syahadah).
Casmini juga menyoroti pemikiran KH Ahmad Dahlan yang diinspirasi karya Omid Safi dalam Progressive Muslim (2003). Menurutnya, Islam Berkemajuan Muhammadiyah memiliki empat karakter 1) Beyond apologetics – tidak terjebak pada pembelaan sempit; 2) Relevan dengan konteks Indonesia; 3) Melampaui toleransi menuju penghormatan aktif; 4) Bukan sekadar agama damai, tetapi pembawa keadilan dan anti segala bentuk penindasan.
“Islam Berkemajuan adalah gerakan yang menolak diskriminasi, kekerasan, korupsi, dan perusakan lingkungan. Ini adalah Islam yang dinamis, memayungi keragaman, dan mengutamakan kemaslahatan umat manusia,” tegas Casmini.
Sementara itu, Dr Phil Ahmad Norma Permata mengangkat posisi unik Muslim Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dalam peta peradaban Islam global. Menurutnya, kawasan ini mewariskan tradisi moderasi dan harmoni yang menjadi solusi bagi tantangan global.
Jika Muslim Arab mewariskan bahasa sebagai pemersatu dunia Islam, Muslim Persia mewariskan khazanah ilmu pengetahuan zaman keemasan Islam, Muslim Turki mewariskan tradisi militer dan konstitusionalisme, maka Muslim Asia Tenggara mewariskan sikap moderat dan tradisi harmoni.
Ia mencontohkan KH Ahmad Dahlan yang meski belajar di Timur Tengah, berhasil membangun Muhammadiyah sebagai gerakan pemurnian agama yang adaptif dengan budaya lokal. Muhammadiyah lahir sebagai respons atas masalah sosial dengan strategi khas: gerakan sosial berbasis kelas menengah, kooperatif dengan pemerintah, dan berorientasi pada perubahan sistematis. (Riz)