Zakat Infak Shadaqah untuk Persyarikatan

Suara Muhammadiyah

Penulis

1
558
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Zakat Infak Shadaqah untuk Persyarikatan

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Kami ingin menanyakan penggunaan uang hasil ZIS untuk kepentingan pra sarana dakwah, anak asuh (yatim dan duafa) dan pendidikan (TK Aisyiyah). Mohon penjelasan Tarjih PP Muhammadiyah dengan pertanyaan: 

Kami ingin membeli tanah untuk perluasan gedung untuk pra sarana dakwah, anak asuh (yatim dan duafa) dan sekolah TK Aisyiyah. Bolehkan uang PRM dari ZIS untuk membeli tanah untuk kepentingan tersebut ?

Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Muhammad Koderi, Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pejaten Timur. (disidangkan pada Jum‘at, 4 Jumadal Tsaniyah 1438 H / 3 Maret 2017 M)

Jawaban:

Wa ‘alaikumus salam wr. wb.

Terima kasih kami ucapkan atas kepercayaan saudara kepada kami untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Perlu kami sampaikan terlebih dahulu bahwa pada rubrik Tanya Jawab Agama Majalah Suara Muhammadiyah nomor 7 tahun 2010 pernah dibahas tentang zakat maal untuk pembangunan dan pada nomor 6 tahun 2013 pernah dibahas tentang dana zakat untuk Persyarikatan. Silakan saudara membaca kedua edisi Majalah SM tersebut. Namun demikian, meskipun pertanyaan saudara sangat mirip dengan pertanyaan pada kedua rubrik Tanya Jawab Agama di atas, tidak ada salahnya jika kembali kami ulas di sini secara ringkas.

Tentang uang hasil ZIS (zakat, infaq dan sedekah), perlu dijelaskan bahwa zakat, dalam hal ini zakat maal, adalah kewajiban menyerahkan sebagian tertentu dari harta kekayaan yang telah mencapai jumlah tertentu kepada yang berhak sesuai dengan ketentuan syarak (Keputusan Muktamar Tarjih XX di Garut tahun 1976).

Adapun infaq adalah mengeluarkan harta (materiil) dengan jumlah dan waktu yang tidak ditentukan serta hukumnya sunnah. Sedangkan sedekah adalah mengeluarkan harta (materiil maupun non materiil) yang hukumnya sunnah. Contoh harta non materiil adalah senyum, menyingkirkan batu/paku di tengah jalan, dan lain sebagainya. Pengertian infak sebenarnya sama dengan pengertian sedekah, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Hanya saja, jika infaq hanya berkaitan dengan harta yang bersifat materiil, maka sedekah memiliki arti lebih luas, menyangkut harta yang bersifat materiil dan non materiil. (Rubrik Tanya Jawab Agama Majalah SM nomor 10 tahun 2014). Dalam al-Qur’an juga didapati istilah infaq wajib, dalam arti memberikan nafkah pada keluarga [QS. ath-Thalaq (65): 7].

Sementara istilah sedekah di dalam al-Qur’an digunakan juga untuk maksud zakat [QS. at-Taubah (9): 60 dan 103] (Rubrik Tanya Jawab Agama Majalah SM nomor 12 tahun 2009). 

Siapa sajakah yang berhak menerima zakat (maal)? Di dalam al-Qur'an telah dijelaskan, yaitu: orang fakir, orang miskin, pengurus (amil) zakat, para muallaf, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang dililit utang, fi sabilillah (untuk jalan Allah), dan orang yang sedang dalam perjalanan.

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِّنَ اللهِ ۗ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ [التوبة، ٩ :٦٠] 

Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana [QS. at-Taubah (9): 60].  

Lafal سَبِيلِ اللهِ (sabilillah) dalam ayat di atas merupakan tarkib (susunan) idafi, yakni tersusun dari lafal سَبِيلِ (sabil), sebagai mudhaf yang diidhafahkan dengan lafal jalalah اللهِ (Allah), sebagai mudhaf ilaih. Lafal mufrad (bentuk tungggal) yaitu lafal سَبِيلِ yang dima’rifatkan dengan menggunakan tarkib idhafi adalah salah satu dari bentuk lafal ‘aam, artinya lafal yang menunjukkan arti umum. Lafal ‘aam sepanjang tidak ada dalil yang mentakhsis (memberikan arti khusus) harus diamalkan secara umum. Oleh karena itu, lafal سَبِيلِ اللهِ pada ayat di atas lebih tepat jika diartikan secara umum, yakni semua jalan atau upaya untuk mewujudkan ajaran-ajaran Islam dapat dimasukkan dalam kandungan arti sabilillah. Oleh karena itu, dalam kapasitasnya sebagai sabilillah, dapat menerima bagian zakat (Tanya Jawab Agama jilid 5, hlm. 100).

Sebagaimana pula dikutip dari Hukum Zakat karya Yusuf al-Qardhawi, mengenai سَبِيلِ اللهِ terdapat ulama yang meluaskan artinya, yaitu tidak khusus pada jihad dan yang berhubungan dengannya, melainkan diartikan sebagai semua hal yang mencakup kemaslahatan, taqarrub dan perbuatan-perbuatan baik, sesuai dengan penerapan asal dari kalimat tersebut.

Demikian pula halnya dengan infak dan sedekah, ia dapat disalurkan untuk lembaga maupun organisasi yang bergerak dalam bidang keagamaan (dakwah Islam), karena termasuk dalam kategori sabilillah. Dasarnya adalah,

وَأَنفِقُوا فِي سَبِيلِ اللهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ [البقرة، 2: 195].

Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik [QS. al-Baqarah (2): 195].

Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan banyak mendapat kepercayaan dari masyarakat untuk mengelola zakat, infak dan sedekah yang mereka bayarkan. Muhammadiyah telah memiliki lembaga amil zakat, infak dan sedekah yang dikenal dengan nama Lazismu. Pimpinan Ranting Muhammadiyah dalam hal ini dapat membuka Kantor Layanan Lazismu. Lazismu bertugas menghimpun, mengelola dan menyalurkan zakat, infak dan sedekah tersebut kepada yang berhak menerimanya, di antaranya adalah untuk Lazismu sendiri sebagai amil maksimal 1/8 atau 12,5% dari dana zakat sebagaimana yang terdapat di dalam Peraturan Badan Amil Zakat Nasional Nomor 1 tahun 2016 pasal 8 ayat 1, yang digunakan untuk biaya operasional kantor dan lain-lain, serta untuk sabilillah. Sarana dan pra sarana dakwah, program anak asuh dan Amal Usaha Muhammadiyah, termasuk TK Aisyiyah di dalamnya, dapat digolongkan termasuk sabilillah sehingga dapat memperoleh hak atau bagian dari dana zakat, infak dan sedekah.

Wallahu a‘lam bish-shawab.

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM No 24 Tahun 2018 dengan judul ZIS untuk Persyarikatan dan Jual Beli Tanah Bekas Kuburan


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Tanya Jawab Agama

Sikap Terhadap Ghibah Atau Kebohongan Pertanyaan: Assalamu ‘alaikum Pak Ustadz, saya mau ber....

Suara Muhammadiyah

26 August 2024

Tanya Jawab Agama

Hukum Jual Beli Tanah Bekas Kuburan Pertanyaan: Assalamu ‘alaikum wr. wb. Bolehkah membeli ....

Suara Muhammadiyah

29 August 2024

Tanya Jawab Agama

Hukum Berhaji dengan Visa Nonhaji, Murūr di Muzdalifah dan Tanāzul di Mina Majelis Tarjih dan Taj....

Suara Muhammadiyah

13 June 2024

Tanya Jawab Agama

Hukum Meninggalkan Shalat Jum‘at Karena Pekerjaan Pertanyaan: Assalamu ‘alaikum wr. wb....

Suara Muhammadiyah

29 August 2024

Tanya Jawab Agama

Satu Sapi Untuk Lebih dari Tujuh Orang, Kurban atau Sedekah Biasa? Pertanyaan:  Assalamu &lsq....

Suara Muhammadiyah

31 May 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah