Doa Setelah Shalat Jenazah dan Bacaan Shalawat Sebelum Azan

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
60
Foto AMAA Muslim Cemetery

Foto AMAA Muslim Cemetery

Doa Setelah Shalat Jenazah dan Bacaan Shalawat Sebelum Azan

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wr.wb.

Kepada Tim Fatwa Majelis Tarjih, saya ingin bertanya,

1.      Adakah tuntunan doa setelah shalat jenazah?

2.      Kapankah dimulainya bacaan salawat sebelum azan?

Terima kasih

Wassalamu ‘alaikum wr.wb.

Samin S.Pd.I., M.Pd.I. (Disidangkan pada Jum’at, 6 Rabiulakhir 1443 H/10 Desember 2021 M)

Jawaban:

Terima kasih kami ucapkan kepada Saudara atas pertanyaan yang diajukan. Berikut ini kami sampaikan jawabannya.

1.      Doa setelah shalat jenazah

Masalah yang sama dengan hal ini, sebelumnya sudah pernah ditanyakan dan telah dijawab oleh Tim Fatwa serta telah dimuat dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 2 halaman 104. Silakan Saudara memeriksa buku tersebut. Namun, secara ringkas akan kami jawab kembali persoalan tersebut.

Hal yang pokok dalam shalat jenazah adalah mendoakan jenazah sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw. Kalau sesudah selesai shalat jenazah kemudian masih mendoakan jenazah lagi, tidak ada tuntunan khusus yang terdapat dalam hadits mengenai hal itu, kecuali nanti kalau jenazah sudah dikubur.

Tetapi apabila doa itu dimaknai umum, bukan khusus doa setelah shalat jenazah, maka itu boleh saja dilakukan karena doa tidak termasuk ibadah mahdah seperti shalat jenazah. Yang tidak boleh adalah apabila dikatakan bahwa doa setelah shalat jenazah itu wajib dilakukan.

Adapun salah satu doa umum dalam mendoakan jenazah sebagaimana yang terdapat dalam HPT Jilid 1 antara lain adalah,

اللهم اغْفِرْلِ ... وَارْفَعْ رَحْمَتَهُ فِى المُهْدِيِّيْنَ، وَافْسَحْ لَهُ فِى قَبْرِهِ، وَ نَوٍِرْ لَهُ فِيْهِ، وَاخْلُفْهُ فِى عَقِبِهِ

Ya Allah, berilah ampunan kepada ... (sebut namanya) dan angkatlah derajatnya dalam golongan orang yang saleh (mendapat petunjuk), lapangkanlah dalam kuburnya dan berilah penerangan di dalamnya serta berilah gantinya pada sesudahnya.

2.      Salawat sebelum azan

Sebelumnya perlu kami paparkan tentang azan itu sendiri. Azan merupakan bagian dari ibadah dan hukum asal ibadah adalah tidak boleh dilakukan sampai ada dalil yang mensyariatkannya. Azan memiliki lafal yang sudah ditentukan dan tidak dapat diubah, ditambah, ataupun dikurangi oleh seorang muazin, kecuali dalam keadaan darurat yang sudah ditunjukkan oleh dalil. Sedangkan tentang salawat telah dijelaskan dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 6, pada Bab Salawat dan Kitab Barzanji, bahwa salawat menurut pandangan Muhammadiyah adalah doa, memberi berkah, dan ibadah. Salawat Allah kepada hambanya dibagi menjadi dua, yaitu salawat khusus yang ditujukan untuk para Nabi dan Rasul, terkhusus kembali untuk Nabi Muhammad saw, dan juga salawat umum yang ditujukan untuk seluruh hamba-Nya yang beriman. Adapun perintah untuk bersalawat ditunjukkan oleh firman Allah,

إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا [الأحزاب، 33: 56].

Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Wahai orang orang yang beriman! Bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya [Q.S. al-Ahzab (33): 56].

Hukum membaca salawat Nabi menurut Majelis Tarjih dan Tajdid terbagi menjadi dua, yaitu wajib ketika dibaca di dalam shalat dan sunah ketika dibaca di luar shalat (dipublikasikan oleh Suara Muhammadiyah pada 21 Oktober 2021 dalam tautan https://suaramuhammadiyah.id/2021/10/21/selawat-nabi-menurut-majelis-tarjih/).

Adapun lafal salawat yang diajarkan adalah sebagaimana yang terdapat dalam hadits berikut, 

عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قِيلَ يَا رَسُولَ اللهِ أَمَّا السَّلَامُ عَلَيْكَ فَقَدْ عَرَفْنَاهُ فَكَيْفَ الصَّلَاةُ عَلَيْكَ قَالَ قُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ [رواه البخاري].

Dari Ka'ab bin 'Ujrah radliallahu 'anhu ketika dikatakan; Wahai Rasulullah, kami telah mengetahui salam kepadamu, lalu bagaimanakah caranya bershalawat kepadamu? Beliau menjawab: Ucapkanlah; Allahumma shalli 'alaa Muhammad wa 'alaa aali Muhammad kamaa shallaita 'alaa aalii Ibraahima innaka hamiidum majiid. Allaahumma baarik 'alaa Muhammad wa 'alaa aali Muhammad kamaa baarakta 'alaa 'aali Ibrahiima innaka hamiidum majiid." (HR. al Bukhari, 4423)

Secara umum membaca salawat di luar shalat tidak memiliki pengkhususan waktu, hanya saja ditemukan hadits tentang adab Bilal bin Rabbah yang membaca salawat sebelum azan, yang diriwayatkan oleh at-Tabrani dalam Mu’jam al-Ausath,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ بِلَالٌ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُقِيمَ الصَّلَاةَ قَالَ: السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، الصَّلَاةُ رَحِمَكَ اللهُ. لَمْ يَرْوِ هَذَا الْحَدِيثُ عَنْ كَامِلٌ إِلَّا عَبْدَ اللهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُغِيْرَةِ [رواه الطبرني].

Dari Abu Hurairah (diriwayatkan), ia berkata: Ketika Bilal akan mendirikan shalat (ditafsirkan ketika akan azan), Bilal berkata (bersalawat dengan kalimat): Keselamatan untukmu wahai Nabi Muhammad saw dan rahmat serta kasih sayang Allah. Kita akan shalat, semoga Allah merahmatimu. Tidak ada periwayatan hadits ini dari Kamil kecuali Abdullah bin Muhammad bin al-Mugirah [H.R. at-Tabrani: 8910].

Setelah melalui proses takhrijul-hadits melalui aplikasi Maktabah Syamilah, diketahui bahwa hadits tersebut tergolong sebagai hadits daif, yang menurut Imam Ahmad bin Hanbal dari Yahya bin Muin, hadits tersebut berkedudukan la ba’sa bih (tidak bermasalah, namun belum bisa masuk dalam kategori hadits hasan). Sedangkan menurut al-Haitsami, termasuk hadits yang bermasalah, karena di dalam rangkaian sanadnya terdapat seorang perawi yang bernama Abdullah ibn Muhammad ibn al-Mugirah, seorang yang berasal dari Kufah dan pernah menetap di Mesir selama beberapa saat yang dianggap lemah oleh para kritikus hadits. Di sisi lain, kami juga menemukan keutamaan membaca salawat di antara azan dan iqamah, yaitu hadits riwayat Ahmad, no. 14092, pada bab Musnad Jabir bin Abdullah r.a.,

عَنْ جَابِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَالَ حِينَ يُنَادِي الْمُنَادِي اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَارْضَ عَنْهُ رِضًا لَا تَسْخَطُ بَعْدَهُ اسْتَجَابَ اللهُ لَهُ دَعْوَتَهُ [رواه أحمد].

Dari Jabir (diriwayatkan) bahwa Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang berdoa setelah muazin mengumandangkan azan, Ya Allah Rabb pemilik panggilan yang sempurna ini, shalat akan ditegakkan, bersalawatlah atas Muhammad dan dan ridailah terhadapnya dan janganlah Engkau murka setelahnya, maka Allah akan memenuhi doanya [H.R. Ahmad, 14092].

Setelah melalui proses takhrujul-hadits melalui aplikasi Maktabah Syamilah, diketahui bahwa hadits tersebut tergolong sebagai hadits sahih, yang dengannya maka pengamalan bersalawat di antara azan dan iqamah boleh dilaksanakan. Pada dasarnya hadits daif juga boleh diamalkan jika redaksi dan makna hadits tidak menyelisihi dalil lain yang lebih kuat, terdapat hadits lain yang menguatkan, dan juga berkaitan dengan afdalul amal (keutamaan suatu amalan). Namun dengan melihat adanya dua hadits ini, hemat kami anjuran yang lebih ditekankan adalah salawat di antara azan dan iqamah.

Akan tetapi, berkaitan dengan hadits Bilal di atas belum bisa dijadikan dalil bolehnya bersalawat sebelum azan, yang kemudian dilantunkan oleh muazin tepat sebelum  azan. Hal ini dikarenakan belum ditemukannya dalil lain yang menguatkan hadits tersebut. Oleh karena itu, jika seorang muslim ingin bersalawat sebelum azan, maka salawat tersebut diniatkan dan dilantunkan untuk mengisi waktu sebelum azan dengan perbuatan baik dan juga diberikan jeda setelah selesai membaca salawat sebelum mengumandangkan azan, sebab dikhawatirkan nantinya salawat tersebut menjadi lafal tambahan dalam azan, adahal azan merupakan perkara ‘ubudiyyah.

Berkaitan dengan pertanyaan saudara tentang kapan dimulainya salawat sebelum azan, maka dapat kami simpulkan sebagai berikut,

1.      Salawat yang dibaca di luar shalat berhukum sunah dan tidak memiliki ketentuan waktu. Hendaknya, salawat yang dilantunkan memiliki jeda waktu sebelum mengumandangkan azan.

2.      Hendaknya salawat yang dilantunkan adalah salawat yang sudah diajarkan dalam Al-Qur’an maupun hadits sahih lagi makbul yang ada.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM No 07 Tahun 2022


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Tanya Jawab Agama

Satu Sapi Untuk Lebih dari Tujuh Orang, Kurban atau Sedekah Biasa? Pertanyaan:  Assalamu &lsq....

Suara Muhammadiyah

31 May 2024

Tanya Jawab Agama

Tumakninah dan Mengganti Shalat Sunah Pertanyaan:  Assalamu ‘alaikum wr.wb. Perkenalka....

Suara Muhammadiyah

6 March 2024

Tanya Jawab Agama

Penggunaan Sisa Dana Bantuan Operasional Sekolah Pertanyaan: Assalaamu ‘alaikum wr.wb. Saya....

Suara Muhammadiyah

4 October 2023

Tanya Jawab Agama

Pernikahan Anak Hasil Zina Pertanyaan: Setelah pernikahan anaknya lebih dari 5 tahun, ibu (mertua)....

Suara Muhammadiyah

4 October 2024

Tanya Jawab Agama

Guru Non Muslim Mengajar di Sekolah Muhammadiyah Tidak Berbusana Muslimah Pertanyaan: Assalamu &ls....

Suara Muhammadiyah

26 October 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah