Adam dalam Al-Qur`an dan Alkitab (Serial Para Nabi)
Oleh : Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Tulisan ini membahas tentang nabi-nabi dalam Alkitab dan Al-Qur`an, dengan fokus pada kisah Nabi Adam, nabi pertama kita. Ternyata, terdapat banyak kesamaan menarik antara kisah Adam dalam kedua kitab suci tersebut.
Persamaan utama dalam kedua kisah tersebut adalah: Tuhan menciptakan Adam dan pasangannya, menempatkan mereka di sebuah taman indah. Namun, mereka melanggar perintah Tuhan dan akhirnya diusir dari taman tersebut.
Mereka kemudian menjadi nenek moyang seluruh umat manusia. Kisah Adam ini menjadi pengingat abadi bagi kita tentang pentingnya melawan godaan dan menjalani hidup sesuai kehendak Tuhan, agar kita bisa kembali ke taman sejati, yaitu surga.
Selanjutnya, mari kita telusuri perbedaan-perbedaan menarik antara kedua kisah tersebut. Dalam Alkitab, kisah penciptaan dimulai dengan kitab Kejadian. Pasal pertama menggambarkan proses penciptaan alam semesta, dari langit dan bumi hingga pada hari keenam, diciptakanlah Adam.
Kejadian pasal kedua memberikan detail lebih lanjut tentang penciptaan manusia. Dikisahkan bahwa Tuhan menciptakan Adam, namun Adam merasa kesepian. Tuhan kemudian menciptakan berbagai hewan, tetapi Adam tetap tidak menemukan kebahagiaan. Akhirnya, Tuhan menidurkan Adam dan mengambil salah satu tulang rusuknya untuk menciptakan pasangannya, yang kemudian dikenal sebagai Hawa.
Nama Hawa sendiri memiliki makna "yang hidup", karena ia akan menjadi ibu dari semua manusia. Narasi berlanjut ke Kejadian pasal ketiga, di mana Tuhan memberi Adam dan Hawa kebebasan untuk menikmati segala sesuatu di taman Eden, kecuali satu pohon terlarang, yaitu pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.
Namun, godaan datang dalam bentuk ular, makhluk paling cerdik di antara semua binatang. Ular itu merayu Hawa dengan mempertanyakan perintah Tuhan, membuatnya tergoda untuk memakan buah terlarang.
Hawa pun terbujuk dan kemudian mengajak Adam untuk ikut memakannya. Ketika Tuhan datang mencari mereka, Adam merasa malu dan bersembunyi. Tuhan bertanya apakah Adam telah melanggar perintah-Nya. Alih-alih mengakui kesalahannya, Adam malah menyalahkan Hawa.
Akibat perbuatan mereka, Tuhan memberikan konsekuensi bagi keduanya. Hawa akan mengalami rasa sakit saat melahirkan, namun tetap memiliki keinginan kuat terhadap suaminya. Adam harus bekerja keras mencari nafkah, berjuang di tengah kesulitan dan tantangan hidup.
Kisah Adam dan Hawa dalam Perjanjian Lama seolah terlupakan, namun Perjanjian Baru mengangkatnya kembali sebagai fondasi penting dalam teologi Kristen.
Paulus, khususnya dalam suratnya kepada jemaat di Galatia, menekankan konsep dosa asal yang diturunkan dari Adam kepada seluruh umat manusia. Penebusan dosa ini hanya mungkin melalui pengorbanan Yesus, "Adam kedua", yang wafat di kayu salib untuk menyelamatkan manusia. Konsep dosa asal dan penebusan ini menjadi inti teologi Kristen, terutama dalam pandangan Paulus.
Namun, bagaimana Al-Qur`an memandang kisah Adam dan Hawa? Narasi Al-Qur`an memiliki perspektif yang berbeda. Meskipun mengambil banyak tema serupa, Al-Qur`an menawarkan pandangan unik tentang kisah ini. Dalam Surah Taha ayat 119, disebutkan bahwa meskipun Adam melanggar perintah Tuhan, ia mendapatkan ampunan, pilihan, dan bimbingan dari-Nya.
Dalam pandangan Islam, Adam dipandang sebagai seorang nabi karena menerima petunjuk langsung dari Tuhan, yang kemudian diteruskan kepada keturunannya. Ini berbeda dengan konsep dosa asal dalam Kristen, di mana kesalahan Adam diwariskan kepada seluruh umat manusia.
Al-Qur`an menekankan bahwa setiap individu bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri. Tuhan Maha Pengampun, sehingga kita tidak memerlukan perantara untuk memohon ampunan, melainkan langsung berdoa kepada-Nya.
Permohonan ampun kepada Tuhan memang bukan hal yang eksklusif dalam Islam, namun dalam narasi Al-Qur`an, hal ini berkaitan erat dengan kisah Adam. Tidak ada konsep dosa asal, dan hal ini akan bertentangan dengan ajaran Islam.
Dalam Al-Qur`an, Adam dan Hawa segera menyadari kesalahan mereka dan memohon ampunan kepada Tuhan. Tuhan pun memberikan bimbingan tentang cara berdoa dan memohon ampun.
Dalam Al-Qur`an, doa atau permohonan ampun Adam dan Hawa setelah melakukan kesalahan terabadikan dalam Surah Al-A'raf ayat 23. Doa ini masih dipanjatkan oleh umat Islam hingga kini, menunjukkan pentingnya mengakui kesalahan dan memohon ampunan kepada Tuhan.
Uniknya, Al-Qur`an tidak menggambarkan Hawa sebagai pihak pertama yang tergoda dan kemudian menggoda Adam, seperti dalam narasi Alkitab. Sebaliknya, Al-Qur`an
menyebutkan bahwa Iblis, bukan ular, yang membisikkan godaan kepada keduanya. Al-Qur`an juga tidak secara khusus menyalahkan Hawa atas ketidaktaatan tersebut. Hanya Adam yang disebutkan secara eksplisit melanggar perintah Tuhan.
Hal ini mungkin menunjukkan upaya Al-Qur`an untuk meluruskan pandangan yang merendahkan perempuan, yang sering dikaitkan dengan kisah Hawa sebagai penggoda pertama. Sayangnya, pandangan merendahkan terhadap perempuan masih ada hingga kini, bahkan di kalangan cendekiawan Muslim. Istilah "putri Hawa" sendiri bisa bermakna mulia, namun seringkali digunakan untuk merendahkan kaum perempuan. Beberapa hadits juga mengadopsi narasi Alkitab tentang penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam yang bengkok, yang kemudian diinterpretasikan secara keliru untuk merendahkan perempuan. Sebagai umat Muslim, penting bagi kita untuk memahami kisah-kisah ini dengan benar dan tidak mencampuradukkannya. Kita harus menyelaraskan pengetahuan dari wahyu sebelumnya dengan Al-Qur`an, dan tentu saja, Al-Qur`an tidak pernah membenarkan pandangan yang merendahkan perempuan.
Lalu, bagaimana dengan hukuman yang diterima Adam dan Hawa setelah melakukan dosa? Al-Qur`an menjelaskan bahwa Tuhan mengampuni dan membimbing mereka, bahkan mengajarkan cara berdoa. Tidak ada hukuman jangka panjang yang disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur`an.
Di kalangan ulama Muslim, terdapat perbedaan pendapat mengenai lokasi taman tempat Adam dan Hawa pertama kali tinggal. Sebagian berpendapat bahwa taman tersebut adalah surga di akhirat, sehingga diturunkannya mereka ke bumi merupakan bentuk hukuman, meskipun mereka tetap mendapatkan pengampunan dari Tuhan.
Namun, ada juga ulama yang berpendapat bahwa taman tersebut berada di bumi. Pandangan ini didukung oleh beberapa hadits yang menyebutkan bahwa Adam diciptakan dari berbagai jenis tanah di bumi. Selain itu, kata "jannah" dalam bahasa Arab, yang berarti "taman", tidak selalu merujuk pada surga akhirat, melainkan bisa juga berarti taman biasa di dunia. Tidak sedikit juga ulama yang lebih condong pada pandangan kedua karena selaras dengan narasi Alkitab, sehingga mengurangi potensi perdebatan antara umat Muslim dan pemeluk agama lain. Selain itu, pandangan ini juga lebih sejalan dengan pemahaman ilmiah modern. Wallaahu a’lam