Agenda Strategis Umat Islam
Oleh: Prof Dr H Haedar Nashir, M.Si
Umat Islam Indonesia sungguh luar biasa. Jumlahnya sangat besar, yakni 237,5 juta orang atau 86,7% dari total penduduk. Dikenal sebagai penduduk muslim terbesar di dunia. Menurut Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) potensi zakat dari kaum muslimin di negeri ini pertahun dapat mencapai Rp 327 triliun, sehingga untuk membangun sesuatu pun sangatlah mudah. Jika umat Islam bersatu, bahkan dapat menentukan siapa yang akan menjadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, tanpa harus susah payah menggantungkan nasib kepada pihak lain.
Namun kenyataan kualitas berbeda dengan hitungan kuantitas. Umat Islam belum menjadi tuan di negerinya sendiri, masih tergantung dalam banyak hal, bahkan tidak jarang menjadi objek penderita dalam sejumlah aspek kehidupan. Umat Islam Indonesia meski sering merasa besar dengan klaim ingin “mengekspor Islam ke luar negeri”, sejatinya masih “besar pasak daripada tiang”. Umat Islam masih berada di pinggiran, belum menjadi penentu kehidupan dirinya dan belum menentukan merah-putihnya Indonesia, apalagi menjadi penentu nasib kemajuan dunia di ranah global. Kesemarakan acara dan forum internasional tidak identik dengan kekuatan strategis umat Islam di panggung dunia. Dunia Islam pun belum menjadi kekuatan utama dalam konstelasi geopolitik dan ekonomi global.
Revitalisasi Keislaman
Pada tahun 1445 Hijriyah umat Islam khususnya di Indonesia penting bangkit dengan perjuangan yang lebih strategis agar menjadi kekuatan yang diperhitungkan dan mempengaruhi hitam-putihnya perjalanan dan nasib Indonesia hari ini dan ke depan. Seyogyanya kekuatan jumlah berbanding lurus dengan kekuatan kualitas sehingga menjadi penentu Indonesia. Jumlah kuantitas barus terbatas potensi terpendam, belum teraktualisasi menjadi kekuatan strategis yang berkualitas. Bagaimana agar umat mayoritas di negeri ini berubah nasib dari besar kuantitas ke kuat kualitas, dari ketertinggalan pada keunggulan, serta menjelma menjadi “Khaira Ummah” atau umat terbaik di seluruh bidang kehidupan.
Potensi untuk bangkit secara strategis sebenarnya cukup besar. Selain jumlah yang besar, kesadaran keislaman sangatlah tinggi, bahkan dalam hal kepercayaan terhadap Tuhan Indonesia menempati posisi tertinggi di banding negara-negara Islam lainnya. Kesadaran keislaman meningkat, tetapi titik beratnya lebih ke hal-hal simbolik seperti penggunaan kata-kata Islami dan cara berpakaian, serta kesemarakan beribadah mahdhah. Semuanya baik, tetapi penting ditingkatkan dan difokuskan pada membangun berbagai kemajuan yang strategis dalam kehidupan umat Islam.
Umat Islam Indonesia secara umum memiliki kesadaran bersatu yang baik, tetapi masih bersifat pasif. Persatuan masih merupakan potensi laten dan belum menjadi potensi manifes yang teraktualisasi dalam persatuan strategis. Membangun persatuan ke arah yang lebih produktif dan strategis penting dilakukan secara kolektif. Sembari mengeliminasi ananiyah hizbiyah atau fanatisme golongan yang sering merusak ukhuwah Islamiyah. Umat Islam masih belum solid dan kohesif sebagai kesatuan umat, masih terpecah-belah dalam orientasi masing-masing, tidak jarang saling serang satu sama lain. Golongan umat yang besar penting berbagi dan terkoneksi dengan saudara lainnya, tidak berjalan sendiri, apalagi ingin mendominasi dan menghegemoni. Sementara lainnya jangan terus sibuk mencari kesalahan pihak lain, lebih-lebih di era media sosial yang bebas, dengan mudah saling menyesatkan dan memandang lainnya ancaman.
Umat dan para tokoh umat sebaiknya tidak mudah berselisih secara keras dan terbuka dalam berbagai perkara, sehingga banyak menghabiskan energi. Ukhuwah Islamiyah memang indah dalam ajaran dan ujaran, tetapi miskin pembuktian. Satu isu dengan mudah ditanggapi dan disikapi dengan keras, sehingga masalah menjadi meluas. Orientasi politik keumatan juga sangat keras dan cenderung “ta’arudh” atau “mu’aradhah”, yakni serba menentang dan melawan siapa saja dengan secara konfrontatif, sehingga sering kehilangan orientasi “muwajahah ” atau langkah yang konstruktif dan strategis. Pihak manapun jangan terus menyuburkan isu, lembaga, dan tokoh yang hanya menjadi benih konflik, masalah, fitnah, dan kerusakan di tubuh umat Islam.
Karenanya diperlukan revitalisasi keislaman yang lebih transformatif. Kesadaran iman dan taqwa, kesemerakkan beribadah mahdhah, dan akhlak mulia sebagai normativitas kehidupan umat mesti diaktualisasikan ke dalam pola pikir, sikap, dan tindakan yang konstruktif dalam urusan dan kemajuan mu’amalah dunyawiyah di berbagai bidang kehidupan. Kesalihan individual ditransformasikan menjadi kesalehan sosial dalam berbagai struktur kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, bahkan dalam relasi kemanusiaan universal sehingga umat Islam menjadi role model kehidupan terbaik atau uswah hasanah di dunia nyata. Jangan sampai orang Islam secara individual atau kolektif berbeda antara kata dan tindakan nyata.
Rekonstruksi Perjuangan
Di tahun baru hijriyah 1445 penting dilakukan rekonstruksi kesadaran kolektif seluruh umat Islam Indonesia untuk bangkit mengubah nasib sendiri. Hal itu sejalan spirit Islam dalam Al-Quran, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS Ar-Ra’d: 11). Umat Islam tidak dapat menggantungkan nasib kepada pihak lain, termasuk dengan memanfaatkan peluang yang kelihatan baik tetapi sejatinya membuat diri makin tergantung. Tidak gampang tergoda yang dapat memperlemah posisi umat sendiri. Tentu mengubah nasib dengan kekuatan sendiri meniscayakan kerjasama, kolaborasi, dan relasi yang luas dengan berbagai pihak, tidak dengan mengisolasi diri. Semua langkah tidak bisa instan, perlu perencanaan strategis.
Umat Islam penting mengagendakan usaha-usaha kemajuan yang bersifat strategis di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi, dan politik yang terencana dan berjangka panjang. Sembari menyelesaikan masalah-masalah rutin dan temporer yang memang realistik harus dicarikan solusi seperti membangun sarana ibadah, penyantunan kaum dhu’afa, penanganan kebencanaan, dan sebagainya. Jadikan semangat beribadah mahdhah sebagai kekuatan ruhaniah selain membangun kesalihan diri juga kesalihan sosial serta mengembangkan urusan-urusan muamalah keduniaan yang unggul berkemajuan.
Membangun model keluarga sakinah penting menjadi fokus ketika kini perubahan sosial melanda kehidupan bangsa yang antara lain memporak porandakan bangunan hidup berkeluarga. Anak-anak keluarga muslim penting dididik keislaman dan pola hidup yang baik di tengah arus kehidupan yang serba materi, hedonis, dan bebas dengan pendidikan yang bersendi nilai-nilai luhur keislaman yang wasathiyah berkemajuan. Keluarga sakinah dapat dijadikan model rujukan dalam unit terkecil masyarakat dan bangsa Indonesia.
Membangun kekuatan ekonomi penting menjadi prioritas utama agar umat Islam naik kelas menjadi golongan yang “tangan di atas” serta bukan golongan “tangan di bawah”. Mengembangkan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) menjadi kuat, sehingga menjadi gerakan ekonomi umat berskala besar dan tangguh. Mengembangkan konglomerasi baik secara personal melalui perluasan kekuatan para saudagar maupun dalam bentuk institusi dan korporasi. Jika saling berkolaborasi dan mau belajar berdikari maka kekuatan ekonomi umat Islam akan berkembang kuat dan besar. Orientasi pengembangan ekonomi yang serba syariah dan rigid harus diubah ke gerak fleksibilitas sebagaimana hukum dasar muamalah yang bersifat “ibahah” atau banyak kebolehannya. Jika ingin maju secara ekonomi lakukan langkah-langkah praksis dan strategis yang progresif disertai penguatan mentalitas kewirausahaan dan kesaudagaran yang positif.
Orientasi politik umat Islam penting direkonstruksi dari “dogmatik-konfrontatif” ke “aktual-konstruktif”. Umat Islam tidak dapat berpolitik hitam-putih dan serba melawan siapapun sehingga menjadi eksklusif dan akhirnya terpinggirkan dalam arus utama kebangsaan dan kenegaraan. Perlu orientasi baru politik yang lebih moderat, merangkul, inklusif, dan taktis-strategis sehingga dapat menjadi kekuatan yang berpengaruh dan dapat diterima seluas mungkin oleh berbagai komponen sosial-politik kebangsaan. Sesama kelompok Islam juga penting membangun kesepahaman, sinergi, kolaborasi, dan konsensus baru menuju persatuan politik Islam Indonesia yang lebih solid dan berkemajuan. Penting diadakan dialog strategis tentang arah politik Islam Indonesia ke depan.
Umat Islam Indonesia juga harus merebut kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologi agar mampu bersaing serta bekerjasama dengan umat dan bangsa lain secara setara. Penguasaan iptek dan kemajuan umat hanya dapat ditempuh hanya melalui lembaga-lembaga pendidikan yang unggul serta pengembangan program-program riset strategis. Lembaga-lembaga pendidikan umat Islam harus naik kelas, termasuk dalam penguasaan ilmu-ilmu eksakta. Pengembangan sumberdaya manusia yang unggul menjadi keniscayaan jika bercita-cita menjadi umat terbaik. Karenanya kegiatan-kegiatan yang serba ritual, seremonial, tidak produktif, dan boros penting diganti dengan kerja-kerja produktif dan strategis. Sudah tinggi waktunya umat Islam Indonesia membangun pusat-pusat keunggulan jika ingin merebut kemajuan dan membangun peradaban al-Madinah al-Munawwarah di era modern abad ke-21!
Sumber: Majalah SM Edisi 16 Tahun 2023