Banyak Agenda Muhammadiyah
Oleh Prof Dr H Haedar Nashir, M.Si.
Muhammadiyah sungguh besar dan memiliki amal usaha serta jaringan yang sangat luas di dalam dan luar negeri. Muhammadiyah juga memiliki kepercayaan dari banyak pihak, termasuk dalam nenerima dan mengelola berbagai jenis wakaf. Muhammadiyah bersama Nahdlatul Ulama, alhamdulillah tahun 2024 ini memperoleh Zayed Award for Human Fraternity di Abu Dhabi, sebagai penghargaan internasional yang cukup bergengsi. Semua wajib disyukuri dengan baik.
Namun di balik kebesaran itu, sebagai wujud muhasabah, masih terdapat hal-hal yang terasa ganjil dan tidak terjangkau oleh Muhammadiyah. Berbagai survei menunjukkan anggota dan yang merasa menjadi bagian dari Muhammadiyah terbilang sedikit dibanding ormas keagamaan lain yang berdiri lebih kemudian. Terinformasi, banyak mualaf dari warga biasa sampai elite diislamkan oleh kyai atau tokoh Islam lain, bukan oleh mubaligh dan tokoh Muhammadiyah.
Kecenderungan lainnya, banyak orang Islam, bahkan yang mengaku simpatisan Muhammadiyah, kalau meninggal atau angggota keluarganya meninggal mengikuti ritual Islam lainnya. Bukan ritual ala Muhammadiyah. Demikian pula, pada saat ini kader Muhamamdiyah yang berdiaspora atau tersebar di berbagai lembaga pemerintahan dan non pemerintahan sedikit dibandingkan dengan kader organisasi lain. Ironinya, kader Muhammadiyah yang berdiaspora pun, tidak jarang disikapi nyinyir dan negatif oleh sebagian pimpinan dan anggota Persyarikatan.
Sementara itu, kala Pemilu tiba, gairah politik anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah sangatlah tinggi. Sangat bergelora, sejak awal sampai akhir, bahkan bersemengat untuk mengurus persengketaan Pemilu. Muhammadiyah dijadikan seolah aktor shahibul-hajat dan kontestan Pemilu. Padahal, pihak yang berkontestasi dengan kekuatan pendukungnya, terlihat biasa saja atau setidaknya lebuh terukur dan tidak berlebihan.
Masalah-masalah tersebut perlu menjadi perenungan, sudah benarkah Muhammadiyah diposisikan dan diperankan dalam menjalankan misi dakwah dan tajdidnya sebagai organisasi kemasyarakatan? Bagaimana dengan urusan-urusan internal yang krusial dan strategis, apakah sudah memperoleh perhatian serius dan terkelola dengan optimal? Atau banyak urusan internal terabaikan dan kurang memperoleh perhatian yang optimal!
Pekerjaan Rumah
Muhammadiyah sungguh masih memiliki banyak agenda yang menjadi pekerjaan rumah di tubuhnya sendiri. Jumlah Ranting sebagai basis akar rumuput, menurut Ketua LPCR, baru mencapai 17,8% dari target 40%. Jumlah Cabang lebih baik yakni 55,3% dari target 60%. Tetapi untuk mendekati atau mencapai 100% dari jumlah Desa dan Kelurahan untuk Ranting serta Kecamatan untuk Cabang tentu masih jauh dari sasaran. Kondisi Cabang yang tidak aktif dan kurang aktif cukup besar (66,36%) dibanding yang aktif (33,64%) dari total Cabang. Sedangkan untuk Ranting, yang aktif baru 20,49% dibanding yang tidak dan kurang aktif yaitu 79,51%.
Padahal Cabang dan Ranting representasi dari basis gerakan Muhammadiyah, yang menentukan keberadaan Muhammadiyah di akar-rumput masyarakat luas. Kondisi ini belum dikaitkan dengan situasi Pimpinan Daerah, yang menurut laporan LPCR Pusat dalam Rakernas di UM Purwokerto, dinyatakan masih banyak yang tidak aktif. Padahal Daerah merupakan posisi pemerintahan paling nyata dan strategis dalam struktur kehidupan bangsa dan negara di Republik Indonesia.
Sementara itu, sudah menjadi keprihatinan lama jika masjid-masjid Muhammadiyah masih banyak yang belum terkelola dengan baik. Sebagian diurus oleh pihak lain yang manhaj keislamannya berbeda dengan Muhammadiyah. Pengaruh paham dan ideologi lain masih menjadi masalah dalam Muhammadiyah. Dalam sejumlah kasus seperti di Bengkulu, Lampung, Karanganyar, dan daerah lain Muhammadiyah terkena akibat dari penangkapan-penangkapan yang terindikasi paham radikal, karena para aktor dan aktivis yang masuk tidak terseleksi dengan parameter faham agama dan ideologi Muhammadiyah.
Belum termasuk paham LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) berhaluan radikal mulai berpengaruh ke dalam Muhammadiyah, khususnya dalam paham kebangsaan dan kenegaraan yang berbeda dengan Kepribadian dan Khittah Muhammadiyah yang moderat. Sebab paham dan pendekatan LSM seperti itu berhaluan Marxisme atau Neo-Marxisme, orientasinya serba anti-struktur dan konfrontatif terhadap status-quo. Apalagi ketika ada momen-momen politik tertentu, Muhammadiyah menjadi arena aksi ala LSM berhaluan keras tersebut.
Sedangkan kondisi organisasi dan perkembangan anggota Muhammadiyah juga masih memerlukan peningkatan yang signifikan untuk orientasi masa depan. Reformasi organisasi belum sepenuhnya masif. Sarana dan prasarana PWM, PDM, PCM, dan PRM belum reprsentatif dan merata. Di antaranya terdapat tingkatan organisasi yang belum memiliki kantor. Bagi kepentingan membangun masjid, amal usaha, dan fasilitas organisasi di berbagai tingkatan masih mengandalkan dana sirkuler dan proposal ke sejumlah pihak sehingga kemandirian organisasi dalam pendanaan masih belum merata.
Tantangan Gerakan
Muhammadiyah juga memiliki pekerjaan rumah yang tidak ringan terkait pengembangan amal usaha (AUM) di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, dan ekonomi. Alhamdulillah bertumbuh amal usaha yang maju dan unggul. Namun yang masih menengah ke bawah juga masih banyak, yang memerlukan perhatian dan pengelolaan ekstra agar selain mampu bertahan juga mampu berkembang. Perguruan Tinggi Muhammadiyah-Aisyiyah (PTMA) yang selama ini menjadi kebanggaan terus berkembang, tetapi sekitar 60% kondisinya masih menengah ke bawah. Demikian halnya Rumah Sakit, Klinik, Panti Asuhan, dan lebih-lebih AUM ekonomi masih banyak masalah dan tantangan yang berat di tengah persaingan yang tinggi.
Muhammadiyah kini menghadapi gelombang persaingan baru dalam bidang AUM pendidikan, kesehatan, dan sosial yang selama ini menjadi branding kuat gerakannya. Kehadiran lembaga-lembaga pendidikan dan rumah sakit unggul yang dikelola yayasan dan organisasi lain, apalagi di bawah korporasi besar sangatlah mengancam masa depan AUM. Termasuk kehadiran lembaga pendidikan dan rumah sakit asing, suka atau tidak suka, menjadi tantangan baru yang tidak boleh luput dari perhatian jika AUM ingin tetap bertahan melayani masyarakat umum secara unggul di masa depan.
Selain itu masih dapat didaftar berbagai masalah dan tantangan internal maupun eksternal Muhammadiyah bersama AUM dan berbagai aspek gerakannya. Organisasi Islam yang selama ini dikenal tradisional bahkan kini menjelma menjadi organisasi modern yang maju dalam beberapa aspek, termasuk di bidang pendidikan tinggi dan kesehatan. Orientasi dan wawasan keislamannya malah dianggap sebagai arus utama yang dapat diterima oleh masyarakat luas di Indonesia, karena karakternya yang dianggap moderat, pluralis, dan inklusif.
Perlu Kesungguhan
Sungguh, masih banyak pekerjaan rumah atau agenda Muhammadiyah dari praktis hingga strategis yang memerlukan perhatian khusus, pengkajian, dan langkah-langkah sistematis secara optimal, masif, dan terstruktur di seluruh tingkatan dan lini organisasi. Semuanya memerlukan pengerahan kesungguhan (badlul-juhdi) seluruh anggot, kader, dan lebih khusus para pimpinan Muhammadiuah di semua tingkatan dan lini organisasi dari Pusat sampai Ranting.
Jangan terpecah perhatian, apalagi yang bukan menjadi bidang garap Muhammadiyah. Sebutlah politik kontestasi Pemilu lima tahunan. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang bermisi dakwah dan tajdid memang dituntut panggilan moral keislamannya dalam menyebarkan nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan etika kehidupan demi kemaslahatan serta tercegah kemudaratan. Namun pesan dan peran moral dalam bingkai dakwah dakwah amar makruf nahi Muhammadiyah tidak identik dengan sikap partisan dan masuk ke ranah politik praktis, yang memang bukan lahannya Muhammadiyah.
Pesan dan gerakan moral bermisi dakwah Muhammadiyah pun ada koridornya yakni dengan pendekatan bil-hikmah, mau’idhah hasanah, dan bermujadalah secara ihsan. Selain itu, sesuai Kepribadian harus disertai keteladanan yang baik, bukan dengan cara dan ujaran yang antipati. Bilamana melakukan kritik, “Bersifat adil serta korektif kedalam dan keluar dengan bijaksana”. Lebih khusus dalam berpolitik kebangsaan bagi Muhammadiyah niscaya sejalan Khittah Deasar tentang Berbangsa dan Bernegara maupun Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah. Bersamaan dengan itu semuanya harus dalam sistem gerakan Muhammadiyah yang memiliki koridor organisasi, bukan kehendak dan langkah sendiri-sendiri.
Jadi, betapa berat dan kompleks masalah dan tantangan yang dihadapi Muhammadiyah saat ini maupun ke depan. Semuanya meniscayakan kesungguhan yang terfokus dari seluruh anggota, kader, dan pimpinannya. Jangan terbawa arus politik dan gerakan pihak lain, yang dapat memperlemah dan membelokkan Muhammadiyah dari misi, karakter, dan orientasi gerakannya. Apalagi bila urusan itu bukan bidang garap utama Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah kemasyarakatan non-politik praktis serta bukan gerakan masyarkat sipil ala LSM.
Di saat sekarang ini komitmen berupa kesungguhan yang terfokus dalam mengurus Muhammadiyah sangat diuji. Kesungguhan dalam mengurus Muhammadiyah adalah bagian dari jihad, serta jihad akan membawa keberhasilan sebagaimana jaminan Allah yang artinya: "Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS Al-Ankabut: 69).
Sumber: Majalah SM Edisi 05 Tahun 2024