Beberapa Masalah Tauhid

Publish

26 November 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

1
122
Sumber Foto: Pixabay

Sumber Foto: Pixabay

Beberapa Masalah Tauhid: Allah Berada di Mana, Allah Turun ke Langit Bumi Zat Atau Sifatnya, dan Silsilah Tauhid

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wr.wb. 

Bapak Pimpinan Majelis Tarjih dan Tajdid, melalui Suara Muhammadiyah yang terhormat, kami dari Pematang Siantar ingin menanyakan tentang tauhid. Adapun pertanyaan kami adalah:

Pertama, tentang Allah bersemayam di ‘Arsy. Q.S. Al-Mulk: 4, Q.S. Thaha: 5, Q.S. Al-A’raf: 54, Q.S. Yunus: 3 , Q.S. Ar-Ra’d: 2, Q.S. Al-Furqan: 59, Q.S. As-Sajadah: 4 dan Q.S. Al-Hadid: 4. Ada suatu kelompok yang mengaku ahlu sunnah wal-jamaah, mengatakan bahwa siapa yang mengatakan Allah ada di mana-mana itu dia lagi bingung. Sementara di Q.S. Al-Hadid: 4 disebutkan, dan Allah bersama kalian di mana pun kalian berada. Kedua, Allah turun ke langit bumi di sepertiga malam, yang kami tanyakan,

1. Allah turun zat-Nya atau sifat-Nya? 

2. Silsilah tauhid, kalau kelompok sebelah, mereka bersanad ke Ibnu Taimiyah yang membagi tauhid menjadi 2, tauhid khululiyah dan rububiyah. Sementara imam Asy’ari menggolongkan ke sifat 20. Muhammadiyah ke mana condongnya ustadz?

Terima kasih.

Wassalamu ‘alaikum wr.wb.

Marwan (Disidangkan pada Jumat, 12 Syawal 1443 H/13 Mei 2022 M)

Jawaban:

Wa ‘alaikumus-salam wr.wb.

Terima kasih atas kepercayaan saudara mengajukan pertanyaan kepada Tim Fatwa Agama Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Setelah membaca pertanyaan yang saudara ajukan, ada 3 poin pertanyaan penting yang dapat kami catat sebagai berikut:

A. Pertanyaan pada bagian pertama, tentang Allah bersemayam di atas ‘Arsy dan Allah ada di mana-mana.

B. Pertanyaan pada bagian kedua butir 1, tentang Allah turun ke langit bumi di sepertiga malam Zat-Nya atau Sifat-Nya.

C. Pertanyaan pada bagian kedua butir 2, tentang silsilah tauhid, Muhammadiyah condong ke pendapat yang mana.

Untuk itu, supaya mudah dipahami, kami akan menjawab pertanyaan saudara dengan sistematika seperti di atas.

A. Tentang Allah bersemayam di atas ‘Arsy dan Allah ada di mana-mana

Tim Fatwa sebenarnya pernah mengeluarkan fatwa tentang Allah bersemayam di ‘Arsy yang dimuat di Buku Tanya Jawab Agama Jilid 7 terbitan Suara Muhammadiyah, halaman 160–162. Silakan saudara membaca kembali fatwa tersebut. Namun demikian, akan kami jelaskan secara ringkas supaya dapat dipahami secara langsung.

Pada fatwa tersebut telah diuraikan 8 ayat Al-Qur’an yang di dalamnya menyebut tentang Allah bersemayam di atas ‘Arsy, yaitu surah Yunus (10): 3, ar-Ra’d (13):2, Thaha (20):5, al-Furqan (25):59, al-Qasas (28):14, as-Sajdah (32): 4, Fushilat (41): 11, an-Najm (53): 6 dan al-Hadid (57): 4.

Para ahli bahasa mengartikan ‘Arsy sebagai singgasana, bangunan, istana atau tahta. Kata tersebut berasal dari عَرَشَ – يَعْرُشُ (‘arasya – ya’rusyu), yang berarti membangun. Para ulama berbeda pendapat mengenai makna ‘Arsy; Rasyid Ridha dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ‘Arsy adalah pusat pengendalian segala persoalan semua makhluk Allah di alam semesta, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah pada surah Yunus (10): 3, …ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ …, “kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy”.

‘Arsy merupakan hal gaib, hanya Allah yang mengetahui keadaannya. Masalah ‘Arsy telah lama menjadi topik pembicaraan yang kontroversial, apakah ‘Arsy itu bersifat material ataukah bersifat immaterial. Hal ini terjadi karena tidak ada penjelasan rinci baik dalam Al-Qur’an maupun dalam Hadis. Al-Qur’an hanya menjelaskan bahwa al-‘Arsy adalah singgasana. Dalam ayat-ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah beristiwa’ atau bersemayam di atas ‘Arsy, dan umat Islam wajib beriman kepada-Nya dengan tidak perlu mencari-cari serta bertanya-tanya bagaimana dan di mana.

Terkait dengan potongan firman Allah dalam surah al-Hadid (57): 4 yang saudara maksud, yaitu, وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ, “... dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada, dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. Sepanjang pembacaan kami, kami belum menemukan mufasir yang memaknai “bersama kalian di mana pun kalian berada” itu adalah Allah hadir di sana, yang selanjutnya dipahami Allah ada di mana-mana. Pernyataan Tuhan ada di mana-mana yang sering terdengar dalam perbicangan sehari-hari itu mungkin berasal dari luar ajaran Islam.

As-Sa’di dalam tafsirnya menyatakan, maksud Allah bersama hamba-Nya adalah Allah selalu mengetahui dan melihat (mereka). Oleh karena itu Allah memberikan peringatan akan adanya pembalasan atas segala perbuatan dengan berfirman, “Allah Maha Melihat apa yang kalian kerjakan.” Maksudnya, Allah mengetahui apa saja yang kalian kerjakan serta kebaikan dan keburukan yang timbul dari pekerjaan itu. Kemudian kalian akan diberi balasan dan Allah memelihara balasan amal itu untuk kalian. Ibnu Katsir dalam tafsirnya juga menyatakan, Dia Maha Mengawasi kalian lagi Maha Menyaksikan semua amal kalian di mana pun kalian berada, baik di daratan maupun di lautan, baik malam maupun siang hari, baik di rumah maupun di hutan. Semua itu bagi ilmu Allah sama saja dan berada di bawah penglihatan dan pendengaran-Nya.

Jadi, menurut pandangan kami, kebersamaan Allah dengan hamba-Nya di atas bukan bermakna Allah membersamai hamba-Nya di berbagai tempat, melainkan merupakan Kemahakuasaan Allah mengawasi dan mengetahui seluruh amal perbuatan hamba-Nya di mana pun berada.

B. Allah turun ke langit bumi di sepertiga malam, Zat-Nya atau Sifat-Nya?

Ada beberapa hadis yang menjelaskan tentang Allah turun ke langit dunia setiap sepertiga malam terakhir, di antaranya adalah,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ وَمَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ [رواه البخاري ومسلمز واللفظ لمسلم].

Dari Abu Hurairah (diriwayatkan) bahwa Rasulullah saw. bersabda, Tuhan kami Tabaraka wa Ta'ala turun ke langit dunia setiap malam pada sepertiga malam terakhir. Dia berfirman: Barangsiapa memohon kepada-Ku, niscaya akan Aku penuhi, barangsiapa meminta kepada-Ku niscaya akan Aku beri, dan barangsiapa memohon ampunan kepada-Ku niscaya akan Aku ampuni [H.R. al-Bukhari dan Muslim, lafal milik Muslim]. 

Para ulama sepakat tentang substansi hadis sahih di atas, yaitu Allah turun ke langit dunia pada setiap malam. Namun ada perbedaan pendapat mengenai makna kata “turun” pada hadis tersebut. Sebagian berpendapat bahwa kata “turun” di sana adalah turun dalam makna sebenarnya (makna hakikat) yang berarti pergerakan dari atas ke bawah. Dalam makna ini, berarti Allah bergerak turun dari atas ‘Arsy ke wilayah langit dunia. Sebaliknya ada yang berpendapat bahwa kata “turun” itu diartikan bukan makna yang sebenarnya turun secara fisik dari atas ke bawah. Kata turun di situ dimaknai dengan turunnya rahmat, keberkahan dan sifat-sifat baik Allah untuk makhluk-Nya. 

Imam an-Nawawi dalam kitab Syarahnya memberikan penjelasan atas hadis itu bahwa para ulama berbeda pendapat dalam memahami sifat-sifat Allah. Sebagian ulama memahami bahwa dalil itu wajib diimani dan tidak perlu memberikan interpretasi apa pun terhadap makna tersebut. Artinya mereka menerima hadis tersebut apa adanya tanpa memberikan takwil-takwil atas maksud hadis, ini adalah pendapat mayaritas ulama salaf dan sebagian mutakalimin. Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa untuk memahami suatu teks diperlukan takwil sebagaimana pada hadis tersebut dimaknai bahwa Allah menurunkan rahmat kepada hamba-Nya melalui para malaikat yang diperintahkan Allah swt. Hadis tersebut juga dapat dimaknai bahwa Allah menerima dan mengabulkan doa-doa yang dipanjatkan hamba-Nya pada malam tersebut, demikianlah takwil Anas bin Malik.

Jika dipahami dengan seksama, sesungguhnya perbedaan pendapat ini memiliki tujuan sama, yakni untuk menghindari persangkaan negatif tentang Zat Allah yang gaib dan menghilangkan persepsi buruk yang tidak tepat tentang sifat Allah yang berbeda dengan makhluk-Nya.

D. Silsilah Tauhid, Muhammadiyah condong ke pendapat yang mana?

Mengenai pembagian tauhid, kalangan ulama salaf memahami tauhid dengan 3 (tiga) bagian, yaitu tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, -yang dalam pertanyaan saudara tertulis khululiyah,- dan tauhid asma’ wash-shifat. Pembagian ini disandarkan kepada Ibnu Taimiyah. Sementara itu, di kalangan Asy’ariyah, dikenal pula pembagian Sifat Allah menjadi 20 sifat, yaitu wujud, qidam, baqa, mukhalafatu lil hawadits, qiyamuhu bi nafsihi, wahdaniyah, qudrat, iradah, ilmu, hayat, sama’, bashar, kalam, qadirun, muridun, ‘alimun, hayun, sami’un, bashirun, dan mutakallimun.  

Dalam hal ini Muhammadiyah tidak condong kepada pendapat yang mana pun, dan tidak pula menyalahkannya karena Muhammadiyah memiliki manhaj sendiri dalam memahami persoalan akidah. Muhammadiyah meyakini bahwa tauhid yang harus diyakini adalah harus berdasarkan kepada dalil yang jelas dari Al-Qur’an dan hadis bahwa Allah adalah Zat yang mencipta, memelihara, disembah, memiliki sifat dan nama. Pandangan Muhammadiyah terhadap sifat Allah tidak menetapkan atau membatasi dengan jumlah dan bilangan angka tertentu kecuali ada dalil yang menunjukkan akan hal tersebut.

Persoalan akidah menurut paham Muhammdiyah telah dijelaskan pada Himpunan Putusan Tarjih (HPT) Muhammadiyah dalam Kitab Iman, sebagai Keputusan Kongres Muhammadiyah ke-18 di Solo tahun 1929. Dalam Kitab Iman disebutkan pokok-pokok keimanan yang benar, yaitu iman kepada Allah, iman kepada Malaikat, iman kepada Kitab, iman kepada Rusul (Rasul-rasul), iman kepada Hari Kemudian serta iman kepada Qadla dan Qadar. Di kalangan umat Islam pada umumnya, pokok-pokok keimanan itu lebih dikenal dengan istilah Rukun Iman.

Pada bagian iman kepada Allah diuraikan tentang kewajiban percaya kepada Allah sebagai Rabb (Tuhan) umat manusia. Allah adalah Tuhan yang sebenarnya (al-Ilah al-Haq), yang menciptakan segala sesuatu (al-Khaliq) dan pasti ada-Nya (wajib al-wujud). Dialah Yang Pertama tanpa permulaan dan Yang Akhir tanpa penghabisan (al-awwalu bi la bidayah wa al-akhiru bi la nihayah), atau bisa disebut dengan sifat qidam dan baqa. Tiada sesuatu yang menyamai-Nya, biasa disebut mukhalafatu lil-hawaditsi (berbeda dengan makhluk). Yang Esa tentang ketuhanan, sifat-sifat dan perbuatan-Nya, sering disebut wahdaniyah, dan lain sebagainya. Pada bagian Tanbih (Perhatian), dijelaskan Allah tidak memerintahkan untuk membicarakan hal-hal yang tidak tercapai oleh akal dalam hal akidah, sebab akal manusia tidak mungkin mengetahui tentang Zat Allah dan hubungannya dengan sifat-sifat yang ada pada Allah. Lebih lengkapnya silakan saudara baca kembali buku HPT Kitab Iman tersebut.

Dengan mencermati keterangan yang ada dalam HPT Kitab Iman tersebut, terlihat bahwa Muhammadiyah sejatinya telah mengakomodir pendapat ulama di atas. Dalam HPT Kitab Iman telah tercakup keterangan tentang tauhid rububiyah dan uluhiyah, tercakup pula keterangan tentang sifat-sfat Allah. Di samping itu, pada Fatwa Tarjih dalam rubrik Tanya Jawab Agama Majalah Suara Muhammadiyah Nomor 22 Tahun 2018 telah dijelaskan tentang persamaan substansi nama-nama Allah yang berjumlah 99 (asma al-husna) dengan sifat-sifat Allah yang berjumlah 20. Nama-nama maupun sifat-sifat Allah itu sama dan tidak ada batasan terhadap keduanya, karena Allah itu Maha Mutlak tanpa adanya batasan, kecuali yang telah dibatasi oleh Allah sendiri.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat dan mencerahkan.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Sumber: Majalah SM Edisi 20 Tahun 2022


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Tanya Jawab Agama

Tumakninah dan Mengganti Shalat Sunah Pertanyaan:  Assalamu ‘alaikum wr.wb. Perkenalka....

Suara Muhammadiyah

6 March 2024

Tanya Jawab Agama

Macam-macam Bid'ah Pertanyaan: Assalamu ‘alaikum wr.wb. Ustadz ada sesuatu yang saya mau ta....

Suara Muhammadiyah

18 November 2025

Tanya Jawab Agama

Hukum Membaca Basmalah dan Kunut Dalam Shalat Pertanyaan: Assalamu ‘alaikum wr.wb. Saya mau....

Suara Muhammadiyah

16 January 2025

Tanya Jawab Agama

Tata Cara Shalat Tahajud Pertanyaan: Assalamu ‘alaikum wr. wb. Saya mau bertanya tentang ta....

Suara Muhammadiyah

18 November 2025

Tanya Jawab Agama

Hukum Haji Tanpa Maharam Menurut Muhammadiyah Pertanyaan: Apa hukum haji tanpa mahram menurut Muha....

Suara Muhammadiyah

23 January 2025