Menyikapi Undangan Tahlilan Menurut Muhammadiyah
Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum w.w.
Berkaitan dengan tahlil di tempat kematian, bagaimana cara ajaran Muhammadiyah untuk menghindarinya? Terima kasih.
Wassalamu ‘alaikum w.w.
Faris Hermawan, dengan alamat: [email protected]
(Disidangkan pada Jumat, 8 Rabiulawal 1443 H / 15 Oktober 2021 M)
Jawaban:
Wa ‘alaikumus salam w.w.
Terima kasih atas pertanyaan yang disampaikan. Persoalan yang saudara tanyakan sebenarnya sudah pernah dijawab oleh Tim Fatwa dan telah dimuat pada rubrik Tanya Jawab Agama Majalah Suara Muhammadiyah dan Buku Tanya Jawab Agama terbitan Suara Muhammadiyah. Namun demikian perlu kami jelaskan kembali secara ringkas pembahasan-pembahasan sebelumnya supaya lebih dapat dipahami.
Perlu dipahami lebih dahulu bahwa tahlil, secara harfiah mengandung arti membaca kalimat la ilaha illa Allah atau dzikrullah (mengingat) Allah. Tahlil dalam konteks ini, tentu merupakan amalan utama yang sangat dianjurkan.
Perintah Allah untuk berzikir secara umum antara lain terdapat dalam Al-Qur’an sebagai berikut,
فَاذْكُرُوْنِيْ أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا لِيْ وَلاَ تَكْفُرُوْنِ [البقرة (2):152].
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku [Q.S. al-Baqarah (2): 152].
Adapun perintah berzikir dengan menyebut Lafal Jalalah (la ilaha illa Allah) dalam hadis-hadis banyak diungkapkan, misalnya hadis berikut ini,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال: مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشَرَ رِقَابٍ وَكُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَمُحِيَتْ عَنْهُ مِائَةُ سَيِّئَةٍ وَكَانَتْ لَهُ حِرْزًا مِنَ الشَّيْطَانِ يَوْمَهُ ذَلِكَ حَتَّى يُمْسِيَ وَلَمْ يَأْتِ أَحَدٌ أَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ بِهِ إِلاَّ أَحَدٌ عَمِلَ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ وَمَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ وَلَوْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْحَرِّ [رواه مسلم، كتاب الذكر، باب فضل التهليل، نمرة: 28/2691].
Dari Abu Hurairah (diriwayatkan) bahwa Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa mengucapkan ‘la ilaha illa Allahu wahdahu la syarika lahu lahul-mulku wa lahul-hamdu wa huwa ‘ala kulli syai`in qadir’, dalam satu hari sebanyak seratus kali, maka (lafal jalalah tersebut) baginya sama dengan memerdekakan sepuluh hamba sahaya, dan dicatat baginya seratus kebaikan, dan dihapus daripadanya seratus kejahatan, dan lafal jalalah tersebut baginya menjadi perisai dari setan selama satu hari hingga waktu petang; dan tidak ada seorang pun yang datang (dengan membawa) yang lebih afdal, daripada apa yang ia bawa (ucapkan), kecuali orang yang mengerjakan lebih banyak dari itu. Barangsiapa mengucapkan ‘subhana-llah wa bi hamdih’ (Allah Maha Suci dan Maha Terpuji) dalam satu hari sebanyak seratus kali, maka dihapus kesalahan-kesalahannya, sekalipun seperti buih air panas yang mendidih [H.R. Muslim, Kitab az-Zikr, Bab Fadlut-Tahlil, No. 28/2691].
Sedangkan tahlilan, atau tahlil yang dilakukan di tempat kematian seseorang, merupakan masalah khilafiyah yakni terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama’. Secara umum, tahlilan merupakan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an untuk memohonkan rahmat dan ampunan bagi arwah orang yang meninggal. Tahlilan juga dimaknai dengan suatu ritual keagamaan untuk mendoakan orang meninggal, diawali pembacaan tawasul, pembacaan surah-surah Al-Qur’an terpilih seperti Yasin, diakhiri zikir sebelum ditutup dengan doa. Oleh karena itu pertanyaan saudara kami pahami sebagai “bagaimana cara menghindari tahlilan di tempat kematian menurut Muhammadiyah”, bukan “bagaimana cara menghindari bacaan tahlil.
Selanjutnya, berkaitan dengan cara menghindari undangan tahlilan kematian, pernah dijelakan dalam rubrik Tanya Jawab Agama Majalah Suara Muhammadiyah No. 22 Tahun 2008. Oleh karena itu, berikut kami paparkan kembali jawaban tersebut dengan poin ketiga sebagai tambahan.
Pertama, saudara bisa meminta izin untuk tidak mengikuti kegiatan tahlilan dengan alasan paham agama saudara tidak membolehkan tahlilan untuk kematian. Secara organisatoris, sikap ini merupakan sikap yang paling ideal sebagai warga Muhammadiyah, yaitu taat pada paham agama yang diyakini oleh Muhammadiyah.
Kedua, jika hal di atas tidak mungkin dilakukan dan harus menghadiri tahlilan untuk menghormati yang mengundang, maka saudara cukup bersikap pasif dalam acara tahlilan tersebut. Tetapi cara yang pertama tentu lebih utama.
Ketiga, menghindari undangan tahlilan dengan kalimat persuasif bukan konfrontatif, misalnya dengan melakukan pendekatan individual kepada seseorang yang dipercaya dan dipandang mampu menerima pemahaman saudara dengan menjelaskan paham agama yang saudara yakini tentang tahlilan. Selanjutnya orang tersebut dapat diminta untuk meneruskan penjelasan saudara kepada warga yang mengadakan tahlilan sehingga tidak menyinggung perasaan. Dengan cara demikian, saudara dapat menghindari undangan tahlilan sekaligus memberikan pemahaman terkait tahlil dan tahlilan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat dan memberi pencerahan.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Sumber: Majalah SM No 07 Tahun 2022