Berpolitik yang Bermuhammadiyah
Oleh: Tri Aji Purbani, A.Md, BI, Majelis Ekonomi Bisnis, Pariwisata dan Pengembangan UMKM Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Brebes
Aristoteles, seorang filosof Yunani terkemuka mengatakan, bahwa politik merupakan ilmu yang paling tinggi kedudukannya. Karena tujuan dan target akhir politik adalah bagaimana menyelenggarakan kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang sehat. Sehingga semua warga negara merasa dilindungi dan dibela hak-haknya, untuk tumbuh menjadi pribadi sehat sesuai minat dan bakatnya.
Dengan demikian, politik dipandang sebagai seni dan ilmu yang sangat terhormat. Maka idealisme politik ini akan terkikis, jika politik dipahami hanya sekedar urusan kepentingan pribadi.
Apabila seorang memikirkan kepentingan pribadinya demi meraup pundi-pundi politik maka dikatakan orang itu sudah merusak idealisme politik, "dimana angin bertiup diakan mengikutinya" mengutip dari sekretaris PDM Brebes
Artinya, bila para pelaku politik tidak bermoral dan tidak memiliki kapasitas idealisme mana mungkin mereka bisa mendidik dan mendesain masyarakat agar hidup dan berkembang menjadi masyarakat yang beradab. Padahal politik dipandang sebagai seni dan ilmu yang sangat terhormat.
Idealisme politik yang berorientasi pada rakyat atau menjawab kepentingan dan kebaikan bersama selalu menjadi tema utama orasi para pelaku politik. Namun dalam hidup berpolitik, seringkali disalahgunakan para pelaku politik, sehingga tujuan politik menjadi tidak jelas.
Akibatnya politik tidak lagi dirancang untuk melahirkan kebaikan bersama, tetapi menjadi batu loncatan untuk mencapai kepentingan pribadi dan menjatuhkan lawan politiknya dengan Zalim. "Unlawful Killing” Terhadap Demokrasi. pada titik inilah, makna politik menjadi distorsi. menggunakan cara-cara yang tidak etis. cara seperti inilah yang merusak tatanan berpolitik, yang akhiranya nilai politik terdegradasi menjadi jelek dimasyarakat, menjadi pragmatis ekonomi yang menghitung untung rugi.
Pak Haedar Nashir pernah berkata "Cintailah rakyat sepenuh hati lebih dari sekedar pencitraan seolah olah prorakyat, namun hanya untuk melapangkan jalan politik sendiri,,....."
Keberagaman komentar dan penilaian muncul dari dogma dogma yang berseberangan dengan Muhammadiyah, baik anggota ataupun simpatisan dari jauh memang Muhammadiyah sebuah organisasi yang mendorong sesuatu anggotanya agar kekeh dalam pendirian, tapi dari dekat terdapat. Moral yang sistematis menerapkan ketuhanan yang langsung diambil dari Al Qur'an dan Al Hadist, Muhammadiyah sangat menghargai pengabdian pribadi dari anggotanya Muhammadiyah adalah organisasi yang disiplin tetapi tidak alat pendisiplinan yang efektif selain kesadaran para anggotanya.
Memang Muhammadiyah bukan orgonisasi Politik tapi peran politik Muhammadiyah harus diperhitungkan oleh kekuatan kekuatan politik lain dinegara ini.
Sejarah membuktikan betapa peran politik Muhammadiyah dalam mendirikan Negara di masa perjuangan sampai era Reformasi Muhammadiyah selalu ikut andil di dalamnya
Sebut saja beberapa kejadian Politik yang selalu menjadi sorotan baik pemilihan Presiden atau pun pemilihan legeslatif, pendirian partai sampai Pilkadapun baik langsung atau tidak langsung Muhammadiyah memiliki saham untuk terjun ke arena yang sebenarnya bukan lahan Muhammadiyah walaupun Secara organisatoris Muhammadiyah tidak akan berafiliasi dengan partai politik manapun akan tetapi bau anggotanya tercium jelas, partai politik mana yang didukungnya, kecuali anggota yang tersesat yang beralasan mengikuti aliansi strategis tapi itu hanya akan membuahkan fikiran yang pragmatis, boleh dikatakan "tidak usah repot merubah jalanya partai, sudah bisa bertahan dijalur yang benar saja sudah untung,
Apapun kegiatan dan sepak terjang yang dilakukan oleh para pemimpin Muhammadiyah dan kadernya yang berhubungan dengan politik praktis tentu harus berpedoman dengan Khittah perjuangan dan ideologi muhammadiyah. Ideologi ibarat akar, yang menopang pohon dan ranting. Akar yang kuat akan membuat pohon kokoh berdiri, sedangkan akar yang lemah akan mudah tercabut, dan pohon akan tumbang. Begitu pula dengan Muhammadiyah ketika ideologi lemah bisa dipastikan persyarikatan ini akan diisi oleh para pengkhianat yang sangat merugikan, dan pada akhirnya Muhammadiyah hanya nama, yang menghilangkan karakteristik persyarikatan.