YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Dalam Bincang Buku Ramadhan “Dari Teks Menuju Konteks”, Jumat (15/3) di Angkringan SM Tower Malioboro Yogyakarta, Direktur Utama PT Syarikat Cahaya Media / Suara Muhammadiyah Deni Asy’ari, MA., Dt Marajo menceritakan jejak pengembaraannya menjadi seorang penulis.
Momen itu terjadi ketika menjadi kader dan pengurus Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Deni berlatih sekaligus mencoba mengirimkan tulisan ke media, seperti Kedaulatan Rakyat. Bekali-kali ditolak sampai 79 artikel, Deni tidak patah arang dengan terus mengasah diri sampai artikel ke-80 bisa terbit di koran lokal DIY tersebut.
“Saya mengirim sebanyak 79 artikel, baru artikel ke-80 diterima (dimuat). Tetapi itu justru menjadi semangat awal saya untuk terus menulis,” ujarnya.
Deni mengungkapkan, di antara artikel yang ditolak itu kemudian disunting dan diedit ulang. Setelah itu, dikirimkan ke Penerbit Buku Resist Book di Yogyakarta. Tanpa disangka, justru diterima oleh penerbit dan buku itu diberi judul “Pemberontakan Kaum Muda Muhammadiyah.”
“Inilah buku saya yang pertama pada saat itu. Buku ini adalah tulisan-tulisan yang naskahnya banyak ditolak oleh media, lalu saya kumpulkan menjadi satu buku,” ungkapnya.
Bermula dari situlah, Deni terus produktif melahirkan buku sampai pada akhirnya buku terbarunya berjudul “Dari Teks Menuju Konteks.” Buku tersebut terinspirasi dari kebertahanan 108 tahun Suara Muhammadiyah yang lahir tahun 1915. Pada abad pertama, Suara Muhammadiyah fokus bergerak di dunia literasi. Pada tahun itu, banyak orang buta huruf, tapi KH Ahmad Dahlan memberanikan diri menerbitkan media yaitu Suara Muhammadiyah.
“Coba kita bawa alam kita ke tahun 1915, tampak bagaimana KH Ahmad Dahlan begitu dia tekad menghadirkan gagasan literasi yang di zaman itu orang belum punya tradisi. Menerbitkan majalah Suara Muhammadiyah yang tidak hanya sekadar menerbitkan, tapi majalah ini banyak memberikan inspirasi. Inilah yang saya sebut kebertahanan Suara Muhammadiyah karena media ini mampu menginspirasi,” katanya.
Manifestasi dari bentuk menginspirasi itu, tambah Deni, lahirnya media Suara Aisyiyah tahun 1926. Banyak tokoh-tokoh Muslim yang lahir dari Suara Muhammadiyah seperti Prof Dr H Muhammad Amien Rais, MA, Buya Prof H Ahmad Syafii Maarif, MA., PhD, Prof Dr H Haedar Nashir, MSi, Prof Dr Abdul Malik Fadjar, bahkan Muhammad Ainun Nadjib (Cak Nun).
“Itulah tokoh-tokoh Muslim yang lahir pada tahun abad kedua melalui Suara Muhammadiyah. Itulah kemudian saya sebut Suara Muhammaidyah tidak sekadar publishing, tetapi menginspirasi. Dan semua yang dilakukan oleh Suara Muhammadiyah itu semangatnya yang saya lihat adalah semangat memberikan inspirasi. Itulah yang kemudian membuat Suara Muhammadiyah kebertahanan,” ujarnya.
Selama 1 abad, Suara Muhammadiyah telah menginspirasi di dunia literasi. Memasuki abad kedua, Suara Muhammadiyah mencoba memberikan inspirasi di dunia ekonomi dan bisnis di lingkungan Persyarikatan. Dan menginspirasi untuk melahirkan kader-kader entrepreneurship. Dari situ Deni mencoba menyuguhkan sudut pandangnya lewat buku tersebut.
“SM bisa saja telah menginspirasi lahirnya rumah sakit, perguruan tinggi, sekolah-sekolah, metode hisab, berbagai macam pemikiran, tetapi SM menurut saya belum menginspirasi gerakan ekonomi secara nasional. Memasuki abad kedua, saya menulis buku ini, sudah saatnya di abad kedua yang selam ini SM gerakannya bentuk teks, di abad kedua kita ingin transformasikan teks menjadi gerakan konteks,” tegasnya.
Pada saat bersamaan, setelah kegiatan tersebut usai, dilanjutkan dengan pembagian takjil kepada pengemudi becak yang ada di sekitar Suara Muhammadiyah. Setidaknya sebanyak 50 paket takjil dibagikan dengan semangat ta’awun (tolong-menolong dalam kebaikan) untuk meraih manisnya keberkahan Ramadhan tahun 1445 H ini. Perlu diketahui, bahwa program ini merupakan program rutin yang disegelenggarakan oleh Suara Muhammadiyah setiap bulan Ramadhan. (Cris)