Derita Sumatra, Derita Seluruh Bangsa
Penulis : Amalia Irfani, Kaprodi SAA FUSHA IAIN Pontianak/Sekretaris LPP PWM Kalbar
Sedih, pilu, menangis hanyalah empati yang bisa kita rasakan untuk saudara kita di Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara yang tertimpa musibah banjir dan tanah longsor. Jika diposisi mereka, kita akan memahami dalam bagaimana gundah gulana mencekam terus menghantui pikiran, masalah kestabilan emosi seperti trauma kehilangan (harta dan orang terkasih), ketakutan datangnya bencana serupa hingga hilangnya kepercayaan kepada pemerintah yang dinilai banyak kalangan lama tanggap.
Pada posisi korban terdampak, kepedulian adalah prioritas, kehadiran berupa kunjungan langsung akan memberi ruang bahagia meskipun hanya sejenak. Hati, pikiran, mental korban terdampak harus dikuatkan dengan uluran bantuan materil dan non materil. Seperti yang wara-wiri di media sosial, banyak masyarakat segala profesi ikut berpartisipasi mengirimkan donasi. Fakta ini menunjukkan bahwa persatuan Indonesia dalam bingkai nasionalisme masih menjadi identitas. Beberapa bahkan menyambangi ke lokasi, sebut saja Gubernur Jawa Barat KDM, Raffi Ahmad, Nurhayati Subarkat serta Ciki Fauzi dan banyak nama lainnya yang tidak ingin terekspose ikut mengirimkan bantuan. Mereka tulus membantu tanpa drama pencitraan, tanpa takut prasangka yang lahir oleh konten dan komentar netizen, mereka hadir ditengah kelaparan, kedinginan, keputusasaan.
Ketika dimintai statement para influencer tersebut tak bisa menahan air mata saking perih melihat penderitaan warga di tiga provinsi terdampak. Harapan agar bencana serupa jangan terulang juga disampaikan oleh banyak pengamat, anggota DPR, dan pemerhati lingkungan. Mereka berharap pemerintah bertindak tegas dan jelas, karena nyawa tidak dapat diukur nilainya, kewajiban negara pula menghadirkan rasa aman, tentram bagi rakyat. Peran ini yang masih dipertanyakan masyarakat, karena pemicu banjir dan tanah longsor masih hidup bebas tanpa sanksi.
Munculnya berbagai suara kegelisahan yang dianggap minor dan cap berlebihan oleh beberapa kalangan, padahal itulah bentuk empati sosial dan terus bergemuruh di jagad maya menandakan Indonesia berduka. Gubernur Aceh, Muzakir Manaf yang juga mantan Panglima GAM tak kuasa menahan kesedihan, karena sepanjang hidupnya bencana ini adalah terparah, ia menyebut sebagai tsunami kedua.
Dalam wawancara bersama Najwa Shihab, Mualem begitu ia disapa, berkata lirih "..... kita ya berserah diri kepada Allah, bukan kepada manusia. Kalau kita bergantung kepada manusia, kita kecewa. Tapi kalau kepada Allah, kita terima semua apa adanya". Kalimat Mualem tersebut pernyataan pasrah dan bentuk kekecewaan karena begitu lambatnya penanganan pusat. Ketidakberdayaan membuat seorang panglima tangguh pada masanya, tidak lagi mampu menyembunyikan kesedihannya.
Sumatra dan Sebab Bencana
Sejak bencana tanah longsor dan banjir yang terjadi di tiga Provinsi terdampak pulau Sumatra, lagu Ebiet G Ade berjudul Berita Kepada Kawan pun kembali viral menghiasi sebagai musik pengiring beberapa keping gambar bergerak yang bergantian tampil di media sosial.
Lagu yang dirilis tahun 1979, menjelaskan dan mengingatkan bahwa bencana alam meninggalkan banyak traumatis khususnya bagi anak-anak. Misalnya kerusakan psikologis, sosial, ekonomi karena menyebabkan kemiskinan dan pengangguran, juga ancaman keberlanjutan hidup dan pembangunan daerah pasca-bencana.
Maka, apa yang telah dialami oleh Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat harus menjadi titik refleksi semua pemimpin khususnya kepala daerah akan keseimbangan alam yang sekarang sudah berganti peran dan kehilangan fungsi aslinya. . Hutan contohnya, ia akan terus memberikan kemanfaatan bagi makhluk hidup jika adanya keseimbangan melalui rantai makanan serta aliran energi lewat sinar matahari. Karena faktanya hutan di Indonesia banyak yang beralih fungsi. Hutan harusnya tetap memiliki posisi sebagai penjaga ekosistem, misalnya penyerap CO2 untuk menjaga iklim.
Jika pemerintah sebagai wakil rakyat berperan sebagai pembuat kebijakan dan regulasi, pengawasan dan penegakan hukum, mengawasi implementasi kebijakan dan memberikan sanksi tegas, serta pengembangan infrastruktur hijau. Kita pun sebagai masyarakat memiliki peran untuk menjaga keseimbangan alam, dengan secara massif mengedukasi diri, keluarga dan lingkungan terdekat untuk ikut menjaga lingkungan, merawat NKRI agar kelak bisa diwariskan ke anak cucu.

