Diplomasi Digital Perlu Ekosistem Kolaboratif antara Negara dan Publik

Publish

29 October 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
64
Foto Istimewa

Foto Istimewa

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Dosen Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr. Ratih Herningtyas, M.A., menegaskan bahwa diplomasi digital tidak dapat hanya dijalankan sebagai strategi komunikasi pemerintah, melainkan harus berkembang menjadi ekosistem kolaboratif yang melibatkan negara, masyarakat, dan komunitas digital. Pandangan tersebut ia sampaikan dalam Seminar “Peran Engagement Publik dalam Diplomasi Digital Indonesia” yang digelar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Selasa (28/10).

Menurut Ratih, diplomasi digital berperan penting dalam membangun bridging space antara negara dan masyarakat. Melalui ruang digital, publik tidak hanya menjadi penonton isu internasional, tetapi juga kontributor aktif dalam membentuk citra positif bangsa melalui partisipasi digital yang kreatif dan terarah.

“Diplomasi digital harus menjadi ruang kolaborasi antara negara dan masyarakat. Publik memiliki kesempatan untuk ikut membentuk narasi yang mewakili kepentingan Indonesia,” ujarnya.

Ratih menyoroti fenomena hashtag activism sebagai bukti nyata kekuatan publik dalam menggerakkan solidaritas dan opini global. Dalam berbagai kasus, gerakan berbasis tagar bahkan mampu melampaui pengaruh komunikasi resmi pemerintah.

Ia menilai, keberhasilan diplomasi digital bergantung pada kemampuan negara dalam menyeimbangkan antara pendekatan politik luar negeri yang bersifat institusional dan keterlibatan masyarakat yang bersifat organik. Negara, kata Ratih, perlu beradaptasi dengan pola komunikasi publik yang terbuka, interaktif, dan kolaboratif.

Dalam pandangannya, Ratih mengusulkan agar pemerintah, lembaga pendidikan, dan komunitas digital bekerja bersama membangun ekosistem diplomasi berbasis partisipasi. Salah satu gagasan yang ia tawarkan adalah pembentukan “Indonesia Digital Diplomacy Hub”, sebuah wadah kolaboratif yang mempertemukan pemerintah, akademisi, komunitas digital, dan diaspora Indonesia di luar negeri.

“Melalui platform ini, berbagai ide, isu, dan kampanye digital dapat diintegrasikan agar selaras dengan kepentingan diplomasi nasional,” jelasnya.

Ratih juga menekankan pentingnya peran dunia akademik dalam memperkuat kapasitas diplomasi publik melalui riset, edukasi, dan literasi digital. Menurutnya, kampus harus berfungsi tidak hanya sebagai pengamat, tetapi juga sebagai inkubator gagasan dan pelatihan digital untuk mencetak generasi digital influencers yang berkarakter kebangsaan.

“Mahasiswa perlu disiapkan bukan hanya sebagai konsumen informasi, tetapi juga sebagai produsen narasi yang memperkuat posisi Indonesia di dunia internasional,” tegasnya.

Ratih menilai bahwa sinergi antara negara dan publik di ruang digital memiliki nilai strategis dalam memperkuat legitimasi kebijakan luar negeri Indonesia. Dengan mengedepankan transparansi, kreativitas, dan partisipasi publik, diplomasi Indonesia dapat tampil lebih adaptif terhadap perubahan zaman.

“Kolaborasi digital bukan hanya memperluas jangkauan komunikasi, tetapi juga memperkuat legitimasi moral negara di mata dunia. Karena pada akhirnya, kepercayaan global lahir dari partisipasi publik yang nyata,” pungkasnya. 

Generasi Muda Jadi Penggerak Diplomasi Digital Indonesia

Diplomat Ahli Madya Direktorat Informasi dan Media Kementerian Luar Negeri (Kemlu RI), Margaretha Puspita, menegaskan bahwa publik, khususnya kalangan muda, bukan lagi sekadar objek komunikasi pemerintah, melainkan bagian langsung dari strategi diplomasi itu sendiri. Generasi muda memiliki peran strategis sebagai kekuatan baru diplomasi Indonesia di era digital. 

Menurut Margaretha, partisipasi generasi muda menjadi semakin krusial di tengah dinamika global yang dipengaruhi oleh teknologi informasi. Dengan kreativitas dan literasi digital yang kuat, anak muda Indonesia dapat mengisi ruang digital internasional dengan narasi positif tentang Indonesia yang sejalan dengan kepentingan nasional.

“Teman-teman dari kalangan muda bukan hanya bagian dari strategi diplomasi digital Indonesia, tetapi kalian adalah strateginya itu sendiri,” tegas Margaretha di hadapan puluhan mahasiswa Hubungan Internasional UMY.

Margaretha menjelaskan bahwa generasi muda memiliki peran ganda, yakni sebagai produsen sekaligus konsumen informasi. Dengan potensi demografi yang mencapai sekitar 20 persen dari total populasi Indonesia, kalangan muda dapat menjadi digital ambassadors yang memperkuat pengaruh Indonesia di dunia maya.

Ia menggambarkan media sosial dan ruang digital sebagai “pedang bermata dua”,  yakni bisa menjadi ancaman jika digunakan tanpa arah, namun juga menjadi kekuatan lunak (soft power) bangsa jika dimanfaatkan secara bijak untuk memperkuat citra dan diplomasi Indonesia.

Lebih lanjut, Margaretha memaparkan bahwa Kementerian Luar Negeri kini tengah melakukan adaptasi kelembagaan dan modernisasi strategi komunikasi digital untuk menghadapi tantangan era disrupsi informasi. Kemlu telah membentuk unit khusus yang berfokus pada strategi komunikasi dan pemantauan media digital, sebagai bentuk komitmen dalam memperkuat diplomasi publik berbasis data dan informasi. Upaya ini diharapkan mampu menjembatani komunikasi antara lembaga negara dan publik, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Sebagai bagian dari strategi komunikasi publik, Kemlu juga mengembangkan kampanye digital melalui tagar #IniDiplomasi, yang bertujuan memperkenalkan kerja diplomasi kepada masyarakat secara inklusif dan mudah dipahami. Ke depan, inisiatif ini akan dilanjutkan dengan tagar #GlobalIndonesia, untuk membawa pesan diplomasi Indonesia ke audiens global dengan melibatkan partisipasi masyarakat, terutama kalangan muda dan komunitas digital.

“Melalui #IniDiplomasi, kami berharap generasi muda semakin memahami agenda diplomasi Indonesia, dan karena memahami, akhirnya ingin lebih terlibat. Penggunaan #GlobalIndonesia di media sosial juga merupakan bentuk partisipasi publik dalam strategi diplomasi digital Indonesia,” ungkapnya.

Peringkat 4 di G20

Direktur Informasi dan Media Kementerian Luar Negeri (Kemlu RI), Hartyo Harkomoyo menjelaskan bahwa paradigma kekuasaan dunia kini telah bergeser. Jika dulu kekuatan global ditentukan oleh penguasaan sumber daya alam atau kekuatan militer, kini faktor utama adalah kemampuan mengelola informasi dan membentuk persepsi publik internasional.

“Di dunia digital ini, yang dimainkan adalah persepsi dan opini. Siapa yang menguasai opini, dialah yang menguasai dunia. Kalau dulu penguasa minyak adalah penguasa dunia, kini yang menguasai informasi yang menentukan arah global,” ujar Hartyo di hadapan mahasiswa HI UMY.

Ia menegaskan bahwa Indonesia telah berada di jalur yang tepat dalam mengembangkan diplomasi digital. Berdasarkan Digital Diplomacy Index yang menilai kemampuan negara-negara anggota G20, Indonesia menempati peringkat keempat, dengan peningkatan signifikan dalam aspek format proficiency, yakni kemampuan memainkan narasi digital di berbagai platform media sosial.

Meski demikian, Hartyo mengakui masih ada ruang untuk perbaikan, khususnya dalam aspek diplomatic centrality, yakni keterhubungan strategis antarnegara besar. Menurutnya, Indonesia telah unggul dalam memainkan narasi, namun perlu memperkuat konektivitas global agar diplomasi digital Indonesia memiliki dampak yang lebih strategis dan berkelanjutan.

Lebih lanjut, Hartyo menekankan bahwa diplomasi di era digital bukan lagi monopoli diplomat semata, melainkan terbuka bagi seluruh masyarakat, termasuk mahasiswa yang aktif di media sosial.

“Keterlibatan publik dalam menyebarkan narasi positif tentang Indonesia merupakan bagian dari diplomasi digital itu sendiri. Kita ingin mendengar pandangan masyarakat luas tentang dunia masa depan dan bagaimana peran diplomat akan berkembang,” ungkapnya.

Sebagai alumni Hubungan Internasional UMY, Hartyo menilai kampus memiliki peran strategis dalam membentuk literasi diplomasi digital dan kemampuan berpikir kritis generasi muda terhadap isu-isu global. Melalui kegiatan akademik seperti ini, mahasiswa diharapkan memahami bahwa diplomasi modern tidak hanya tentang negosiasi politik, tetapi juga kemampuan mengelola komunikasi, citra, dan reputasi bangsa di tengah kompetisi global. (ID)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Tim basket Universitas Ahmad Dahlan berhasil membawa kemenangan pad....

Suara Muhammadiyah

2 June 2025

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Perhelatan Tanwir Muhammadiyah di Kupang pada awal Desember 2024 in....

Suara Muhammadiyah

1 December 2024

Berita

SERANG, Suara Muhammadiyah – Acara telah berlangsung selama tiga hari sejak Kamis pagi. Pada S....

Suara Muhammadiyah

6 September 2025

Berita

GORONTALO, Suara Muhammadiyah – Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Gorontalo menunjukkan kesiapanny....

Suara Muhammadiyah

26 August 2025

Berita

PALANGKARAYA, Suara Muhammadiyah - Ramadhan merupakan bulan penuh keberkahan bagi semua, L....

Suara Muhammadiyah

3 March 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah