SURAKARTA, Suara Muhammadiyah - Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia, Dr. Rifki Ismail, memaparkan Peran Bank Indonesia dalam Pemberdayaan Ekonomi Pesantren yang dipaparkan pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) VII Pesantren Muhammadiyah di Ruang Meeting Lt.2 Edutorium KH Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
Dalam pengembangan ekonomi, paparnya, Bank Indonesia melihat dari sisi ekonomi bukan apa yang diajarkan di pesantren atau mekanisme pendidikannya.
"Bank Indonesia hanya memfokuskan pada unit bisnisnya, dalam hal itu diharapkan unit ekonomi dari pesantren dapat mandiri karena adanya penghasilan, income, dan bisnis," papar Rifki, Rabu (28/8).
Selanjutnya, jika unit bisnisnya bisa direplikasi dan jumlah pesantren 41.000 (dikutip dari Kementrian Agama) artinya pesantren itu bisa mewakili ekonomi nasional jika unit dari pesantren tersebut ditingkatkan.
Rifki Ismail juga menyampaikan unit pesantren yang bisa masuk di mitra Bank Indonesia yaitu ketika bisnis yang ada di pesantren dapat mendukung inflasi di Indonesia, karena inflasi di Indonesia ini ditentukan oleh bahan makanan yang harganya naik turun.
"Jadi, kalau unit pesantren itu tidak masuk kepada komponen yang mendukung inflasi kemungkinan susah untuk bermitra dengan Bank Indonesia, karena Bank Indonesia berfokus pada produk yang mendorong atau membantu stabilitas inflasi atau harga," jelasnya.
Saat ini Bank Indonesia mempunyai 700 lebih mitra pesantren namun bukan untuk aspek pendidikannya tetapi unit ekonomi yang dihasilkan oleh pesantren tersebut.
Pada acara yang diselenggarakan pada Rabu, (28/8) itu, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia yang diwakilkan oleh Sekretaris Kelompok Kerja (Pokja) Kemandirian Pesantren Kementerian Agama, Muhammad Taufiqurahman juga membawakan materi mengenai Kebijakan Kementerian Agama dalam Membangun Kemandirian Pesantren di Indonesia.
Pada UU Pesantren No. 18 Tahun 2019 mengenai Fungsi Pesantren yaitu sarana pendidikan, jembatan untuk dakwah serta pemberdayaan masyarakat dan sub sistem yang ada di dalam pemberdayaan masyarakat adalah terkait ekonomi pesantren.
Taufiqurahman juga menyampaikan syarat untuk mendirikan pondok pesantren ada 5 yaitu : adanya seorang kyai; terdapat minimal 15 santri; ada masjid / mushola; bangunan pondok atau asrama; dan ada kajian kitab.
"Apabila telah memenuhi ke lima syarat tersebut kemudian dilakukan verifikasi lapangan langsung oleh Kementerian Agama kabupaten kota," jelas Taufiqurahman.
Pada tahun 2020 Kemenag mengeluarkan Penanaman Modal Asing (PMA), terdapat PMA yang berhasil dikeluarkan yang pertama tentang pendirian pesantren, ke dua tentang pendidikan pesantren, ke tiga tentang pendanaan penyelenggaraan pesantren yang dikeluarkan saat adanya Peraturan Presiden (Perpres) tahun 2021.
Taufiqurahman menyebut di dalam Perpres N0. 82 tahun 2021 tentang pendanaan penyelenggaraan pesantren, terdapat 5 sumber pendanaan pesantren di antaranya: (1) masyarakat; (2) pemerintah pusat; (3) pemerintah daerah; (4) hibah luar negeri; dan (5) dana abadi pesantren.
Sedangkan di tahun 2024 ini Kemenag sudah menyalurkan bantuan kemandirian pesantren sebanyak 824 pondok pesantren yang ada di indonesia pada tahap pertama, dan untuk tahap kedua masih di level mengikuti diklat atau seleksi. (Habibah/Humas)