BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Pengelolaan keuangan keluarga secara bijak dan islami menjadi salah satu fondasi penting dalam mewujudkan keluarga sakinah dan harmonis. Hal ini disampaikan oleh dosen Program Studi Manajemen Universitas Muhammadiyah Bandung Rita Zulbetti dalam paparannya mengenai “Menata Keuangan Keluarga dengan Bijak Menurut Islam” di program Gerakan Subuh Mengaji (GSM) Aisyiyah Jawa Barat belum lama ini.
Menurut Rita, pengelolaan keuangan merupakan salah satu tantangan utama dalam sebuah keluarga. “Keuangan termasuk dari tiga masalah utama yang sering memicu konflik rumah tangga. Oleh karena itu, penting bagi pasangan suami istri untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup dalam mengatur keuangan,” ungkapnya.
Dalam Islam, manajemen keuangan keluarga tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga dilandasi oleh keyakinan spiritual. Rita mengutip beberapa ayat Al-Quran, seperti QS Hud ayat 6 tentang keyakinan bahwa Allah adalah pemberi rezeki, QS Al-Baqarah ayat 168 tentang pentingnya mencari nafkah halal, dan QS Yusuf ayat 47-49 yang menganjurkan untuk menabung dan berinvestasi dengan bijak. “Prinsip-prinsip ini menjadi dasar pengelolaan keuangan agar keluarga tetap harmonis dan sejahtera,” tambahnya.
Rita juga menekankan pentingnya melakukan evaluasi keuangan atau financial check-up secara berkala. “Buatlah rincian pemasukan dan pengeluaran, cek aset, utang, dan dana darurat. Hal ini penting agar kita bisa mengetahui apakah keuangan kita sehat,” jelasnya.
Selain itu, ia merekomendasikan penggunaan metode anggaran 50/30/20 untuk pengelolaan keuangan, di mana 50 persen penghasilan digunakan untuk kebutuhan, 30 persen untuk keinginan, dan 20 persen untuk tabungan atau investasi masa depan.
Lebih lanjut, Rita menyoroti pentingnya membedakan antara aset likuid dan tidak likuid. Aset likuid, seperti tabungan atau deposito, mudah dicairkan dalam waktu singkat. Sementara itu, aset tidak likuid, seperti rumah atau kendaraan, memiliki nilai jangka panjang, tetapi tidak mudah diuangkan. “Pemahaman ini membantu keluarga dalam membuat perencanaan keuangan yang lebih terstruktur,” imbuhnya.
Tidak hanya itu, ia mengingatkan bahwa utang juga harus dikelola dengan bijak. Rita membagi utang menjadi tiga kategori: utang baik yang bersifat produktif, utang buruk yang cenderung konsumtif, dan utang super jahat yang berisiko tinggi terhadap stabilitas finansial. “Pastikan kita hanya mengambil utang yang memang benar-benar diperlukan dan memiliki manfaat jangka panjang,” sarannya.
Pada akhir paparannya, Rita menegaskan bahwa tujuan akhir dari manajemen keuangan keluarga bukan hanya kesejahteraan material, melainkan soal keberkahan hidup. “Dengan pengelolaan keuangan yang bijak dan sesuai ajaran Islam, keluarga tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan duniawi, tetapi memperoleh pahala jariah yang abadi,” pungkasnya.*