MALANG, Suara Muhammadiyah - Di balik tingginya antrian lansia di rumah sakit dan banyaknya obat yang harus mereka konsumsi, Diani Fatmawati melihat ini sebagai sebuah tantangan: bisakah sel otot yang menua diperbaiki tanpa efek samping berbahaya? Pertanyaan ini membawa dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu menempuh perjalanan tak mudah mengejar gelar S3 di Department of Genetic Engineering, Kyung Hee University, Korea Selatan.
Adapun ia menimba ilmu di sana dengan beasiswa HEAT (Higher Education for ASEAN Talents), sebuah program beasiswa dari pemerintah Korea Selatan untuk para dosen di kawasan ASEAN. Sebagai muslimah berhijab, adaptasi di negeri ginseng penuh tantangan, tetapi tekadnya untuk berkontribusi di bidang kesehatan membuatnya pantang menyerah.
Diani memilih Kyung Hee University karena fasilitas laboratorium molekuler yang memadai. Lokasinya di Yongin, tidak seperti Seoul yang sangat metropolitan juga menjadi pertimbangan. “Area di sini enak banget, tidak terlalu ramai, cocok untuk fokus belajar,” ujarnya.
Adaptasi di negeri ginseng ternyata tidak serumit yang dibayangkan. Diani mengaku dibantu oleh persiapan matang sebelum berangkat, termasuk diskusi dengan rekan yang pernah studi di Korea. “Alhamdulillah, saya tidak pernah mengalami diskriminasi sebagai muslimah berhijab. Orang-orang di sini justru ramah, meski mereka cenderung lebih cuek dalam urusan pribadi,” ceritanya.
Salah satu hal yang menarik perhatian Diani adalah sistem pembelajaran multidisipliner di kampusnya. Teman-temannya ada yang dari teknik sipil, tapi meneliti genom bakteri. Ini menjadi sangat menantang sekaligus membuka wawasan. Di lab, ia tidak menemui senioritas yang kerap dikhawatirkan banyak orang. Justru, para senior lebih berperan sebagai mentor. Mereka mengarahkan dengan tegas bahwa sebagai mahasiswa doktoral, harus bisa berbagai hal. Semua diajari dengan detail. Salah satu yang menurutnya sulit di Korea adalah menemukan makanan halal.
Penelitian Diani berpusat pada pengembangan terapi sel otot menggunakan bahan alami, menghindari senyawa sintetik yang berisiko memicu efek samping. "Kami memanfaatkan stem cell (sel punca) untuk mempercepat proliferasi dan diferensiasi sel otot, khususnya pada lansia yang mengalami sarkopenia atau penurunan massa otot akibat penuaan," jelasnya.
Inspirasi ini berawal dari keprihatinannya terhadap kondisi lansia di Indonesia. Melihat lansia harus antri berobat, minum banyak obat, lalu kembali lagi bulan depan. Ia ingin berkontribusi agar mereka punya kualitas hidup lebih baik. Ia berharap, penelitiannya tidak hanya bermanfaat secara nasional, tetapi juga diakui di kancah internasional.
Sebagai dosen Muhammadiyah, Diani menekankan pentingnya memegang nilai-nilai Islam dalam menuntut ilmu. Jika semua diniatkan karena Allah, maka segala kesulitan akan dipermudah. Bonusnya, kita bisa dapat pengalaman luar biasa seperti melihat cherry blossom, merasakan salju, atau bertemu orang-orang hebat.
Dengan semangat pantang menyerah, Diani membuktikan bahwa ilmu dan niat tulus bisa membawa seseorang melampaui batas, baik geografis maupun akademis. Kisahnya menjadi pengingat bahwa di balik setiap perjuangan, ada harapan untuk memberi manfaat lebih besar bagi sesama. (diko)