Fikih Air
Fikih air adalah kumpulan kaidah, nilai dan prinsip agama Islam mengenai air yang meliputi pandangan tentang air, pengelolaannya, pemanfaatannya dan solusi mengenai berbagai problem tentang air terutama dari sudut budaya pemakainya.
Air merupakan hal yang sangat vital dalam kehidupan manusia, bahkan bagi kehidupan seluruh makhluk hidup. Kita dan semua makhluk hidup lainnya tidak dapat bertahan hidup tanpa air. Hal itu lantaran air menjadi salah satu sumber kehidupan yang amat esensial. Di dalam Al-Qur’an dikatakan, “Dan dari air Kami (Allah) jadikan segala sesuatu yang hidup”. (Qs 21: 30). Artinya segala makhluk hidup sangat tergantung kepada air.
Fikih Air yang digagas oleh Muhammadiyah adalah sekumpulan nilai dasar (al-qiyam al-asasiyyah), prinsip universal (al-usul al-kulliyah) dan rumusan norma implementatif (al-ahkam al-far’iyyah) yang bersumber dari agama Islam mengenai air, mencakup kegiatan konsumsi, distribusi, konservasi, dan komersialisasi air. Sebagai gerakan dakwah amar makruf nahi munkar dan tajdid dan sebagai bagian dari komponen bangsa Indonesia, Muhammadiyah menyadari bahwa dirinya harus terlibat aktif dalam menyelesaikan masalah krusial yang dihadapi oleh umat manusia. Fikih air berlandaskan prinsip-prinsip universal sebagai berikut:
Pertama, keterlibatan publik, yaitu partisipasi semua elemen masyarakat yang meliputi pengguna, perencana, atau pelaksana kebijakan terhadap air, yang harus memiliki perhatian dalam pengelolaan air. Laki-laki maupun perempuan, lembaga pemerintah lintas sektor dan lintas wilayah (pusat dan daerah) maupun masyarakat sipil, harus terlibat dan memiliki perhatian tentang pengelolaan air, dalam rangka menjamin keberlanjutan dan masa depan air.
Kedua, penyusunan skala prioritas, yaitu pemetaan air berdasarkan kebutuhan manusia yang dikategorikan menjadi primer (makan, minum, ibadah dan sanitasi), sekunder (irigasi, produksi energi, industri dan menjaga keseimbangan ekosistem), dan tersier (mencuci mobil, motor, membuat kolam renang, membuat danau buatan untuk kepentingan rekreasi). Kebutuhan primer terhadap air didahulukan pemenuhannya dari kebutuhan sekunder dan tersier.
Ketiga, konservasi, yaitu usaha yang dilakukan dalam rangka mengatur air agar tetap menjadi sumber daya yang berkualitas dan berkelanjutan, supaya air tetap tersedia untuk digunakan di masa depan, sehingga generasi yang akan datang dapat menikmati air yang cukup, sehat dan terjangkau.
Keempat, regulasi kepemilikan air, yaitu pengaturan kepemilikan air, baik oleh publik maupun individu dengan tidak membuka lebar-lebar pintu privatisasi dan monopoli tanpa batas.
Kelima, regulasi distribusi air, yaitu pengaturan penyaluran air yang sejalan dengan program pengentasan kemiskinan sehingga warga masyarakat dari setiap lapisan memiliki akses yang sama terhadap air.
Bertitik tolak dari nilai-nilai dasar dan prinsip-prinsip universal di atas, melakukan langkah pencegahan dan penanganan terhadap krisis air adalah wajib bagi setiap subjek hukum. Karena itu, merusak sumber daya air sebagai salah satu unsur ekosistem adalah haram karena sama dengan merusak ekosistem secara keseluruhan.
Merusak sumber daya air mencakup baik kualitas maupun kuantitas air. Merusak kualitas air yang termasuk kategori haram, antara lain: membuang tinja, sampah, limbah pabrik, limbah tambang (timah, emas, besi, batubara) dan limbah perkebunan ke sungai, danat dan atau aliran air, dan menangkap ikan menggunakan peledak.
Negara wajib menguasai sumber-sumber air serta mengatur dan mengawasi penggunaannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Karena itu, negara wajib menjamin hak setiaporang untuk mendapatkan air agar terpenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif.
Fikih Air ini merupakan Keputusan Musyawarah Nasional Tarjih XXVIII yang berlangsung pada tanggal 27 Februari s/d 1 Maret 2014 M bertepatan dengan tanggal 27 s/d 29 Rabiul Akhir 1435 H di Komplek Muhammadiyah Palembang, Sumatera Selatan. (Imron Nasri)
Sumber: Majalah SM Edisi 22 Tahun 2021
Beli buku https://suaramuhammadiyah.or.id/products/detail/fikih-air-362