SURABAYA, Suara Muhammadiyah- Sekolah Teladan Nasional SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya (SD Mudipat) bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kota Surabaya melaksanakan simulasi bencana gempa bumi di lapangan sekolah, Selasa (11/2/2025).
Koordinator Wilayah Timur Surabaya Anang Kustyawan SSTP menyatakan bahwasanya dalam rangka pengurangan resiko bencana dan membiasakan anak-anak didik untuk bisa berfikir bagaimana bisa menuju titik kumpul jika terjadi bencana gempa bumi pihaknya melaksanakan simulasi pengurangan resiko bencana di sekolah-sekolah tingkat Paud, TK, SD, dan SMP.
"Ini perlu dilakukan, karena untuk sekolah-sekolah dengan jam, waktu, dan hari yang sama, kurang lebih 7-8 jam berada dilokasi yang sama sebanyak ratusan bahkan ribuan orang seperti di SD Mudipat ini," ujarnya.
"Kalau tidak dengan manajemen baik dan tidak menjadikan sebuah kebiasaan terkait dengan mitigasi bencana untuk masuk sampai ke titik kumpul, maka hal ini bisa menjadi suatu permasalahan yang besar," imbuhnya.
Oleh karena itu, menurut Anang Kustyawan kegiatan sosialisasi dan simulasi tersebut harus dilakukan oleh sekolah-sekolah terkait dengan satuan pendidikan aman bencana, sesuai dengan amanat Permendikbud No. 33 Tahun 2019, yakni peraturan tentang Penyelenggaraan Program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB). Peraturan ini dibuat untuk melindungi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan dari risiko bencana.
"Mudah-mudahan Surabaya senantiasa dijauhkan dari bencana serta marabahaya, dan dengan kegiatan sosialisasi dan simulasi ini harapannya masyarakat benar-benar bisa tangguh dalam menghadapi bencana," harapnya.
Sementara itu, Kepala SD Muhammadiyah 4 Surabaya Eddy Susanto S.Pd., M.Pd., sangat bersyukur bahwasanya kegiatan simulasi bencana gempa bumi bisa berjalan dengan lancar.
"Kami dibantu BPBD kota Surabaya melaksanakan dalam melaksanakan simulasi gempa, dimana anak-anak masih berada di dalam ruangan," jelasnya.
Lebih lanjut Eddy Susanto menambahkan bahwa sebelumnya sudah disampaikan kalau terjadi gempa bumi tidak boleh panik, anak-anak harus berlindung didalam kelas dulu, bersembunyi dibawah kursi atau meja sambil melindungi kepala dengan tangan, kemudian setelah gempa selesai anak-anak baru diturunkan.
"Karena jumlah murid kami sebanyak 1.442 siswa, maka anak-anak keluar ke titik kumpul sampai dijalan, dan kami telah berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk mengantisipasi lalu lintas," terangnya.
Simulasi ini dianggap penting, karena 1 tahun yang lalu sempat terjadi gempa, walaupun anak-anak sudah dievakuasi, namun dengan pengetahuan yang masih sangat terbatas.
"Kegiatan simulasi ini sangat bagus agar anak-anak teredukasi, tidak panik, kemudian bagaimana dia bisa menyelamatkan dirinya masing-masing sehingga diharapkan tidak akan terjadi korban," tandasnya. (Yuda/mutia)