BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Universitas Muhammadiyah (UM) Bandung menggelar workshop bagi guru Bimbingan Konseling (BK) SMA/SMK/MA se-Bandung Raya. Acara ini berlangsung di Auditorium KH Ahmad Dahlan UM Bandung pada Selasa (30/04/2024).
Ketua Panitia Workshop, Riyanda Utari, menyampaikan bahwa kegiatan ini diselenggarakan sebagai upaya konkret UM Bandung dalam memerangi perundungan yang masih terjadi di lembaga pendidikan.
“Perundungan merupakan permasalahan serius yang mempengaruhi mental dan emosional para pelajar. Dalam workshop ini, kami memberikan pemahaman mendalam kepada para guru BK mengenai strategi dan metode pencegahan perundungan. Kemudian bagaimana menangani kasus perundungan tersebut," ungkap Riyanda.
Riyanda berharap guru BK dapat berkontribusi di sekolah masing-masing untuk menerapkan dan mengaplikasikan bekal yang sudah didapatkan dari workshop ini.
Tema workshop ini adalah "Penerapan Disiplin Positif Dalam Pengembangan Program Anti Perundungan". Ada dua narasumber dalam workshop ini. Pertama, Founder Peace Generation Irfan Amalee. Kedua, psikolog dan dosen UM Bandung Rika Dwi Agustiningsih.
Mengubah mindset
Irfan menerangkan—seraya mengutip data UNICEF—bahwa dua kontributor kekerasan dalam dunia pendidikan adalah disiplin dengan hukuman dan bullying.
“Disiplin biasa itu kenapa ada hubungan kekerasan karena mengandalkan hukuman untuk mengendalikan perilaku anak-anak. Hukuman tersebut dilakukan oleh orang yang punya power atau kekuatan kepada orang lemah,” kata Irfan.
Oleh karena itu, sekolah, guru, dan siswa harus mengubah mindset dari disiplin biasa ke disiplin positif. Kata Irfan, setiap orang punya kesadaran internal sehingga tidak perlu dikendalikan dengan hukuman karena mereka bisa melakukan sesuatu.
“Kalaupun ditambah hukuman, perilaku itu tidak akan pernah berubah. Maka diganti dengan disiplin positif, yakni fokus kepada kesadaran internal bahwa manusia itu fitrahnya adalah taat dan bisa sesuai aturan. Dengan begitu, anak-anak lebih punya dignity atau harga diri sehingga mereka melakukan sesuatu itu dengan kesadaran dan kebanggaan,” tandas Irfan.
Penanganan holistik
Sementara itu, narasumber kedua, Dwi Rika Agustiningsih, menekankan pentingnya ada aturan-aturan terkait disiplin positif sehingga hal ini bisa menjadi budaya jangka panjang.
Dwi berharap para guru BK terus berkesinambungan untuk membuat program penanganan yang nyatanya tidak bisa dilakukan sendiri. Butuh penanganan bersama-sama dan holistik.
”Untuk membangun budaya positif itu harus dilakukan secara sistemik sehingga perlu kerja sama semua pihak. Kami berharap para guru BK yang hadir hari ini bisa menjadi inisiator dan membuat rancangan yang nantinya diterapkan oleh seluruh lapisan di sekolah,” kata Dwi.
Apresiasi peserta
Refina Damayanti dari MA Al-Ghazali Majalaya, Kabupaten Bandung, mengapresiasi kegiatan ini. Ia mengaku banyak mendapatkan ilmu, pengalaman baru, dan bahkan teman-teman baru.
Di samping Refina, apresiasi juga datang dari Rida Fadilah dari SMK PU Negeri Bandung. Menurut Rida, tema bullying yang dikupas dari workshop kali ini sangat relevan dengan kondisi yang terjadi sekarang.
Mereka juga banyak mendapatkan tambahan ilmu baru tentang bagaimana menghadapi apabila terjadi kasus-kasus bullying di sekolah tempat mereka mengajar.*(FA/FK)