Haedar Nashir: Tahun Baru, Bergerak Maju

Publish

7 July 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
927
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Haedar Nashir: Tahun Baru, Bergerak Maju

Untuk apa dari tahun ke tahun umat Islam merayakan tahun baru hijriyah? Pun untuk menyambut 1 Muharram 1446 H tahun ini. Apa sekadar memperingati dan menyemarakkan syiar? Tentu tidak. 

Semarak menyambut tahun baru hijrah dalam aktivitas di berbagai lingkup komunitas maupun melalui media sosial boleh meluas sebagai syiar keislaman. Namun niscaya disertai memupuk kesadaran baru untuk maju di segala bidang kehidupan. Jadikan peringatan hijrah sebagai jalan bermuhasabah sekaligus memaknai sejarah hijrah untuk mengagendakan kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia!

Spirit Hijrah

Hijrah Nabi Muhammad bersama kaum muslimin tahun 622 M dari Makkah ke Yasrib adalah tonggak bersejarah dilahirkannya tahun hijriyah. Sungguh betapa penting peristiwa hijrah. Hijrah bukan sekadar migrasi fisik. Hijrah fisik pun kala itu sangat berat karena Nabi bersama Abu Bakar berada dalam ancaman pembunuhan berencana kamu kafir Quraisy. Perjalanan darat Mekkah Yatsrib dengan transit di Quba beberapa hari pun sungguh melelahkan dalam lintasan waktu sangat panjang, hampir sebulan.

Hijrah non-fisik jauh  lebih berat pula. Hijrah adalah tonggak baru sejarah risalah Nabi di jazirah Arab. Hijrah mengubah keadaan bangsa Arab dari kehidupan jahiliyah yang seluruh tatanan sistemnya kacau balau. Berubah atau diubah menuju peradaban baru yang tercerahkan sekaligus mencerahkan semesta. Sebagaimana simbol Yatsrib yang terbelakang berubah menjadi al-Madinah al-Munawwarah. Kota peradaban baru nan cerah-mencerahkan disinari nilai-nilai Ilahi.

Dari jazirah Arab dengan peradaban baru al-Madinah al-Munawwarah itulah umat Islam bergerak maju membangun peradaban dunia nan jaya. Lahirlah era kejayaan Islam berabad-abad lamanya sebagai puncak kebudayaan Islam tertinggi di berbagai bidang kehidupan sehingga dunia Islam menguasai ranah global dalam bingkai The Renaissance of Islam. Kejayaan Islam itu sangatlah monumental di kala Barat dan kawasan bangsa-bangsa lain berada jauh di belakang dunia Islam. Itulah Era Keemasan Islam dalam pancaran kosmopolitanisme Islam yang menyemesta!

Karenanya ketika kini umat Islam di dunia dan khusus di Indonesia menyambut tahun baru 1446 hijriyah, maka seluruh elemen kekuatan dan bangsa muslim niscaya bangkit menuju pergerakan  berkemajuan di segala bidang kehidupan. Umat Islam tidak cukup hanya kokoh dalam nilai-nilai keislaman di bidang akidah, ibadah, dan akhlak semata. Kaum muslim dan dunia Islam wajib bergerak maju di seluruh ranah muamalah-keduniaan seperti ekonomi, politik, pendidikan, iptek, pengelolaan sumberdaya alam, dan kualitas sumberdaya manusia yang unggul. Berakidah, beribadah, dan berakhlak justru menjadi fondasi, bingkai, dan kerangka nilai mendasar secara transformasional dalam bermuamalah dunyawiyah yang membedakan dengan pihak lain yang pandangan kehidupannya sekular, agnostik, dan ateistik.

Tahun 1446 hijriyah makin menuntut umat Islam sedunia memiliki Kalender Hijriyah Global Tunggal sebagai utang peradaban. Malulah umat Islam dalam menentukan hari dan tanggal baru hijriyah termasuk untuk penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, 1 Muharram masih berbeda antar negara dan di satu negara, apalagi  dengan cara dadakan dan mengandung ketidakpastian. 

Padahal di dunia luar Kalender Masehi atau Miladiah begitu pasti dan telah lama menjadi rujukan atau pegangan pasti umat manusia secara global. Perlu ijtihad dan penafsiran baru atas hadis Nabi yang terkait dengan hukum alam dan peredaran benda-benda langit yang pasti sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih dan mengarah pada kepastian.

Hilangkan ketidakpastian menuju kepastian dalam penentuan hari, bulan, dan tahun hijriyah sebagai bukti umat Islam tinggi tingkat kemajuan peradabannya. Bukankah Allah sendiri menciptakan alam semesta dengan hukum alam atau sunnatullah-Nya yang pasti. Allah pulalah yang menghendaki  kemudahan dan tidak menghendaki kesukaran dalam beragama (QS Al-Baqarah: 185). Kenapa umatnya justru memproduksi kesukaran yang menunjukkan kekakuan dan kebekuan berpikir.

Memajukan Kehidupan

Umat Islam Indonesia masih harus mengejar kemajuan dari sejumlah ketertinggalan. Mayoritas secara jumlah tetapi masih tertinggal secara ekonomi, penguasaan iptek, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya insani umat. Umat Islam secara politik juga tidak sebanding posisinya dibanding kemayoritasannya. 

Karenanya jangan lengah dan sibuk dengan urusan-urusan yang remeh-temeh dan menguras energi umat. Berbagai ritual, upacara, dan kegemaran kegiatan-kegiatan massal yang tidak produktif juga mesti ditata ulang agar tidak menghabiskan waktu dan peluang untuk maju. Jangan pulalah takabur diri dengan merasa umat Islam Indonesia terbaik dan menjadi role-model segala hal keislaman untuk diekspor ke dunia Islam secara berlebihan. Padahal berbagai kekurangan dan kelemahan tidak beranjak diperbaiki secara serius dan tersistem.

Para aktivis dan pimpinan umat  mesti membawa umat mayoritas ini berkemajuan di berbagai bidang. Tidak tenggelam dengan isu-isu politik maupun isu-isu artifisial lain yang membuat umat terbawa arus dan suasana kontroversi berkepanjangan dan kemudian menjadi kontraproduktif. Sementara agenda-agenda strategis yang menyangkut hajat hidup nyata umat Islam tidak menjadi perhatian serius disertai usaha-usaha membangun kekuatan ekonomi dan lainnya yang secara signifikan dapat menaikkan keunggulan umat secara kualitatif. 

Jika ingin berhijrah di era mutakhir, maka umat Islam mesti meninggalkan pola pikir lama yang membelenggu dan membuat umat tidak bergerak maju. Pola hijrahnya tidak dogmatik dan artifisial atau pinggiran. Ubah secara transformatif pandangan keislaman yang kolot, dogmatik, apologik, dan sempit dalam memahami Islam dan menjalani kehidupan. Termasuk mengubah pandangan yang antidunia dan antikehidupan, yang menyebabkan kemunduran umat Islam di tengah kemajuan umat dan bangsa lain.

Hijrah kontemporer meniscayakan umat Islam prokehidupan sehingga terwujud khaira ummah yakni umat yang unggul berkemajuan di segala bidang kehidupan berpondasikan ajaran Islam. Jika ingin menjadi umat terbaik maka pandangan keislamannya menurut Prof Kuntowijoyo niscaya berparadigma profetik yang mengandung proses humanisasi, liberasi, dan transendensi yang transformasional. Paradigma profetik mesti berangkat dari fondasi Islam, tidak dengan pendekatan liberal-sekuler maupun Marxisme-Neo Marxisme yang prinsip-prinsip epistemologisnya jelas berbeda dan untuk banyak hal mendasar tidak sejalan dengan Islam.

Paradigma profetik Islam transformatif akan mengubah dunia kehidupan umat manusia dari sangkar-besi teosentrik (agama abad tengah) dan antroposentrik (barat modern) menjadi teo-antroposentrik. Menjadi umat dan bangsa yang bertuhan sekaligus 

pro kehidupan yang mengemban misi ibadah dan kekhalifahan yang menebar Rahmatan lil-'Alamin. Paradigma teo-antroposentrik itulah yang menjadi esensi pandangan Islam berkemajuan. Paradigma Islam yang unggul dan  prokehidupan menuju puncak peradaban utama  yang mencerahkan semesta!


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)  kembali menerima 3 ....

Suara Muhammadiyah

26 March 2024

Berita

LAMPUNG, Suara Muhammadiyah – Pimpinan Ranting Nasyiatul Aisyiyah (PRNA) Kalirejo mengadakan s....

Suara Muhammadiyah

29 January 2024

Berita

BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Tim mahasiswa program studi Akuntansi UM Bandung berhasil meraih....

Suara Muhammadiyah

19 September 2023

Berita

KULON PROGO, Suara Muhammadiyah – Setelah bersepeda gembira (fun bike), rangkaian semarak mila....

Suara Muhammadiyah

13 July 2024

Berita

JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Kasus kekerasan dan diskriminasi terhadap anak di Indonesia teru....

Suara Muhammadiyah

3 October 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah