Hajjah Hamdah: Perempuan Pengerak Berkemajuan Kalimantan Barat

Publish

7 April 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
1536
Kanan Putri Tertua Hajjah Hamdah, Hajjah Hiliyati. Foto Istimewa

Kanan Putri Tertua Hajjah Hamdah, Hajjah Hiliyati. Foto Istimewa

Hajjah Hamdah: Perempuan Pengerak Berkemajuan Kalimantan Barat

Oleh: Dr. Amalia Irfani, M. Si, LPPA PWA Kalbar

Perempuan hebat, kuat, tangguh tidak dilahirkan tanpa tempaan. Ia dibesarkan karena ketulusan, keikhlasan, kegigihan, serta doa-doa orang tua yang dipanjatkan kepada sang Khalik.  Ada budaya, pola hidup (kebiasaan) baik yang diturunkan oleh ibu bapak dan membuat anak merasakan kehangatan dalam balutan kasih sayang, dan akhirnya memunculkan semangat untuk kemudian melanjutkan perjuangan, berdakwah karena Allah. 

Perempuan tangguh untuk perubahan bangsa tidak bim salabim muncul dan mampu menampilkan/memberikan kebaikan untuk lingkungannya, ia telah melewati banyak proses. Berkelok jalan tidak menjadikannya putus asa dan menyerah (termasuk didalamnya masalah rumah tangga), tetapi sebaliknya semangat dihati, terpatri didada semakin berkobar. Ia yakin, setiap kesulitan pasti ada kemudahan, sebab Allah Maha Penyayang, yang akan menolong hambaNya menegakkan amr maruf nahi mungkar. 

Begitulah yang tergambar untuk melukiskan bagaimana semangat seorang Hamdah dalam berdakwah, seorang perempuan tangguh dikenal sebagai aktivis pembaharu 'Aisyiyah Kalimantan Barat. Namanya tercatat sebagai Ketua Pimpinan Wilayah 'Aisyiyah pertama. Siapapun yang mengenal Hamdah pasti setuju, jika Ia adalah sosok panutan, perempuan penggerak dengan segudang kreatifitas dan semangat yang tak kunjung padam. Sikap dan sifatnya yang moderat, mudah bergaul, komunikatif, membuat Hamdah tidak terlampau sulit beradaptasi dengan siapapun. 

Hamdah yang terbiasa melihat bagaimana ayahnya, Haji Mahyuddin seorang tokoh agama  terpandang di masyarakat aktif melayani umat di daerah terpencil (Desa di Kabupaten yang jauh dari Ibukota) di Banjarmasin Kalimantan Selatan. Kepedulian ayahanda terhadap sesama dan kecintaannya pada dakwah Islam membuat Hamdah pun juga tertarik memasuki dunia tersebut. Bagi Hamdah, perempuan harus mampu berpijak dikaki sendiri,  mandiri, tidak boleh banyak mengeluh dan berputus asa. Semangat itulah yang membuat Hamdah hingga akhir hayatnya konsisten dan bahagia berdakwah walaupun harus menempuh jalan ratusan kilometer (tahun 1970-1980an jarak ratusan kilometer ditempuh dalam beberapa hari, melewati sungai dan jalan kecil dan sempit untuk sampai ke daerah/kabupaten). 

Hamdah dan Kisah Masa Kecil 

Hamdah adalah anak ketiga dari pasangan Haji Mahyuddin dan Hajjah Zubaidah, lahir tahun 1927 di Banjarmasin Kalimantan Selatan. Menurut penuturan Hajjah Hiliyati (78 tahun) putri tertua Hajjah Hamdah, kakeknya Haji Mahyuddin dikenal oleh masyarakat bukan saja sebagai guru ngaji, tokoh masyarakat yang selalu diminta pendapat dan nasehatnya, tetapi ia juga dikenal sebagai petani yang jujur dan ulet. Jiwa pantang menyerah, gemar belajar, semangat berdakwah yang tidak pupus hingga ajal, ia tularkan pula kepada anak-anaknya. "Walaupun berprofesi sebagai petani, kakek menyekolahkan semua anaknya hingga setingkat SMA/Aliyah, tingkat pendidikan yang sudah tergolong tinggi untuk anak kampung", cerita Hajjah Hiliyati saat penulis bertanya tentang masa kecil Hajjah Hamdah, ibunya. 

Hamdah kecil lanjut Hiliyati seperti yang dituturkan ibunya dulu, melewati masa kecil dan remaja tidak jauh berbeda dengan yang lain. Bermain, mengaji, sekolah, membantu ibu di dapur adalah rutinitas Hamdah dirumah. Hanya saja memang, sebagai gadis kampung, Hamdah sedikit berbeda. Hamdah lebih suka aktif secara sosial. Kepiawaiannya bergaul dengan siapa saja membuat Hamdah mudah diterima oleh siapapun. Ia menyukai beraktivitas diluar rumah, berorganisasi adalah bentuk aktivitas yang disukai oleh Hamdah. Berorganisasi bagi Hamdah tidak hanya sekedar mengikuti kegiatan, tetapi sebagai wadah aktualisasi diri, ia dapat mengekspresikan bakat dan ide-ide berkemajuan yang ia miliki. Aktifitas itu pun sepenuhnya didukung oleh kedua orang tua. 

Maka saat menempuh sekolah menengah pertama (Madrasah Normal Islam, sekolah yang didirikan oleh Khatib Syarbaini pendatang dari tanah Minang yang menjadi ayah dari anak-anaknya kelak. Khatib Syarbaini dikenal masyarakat paham dengan ajaran Islam (Ustadz), sikap dan kesantunannya membuat dakwah yang ia lakukan diterima oleh masyarakat). 

Setamat sekolah menengah atas, Hamdah menikah dengan Khatib Syarbaini, yang usianya terpaut 10 tahun, dan merupakan guru Hamdah di Sekolah Normal Islam. Pernikahan yang menurut Hajjah Hiliyati, karena perjodohan. Haji Mahyuddin, ayah Hamdah sangat menyukai Khatib Syarbaini. Tidak saja karena pendidikan, pengetahuan Islamnya yang baik, Khatib Syarbaini dikenal dengan perangainya yang menyenangkan. 

Hamdah dan Ide Berkemajuan 

Saat berbincang dengan Hajjah Hiliyati, gurat kebahagiaan terpancar saat ia bercerita tentang masa kecil, kebiasaan Ibunda yang menurutnya banyak mengajarkan nilai hidup tak ternilai. Hajjah Hamdah dikenal sebagai ibu yang sabar, tidak pernah marah dan kasar kepada anak. "Sesibuk apapun ibunya ibu diluar, saat dirumah tetap melakukan tugasnya, ibu pun tidak pernah mendengar beliau mengeluh dan berputus asa", kenang Hajjah Hiliyati. 

Sebelum hijrah ke Pontianak tahun 1962, Hajjah Hamdah sudah dikenal luas oleh masyarakat Banjarmasin sebagai pendakwah perempuan. Hamdah bahkan pernah menjadi Ketua Muslimat dari partai Masyumi, dan sempat pula duduk sebagai wakil rakyat di DPRD Provinsi tahun 1955. Bersama dengan kedua temannya, dan wujud kepeduliannya pada pendidikan Islam, Hamdah bersama dua karibnya mendirikan sekolah Mualimat di Banjarmasin. "Ibu masih ingat betul saat Ibu dibawa oleh Ibunya Ibu (Hajjah Hamdah), kampanye, beliau sangat dielukan saat itu, pandai berorasi. Bahkan pernah duduk semeja dengan Proklamator RI", ungkap Hajjah Hiliyati dengan berbinar. 

Hijrah ke Pontianak mengikuti suami, tidak membuat Hamdah berhenti berdakwah mengabdikan diri dan pikirannya kepada ummat. Hamdah pun mulai mengikuti kegiatan-kegiatan perempuan tempat suaminya bekerja (saat itu Khatib Syarbaini adalah Kepala Departemen Pendidikan Agama, salah satu bagian di Kementerian Agama sebelum merger menjadi Departemen Agama). Hamdah aktif di Wanita Islam, dan bergabung di 'Aisyiyah meneruskan perjuangan Kudus Hamka, sosok perempuan yang sempat mendakwahkan 'Aisyiyah di Pontianak, namun tidak lama menetap sehingga rekam jejaknya tidak tampak, karena tidak pernah terdokumentasi. 

Aktif di 'Aisyiyah dan didukung penuh oleh suami. Hamdah mendakwahkan Islam dengan misi perempuan harus cerdas dan tangguh lewat pendidikan (sekolah). Perempuan harus cerdas untuk generasi yang juga cerdas. Hamdah kemudian wara-wiri berceramah mimbar ke mimbar, dari masjid ke masjid, surau ke surau, rumah ke rumah, bahkan menjadikan rumahnya tempat berkumpul mengkaji ilmu. Bersama dengan para perempuan yang memiliki pandangan yang sama dengannya, circle yang selalu saling support dan ikhlash karena Allah, menjadi penyemangat Hamdah. 

Sibuk dengan urusan ummat membuat Hamdah lupa dengan kesehatan dirinya. "Ibunya ibu itu sering suaranya serak bahkan hilang karena kebanyakan berceramah, tapi tidak pernah mengeluh. Beliau istirahat sebentar, sembuh pergi ceramah lagi, biasanya berhari-hari baru pulang", cerita Hajjah Hiliyati. Hingga ajal datang diusia yang masih sangat muda untuk sosok aktivis perempuan, pendakwah yang berpikir berkemajuan. Hajjah Hamdah wafat, Ahad 10 Maret 1974 pada usia 47 tahun. 

Usia memang hanya tentang bertambahnya angka-angka, namun kisah hidup Hajjah Hamdah membuktikan bahwa angka hanyalah deret bilangan, jika kita bisa mengunakan dengan baik maka ia akan menjadi inspirasi kebaikan masa ke masa. 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Humaniora

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah -Di balik sorot matahari yang tak kenal ampun, keluarga PT Syarikat C....

Suara Muhammadiyah

11 September 2023

Humaniora

PAK RUSTAMADJI: Visio dan Lompatan-lompatan UNIMUDA Masjid Salman Al-Farisi Unimuda-Sorong, Jumat 1....

Suara Muhammadiyah

25 November 2023

Humaniora

Melihat Identitas Tengahan Muhammadiyah dari Kuburan Kiai Ahmad Dahlan  Oleh: Aan Ardianto, Ka....

Suara Muhammadiyah

22 July 2024

Humaniora

Cerpen Latief S. Nugraha Sebelumnya saya ingin menyampaikan bahwa cerita ini tidak ada hubungannya....

Suara Muhammadiyah

25 November 2023

Humaniora

Orang-orang Di Pintu Surga  Cerpen Erwito Wibowo Sesungguhnya saya mendatangi rumah seorang u....

Suara Muhammadiyah

18 October 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah