YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Fakultas Sains dan Teknologi Terapan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakrata menyelenggarakan Studium Generale dalam rangkaian Musyawarah Komisariat (Musykom) ke-VII yang digelar di Aula Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan. Tema yang diangkat kali ini adalah "Reaktualisasi IMM FAST: Memperkuat Identitas Gerakan dan Mendorong Pembaharuan Kepemimpinan Progresif."
Pemateri, Hasnan Nahar, menyampaikan mengenai perbedaan makna pemimpin dan kepemimpinan.
"Menyamakan pemimpin dan kepemimpinan, pemimpin itu ia melekat kepada individu baik posisi atau jabatan. Sedangkan kepemimpinan adalah sifat yang melekat kepada individu atau secara kolektif. Kepemimpinan itu tergantung dari apa yang kita pegang," ujarnya.
Hasnan yang juga Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) IMM Bidang Tabligh dan Kajian Keislaman (TKK) itu menambahkan terkait dua kata kunci, yakni identitas gerakan dan pemimpin progresif.
"IMM sebagai organisasi otonom langsung dibawah Muhammadiyah, tidak perlu mencari lagi identitas gerakan lainnya selain gerakan dari Muhammadiyah itu sendiri yakni yang pertama adalah gerakan Islam dan Gerakan Amar Makruf Nahi Munkar dan yang ketiga adalah Gerakan Tajdid," ungkapnya.
Dijelaskannya, musuh di dalam organisasi terutama di IMM sendiri salah satunya mengenai pola pikir yang dianggap membuang waktu. Namun sebenarnya dengan diadakannya organisasi dan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) serta yang lainnya, dapat meningkatkan bakat dari mahasiswa tersebut yang sangat bermanfaat.
Dalam kesempatan yang sama mengenai kepemimpinan, Hasnan menyebutkan tujuh kriteria atau karakteristik mengenai pemimpin nasional yang harus ada di tubuh seorang Pimpinan IMM. Pertama, memiliki jiwa religius dan berintegritas. "Berjiwa religius, taat beribadah, dan berintegritas tinggi serta sejalan antara perkataan dan perilakunya," katanya.
Kedua, pemimpin harus visioner dan memiliki karakter negarawan yang kuat serta selalu mengutamakan kepentingan bersama. "Memiliki visi dan karakter yang kuat sebagai negarawan yang mengutamakan kepentingan bangsa bukan kepentingan pribadinya atau kelompok," ucapnya.
Ketiga, diharuskan untuk berani mengambil keputusan yang strategis dalam suatu masalah." Berani mengambil keputusan kritis dalam memecahkan suatu masalah krusial, dengan tetap menghormati nilai-nilai yang telah disepakati," ujarnya.
Keempat, pemimpin itu harus bisa menata kembali kelola pemerintahan yang baik dalam pemberantasan korupsi. "Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan tegas dalam melakukan pemberantasan korupsi dan seterusnya," tambahnya.
Kelima, penjagaan wibawa dan kedaulatan harus terus dilakukan, "Menjaga kewibawaan dan kedaulatan nasional dan seterusnya," pungkasnya.
Keenam, strategi perubahan harus dimiliki oleh seorang pemimpin. "Seorang pemimpin ya, harus memiliki strategi perubahan yang membawa pada kemajuan bangsa itu sendiri apalagi bangsa Indonesia," tegasnya.
Ketujuh, Hasnan menjelaskan bahwa pentingnya akan aspirasi politik umat Islam. "Pemimpin dalam hal apapun harus berkomitmen menggerakan aspirasi politik umat islam dan mewujudkan Indonesia berkemajuan untuk terwujudnya negara yang baldatun toyyibatun warabbun ghafur," tutupnya. (Nif/Jan)