Hikmah Hijrah (Serial Kehidupan SAW)
Oleh : Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
Tagar #whoisMuhammad beberapa waktu lalu viral di media sosial. Mari kita lanjutkan diskusi tentang Nabi Muhammad SAW. Di tulisan sebelumnya, kita telah membahas berbagai peristiwa dalam hidupnya, mulai dari masa kecil, perjuangan dakwah, hingga menghadapi penolakan masyarakat. Namun, di luar sisi sejarah, pelajaran apa yang bisa kita petik dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari?
Masa kecil Nabi sebagai yatim piatu mengajarkan kita untuk tidak pernah meremehkan siapa pun. Al-Qur`an mengajarkan kita untuk menghormati dan membantu anak yatim, karena mereka memiliki potensi besar, seperti yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW. Beliau adalah bukti nyata bahwa dengan pertolongan Allah, setiap manusia bisa mencapai kemuliaan.
Kisah perjuangan Nabi dalam berdakwah juga menginspirasi kita. Banyak Muslim saat ini menghadapi tantangan serupa, seperti diskriminasi dan prasangka. Nabi dan para sahabatnya juga pernah mengalami hal serupa, namun mereka tetap sabar dan teguh. Nabi, yang digambarkan Al-Qur`an sebagai rahmat bagi seluruh alam, selalu menunjukkan kasih sayang, bahkan kepada mereka yang menyakitinya. Di tulisan sebelumnya, kita juga membahas tentang hijrah ke Abyssinia dan Tahun Kesedihan. Mari kita lihat kembali peristiwa penting ini dan bagaimana kita bisa belajar darinya.
Kisah seorang wanita yang sering melempari Nabi dengan benda berbahaya, namun kemudian dijenguk oleh beliau saat sakit, adalah teladan indah tentang kasih sayang dan memaafkan. Nabi mengajarkan kita untuk membalas kejahatan dengan kebaikan, bahkan di masa kini. Hijrah ke Abyssinia menunjukkan bahwa ketika menghadapi penindasan, mencari tempat yang lebih aman untuk beribadah dan berkembang adalah pilihan yang bijak. Nabi memilih jalan damai daripada kekerasan, mencari peluang baru bagi umatnya.
Tahun Kesedihan, di mana Nabi kehilangan istri dan paman tercintanya, adalah ujian berat. Namun, beliau tetap tegar dan menjadi teladan dalam menghadapi kesulitan. Al-Qur`an mengajarkan bahwa selalu ada kemudahan setelah kesulitan, dan Nabi menunjukkan hal ini dengan terus membimbing umatnya menuju masa depan yang lebih baik.
Setelah Tahun Kesedihan, datanglah cahaya terang berupa peristiwa Isra Mi'raj, di mana Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan malam dan naik ke langit, menerima perintah shalat langsung dari Allah. Shalat hingga kini menjadi sarana bagi umat Islam untuk mendekatkan diri kepada Allah, menemukan ketenangan, dan kedamaian hati di tengah segala cobaan hidup. Shalat juga menjadi sumber kekuatan bagi Nabi dan para sahabat dalam menghadapi tantangan dakwah di Makkah. Namun, penindasan terus berlanjut, memaksa mereka untuk melakukan hijrah ke Madinah. Hijrah ini bukan sekadar perpindahan tempat, melainkan titik balik penting dalam sejarah Islam. Di Madinah, umat Islam dapat menjalankan agama mereka dengan bebas, membangun komunitas yang kuat, dan menyebarkan pesan Islam dengan lebih leluasa.
Di Makkah, umat Muslim terus menghadapi penindasan dan kekerasan karena keyakinan mereka. Mereka diejek, dianiaya, bahkan dibunuh. Nabi Muhammad, yang selalu menjunjung tinggi perdamaian, akhirnya memutuskan untuk hijrah ke Madinah bersama para pengikutnya. Keputusan ini bukan berarti melarikan diri, melainkan mencari tempat yang lebih kondusif untuk menyebarkan agama Islam. Di Madinah, mereka berharap dapat hidup damai dan membangun komunitas yang kuat.
Namun, perjalanan hijrah itu sendiri penuh risiko. Kaum non-Muslim Makkah tidak rela Nabi dan pengikutnya pergi. Mereka ingin memadamkan cahaya Islam. Meskipun demikian, Nabi dan para sahabatnya tetap teguh dalam keyakinan mereka, dan akhirnya tiba dengan selamat di Madinah berkat perlindungan Allah.
Hijrah ke Madinah menjadi momen krusial dalam sejarah Islam. Di sana, Nabi Muhammad SAW bersama para pengikutnya disambut hangat oleh penduduk setempat, termasuk suku Aus dan Khazraj yang sebelumnya bertikai. Di Madinah, umat Muslim bebas menjalankan ajaran agama, memperkuat komunitas, dan membentuk sistem pemerintahan yang lebih teratur. Piagam Madinah, konstitusi pertama Islam, lahir di sini, mengatur hubungan antaragama dan menciptakan perdamaian di kota tersebut. Madinah pun menjadi pusat peradaban baru dan memainkan peran penting dalam penyebaran Islam ke seluruh dunia.
Peristiwa ini menandai awal penanggalan Hijriah. Di Makkah, umat Muslim jumlahnya sedikit dan tertindas, tapi di Madinah mereka bisa menjalankan iman dengan bebas dan mengundang orang lain untuk memeluk Islam. Tanpa penganiayaan, orang-orang non-Muslim dapat menyaksikan langsung bagaimana umat Muslim hidup harmonis dan damai, serta berkontribusi dalam masyarakat yang lebih luas.
Peristiwa ini membuka peluang bagi banyak non-Muslim untuk memeluk Islam, sehingga komunitas Muslim semakin berkembang. Namun, apa saja pelajaran yang bisa diambil, terutama di tengah tantangan zaman yang dihadapi umat Muslim saat ini? Apakah solusinya selalu pindah tempat, atau ada cara lain yang lebih tepat untuk menghadapi tantangan tersebut?
Kita memang tidak selalu bisa berpindah, dan ada kalanya kita harus tetap bertahan, menghadapi, dan menyelesaikan masalah. Namun, kita juga perlu bersikap realistis, memahami situasi, dan mencari solusi terbaik. Dalam konteks Nabi, oposisi di Makkah layaknya tembok besar yang jika ditentang hanya akan menyakiti diri sendiri.
Nabi Muhammad SAW memilih jalan non-kekerasan dengan mencari tempat yang lebih aman bagi umat Muslim. Dari sini kita belajar bahwa Hijrah adalah bagian penting dari iman Islam, jika suatu tempat tidak aman, berupayalah sebaik mungkin, tetapi jika ada peluang untuk berpindah ke tempat yang lebih aman, lakukanlah.
Hijrah mengajarkan fleksibilitas dalam menghadapi kesulitan. Nabi Muhammad SAW tidak menyerah pada kondisi sulit di Mekkah; beliau mencari solusi dengan berpindah ke tempat di mana komunitas Muslim bisa tumbuh dengan damai. Pelajaran penting dari ini adalah bahwa terkadang kita harus berani menghadapi tantangan langsung, namun di lain waktu, mencari alternatif yang lebih aman dan bijaksana adalah langkah terbaik untuk kebaikan kita dan komunitas.
Hijrah Nabi Muhammad SAW menunjukkan solidaritas yang luar biasa dari Abu Bakar yang menemani beliau dalam perjalanan penuh bahaya ini. Mereka menghadapi risiko besar, termasuk kemungkinan dibunuh jika tertangkap. Dalam berbagai biografi Nabi, kita melihat bagaimana perlindungan Allah selalu menyertai mereka, meski dalam situasi yang tampak sulit dan berbahaya.
Salah satu contohnya adalah ketika mereka bersembunyi di Gua Tsur. Abu Bakar dan Nabi Muhammad SAW berada di dalam gua sementara rombongan pencari sangat dekat dengan mulut gua. Bahkan, jika mereka sedikit menunduk, mereka bisa saja melihat Abu Bakar yang cemas. Namun, Nabi menenangkan Abu Bakar dengan berkata, "Jangan takut, Allah bersama kita." Menariknya, Allah menutupi mulut gua dengan sarang burung merpati dan jaring laba-laba, sehingga pencari mengira tidak ada yang masuk ke gua itu. Dengan cara yang sederhana namun penuh makna ini, Allah melindungi Nabi dan Abu Bakar dari bahaya.
Kisah ini menjadi pengingat bagi umat Muslim bahwa Allah selalu hadir sebagai pelindung, bahkan melalui hal-hal kecil yang mungkin kita anggap remeh. Di saat perjalanan, menghadapi diskriminasi, atau situasi sulit lainnya, kita bisa selalu bersandar pada Allah, memohon pertolongan-Nya. Allah mampu membalik keadaan dan mengubah hati manusia dengan cara yang tak terduga.
Pelajaran dari kisah ini mengajarkan kita untuk selalu berserah diri kepada Allah di tengah tantangan hidup. Saat merasa terjebak atau menghadapi cobaan berat, ingatlah bahwa pertolongan Allah bisa datang dari arah yang tidak pernah kita sangka. Dengan iman yang kuat, kita akan selalu menemukan jalan keluar dan merasakan lindungan dari Allah, sebagaimana yang dialami oleh Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar dalam perjalanan mereka.