SOLO, Suara Muhammadiyah - Upaya mengokohkan peran strategis Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani (MPKSDI) Muhammadiyah Solo gelar dialog Ideopolitor. Kegiatan tersebut bertempat di Asrama Haji Donohudan Boyolali, Sabtu-Ahad (4-5/11).
Sejumlah 182 peserta dari UPP (unit pembantu pimpinan) PDM Kota Surakarta meliputi Pimpinan Majelis, Anggota Majelis, Lembaga dan Ortom Muhammadiyah serta Aisyiyah mengikuti acara tersebut.
Ketua Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani (MPKSDI) Suyanto mengatakan ideopolitor yang merupakan akronim dari ideologi, politik, dan organisasi. Tujuan kegiatan untuk penguatan dari sisi ideologi, politik, dan organisasi bagi Lembaga dan Pimpinan Muhammadiyah.
"Digelarnya acara ini juga sebagai konsolidasi Pimpinan Muhammadiyah di semua level agar terbuka wawasan dan pikiran terkait perkembangan dalam dinamika politik karena sekarang ini merupakan era sangat dinamis sehingga pimpinan Muhammadiyah segera merespon setiap perubahan," ungkapnya.
Dr. Suyanto menambahkan acara ideopolitor juga berkaitan dengan penguatan keorganisasian secara struktural. Sekarang ini yang menjadi arus utama kegiatan adalah memperkuat tiga pilar ranting, cabang, dan masjid.
"Tiga pilar ini menjadi arah baru untuk dikembangkan. Ranting dan cabang bisa berdaya serta masjid yang menjadi ruh Muhammadiyah bangkit untuk mewujudkan visi dan misi Muhammadiyah," ungkapnya.
Terkait tentang harapan, Dr. Suyanto berharap semua peserta mulai menata diri dan berbenah serta segera konsolidasi mengatur langkah-langkah dan program yang memang sebagai wujud menumbuhkembangkan Muhammadiyah lebih konkrit di ranting.
"Ideopolitor difokuskan penguatan tiga hal baik ideologi politik dan organisasi yang akan diteruskan ke cabang dan ranting. Kita akan mengadakan kegiatan serupa di level cabang dan ranting. Maka harapan kami, semua lembaga dan ortom di tingkat daerah untuk segera konsolidasi internal," jelasnya.
Muhammadiyah Tidak Bisa Lepas dari Politik
Ketua MPKSDI Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Bachtiar Dwi Kurniawan menyampaikan materi tentang ideologi dan visi kebangsaan Muhammadiyah menghadapi tahun politik. Ia mengawali dengan menjelaskan makna istilah ideologi berdasarkan hasil Muktamar ke-37 tahun 1968. Ideologi adalah keyakinan hidup Muhammadiyah.
Kepada peserta ideopolitor, Bachtiar menyampaikan Muhammadiyah tidak bisa lepas dari politik. Hal itu berdasarkan empat alasan. Alasan tersebut antara lain, pertama, warga Muhammadiyah adalah makhluk politik. Kedua, Muhammadiyah adalah gerakan dakwah amar maruf nahi munkar dalam proses dakwahnya tentu tidak milih-milih. Ketiga, sumber daya manusia Muhammadiyah menjadi magnitute politik yang besar. Keempat, Muhammadiyah dalam batas-batas tertentu membutuhkan kanal politik yang digunakan sebagai wadah aspirasi politik.
Sejalan dengan hal itu, Bachtiar mengatakan dilihat dari sejarahnya, Muhammadiyah memiliki strategi perjuangan politik Muhammadiyah. Strategi tersebut antara lain, Pertama, Muhammadiyah terlibat aktif menjadi kekuatan politik kenegaraan. Ini seperti yang terjadi pada masa era demokrasi parlementer ketika Muhammadiyah menjadi kekuatan politik dari partai Masyumi. Kedua, Muhammadiyah menghimpitkan kepentingannya dengan kekuatan politik tertentu. Hal ini dapat dilihat pada awal orde baru.
Bachtiar juga menambahkan strategi politik Muhammadiyah yang ketiga, menjaga jarak yang sama dengan kekuatan politik manapun. Hal inilah yang dilakukan ketika Muhammadiyah di era orde baru. Keempat, liberalisasi politik, hal ini berarti Muhammadiyah secara sadar membiarkan warga Muhammadiyah untuk memasuki kekuatan politik manapun. Dampaknya adalah organisasi otonom, amal usaha bisa dimasuki oleh kepentingan-kepentingan politik, ini terjadi saat reformasi.
Risalah Islam Berkemajuan
Sementara itu, Bendahara PWM Jawa Tengah, Prof. Dr. Sofyan Anif, M.Si menyampaikan materi berupa Manhaj Risalah Islam Berkemajuan. Prof. Sofyan Anif menyampaikan Islam berkemajuan itu Islam yang teologis merupakan refleksi dari nilai-nilai transedensi, liberasi, dan humanisasi sebagaimana tersirat dalam Ali Imron ayat 104 dan 110 yang menjadi inspirasi kelahiran Muhammadiyah.
"Mengajak kebaikan itu humanisasi, mengajak untuk meninggalkan yang mungkar itu liberasi," ungkapnya.
Prof. Sofyan Anif menegaskan cita-cita hidup Muhammadiyah membangun masyarakat Islam sesungguhnya berdasarkan Alquran dan Assunah. Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya adalah khaira ummah yang memiliki posisi dan peran umatan wasathan (umat tengahan) dan syuhada ala al-nas (pelaku sejarah) dalam kehiduoan manusia.
"Islam yang berkemajuan merupakan konsep yang melibatkan perkembangan agama Islam (Muamalah). Mencakup pemahaman yang lebih dalam tentang sejarah Islam dan penerapan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Kemajuan dalam segala dimensi kehidupan baik rohani maupun materi. Inilah yang kemudian oleh Muhammadiyah diistilahkan dengan istilah Islam Berkemajuan," ungkapnya.
Lima ciri utama Islam Berkemajuan dipaparkan oleh Prof. Sofyan Anif meliputi pertama, berlandaskan tauhid. Menurut Muhammadiyah tauhid bukan hanya sekadar keyakinan, melainkan tauhid yang punya implikasi bagi kehidupan sosial dan alam semesta. Kedua, kembali kepada Alquran dan Sunnah. Pemaknaannya tidak hanya tekstual tetapi dimensi logika pengetahuan dan teknologi. Ketiga, menghidupkan ijtihad dan tajdid. Keempat, mengembangkan wasatiyah, menjadi umat tengahan. Kelima, sifat rahmatan lil alamin, sifat ini ditunjukan kepada siapa saja tanpa membeda-bedakan latar belakang, perbedaan agama, dan kepada lingkungan.
"Pemimpin Muhammadiyah di setiap level harus berkarakter progresif," ungkapnya.
Akhir acara, Prof. Sofyan Anif mengajak kepada semua aktivis Muhammadiyah untuk memperkuat akar rumput, cabang dan ranting. "Roh Muhammadiyah adalah pengajian. Maka digalakkan pengajian di ranting. Ranting itu penting. Kedua, masjid, maka dakwah berbasis masjid," tandasnya. (Aryanto)