Oleh: Ustadz Machnun Uzni, S.I.Kom, Wakil Sekretaris PW Muhammadiyah Kalimantan Timur
الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ يَـخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَـخْتَارُ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ الْوَاحِدُ الْعَزِيْزُ الْغَفَّارُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ إِمَامُ الْمُتَّقِيْنَ وَقُدْوَةُ الْأَبْرَارِ، اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، صَلَاةً دَائِمَةً مَّا تَعَاقَبَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا إِخْوَةَ الْإِسْلَامِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ الْقَائِلِ فِي مُحْكَمِ كِتَابِهِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَـرُ
Allahu akbar, Allahu akbar, walillahilhamd
Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah
Pada kesempatan yang mulia ini marilah bersama-sama kita memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT. Pada saat kita dihimpun oleh Allah SWT di hari yang mulia ini, untuk melaksanakan salah satu di antara syariat yang telah ditetapkan bersama dengan kaum muslimin di seluruh belahan dunia, melaksanakan Salat Idul ‘Adha dan dilanjutkan dengan menyembelih kurban bagi yang mampu.
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah (QS Al Kautsar [108]:1-2).
Pertemuan kita pada kesempatan kali ini bukanlah pertemuan yang biasa, akan tetapi pertemuan istimewa yang telah didesain oleh Allah SWT. Momentum kita bersama untuk mengagungkan-Nya melalui takbir yang kita kumandangkan, tahmid yang kita lantunkan dan tahlil yang kita gelorakan.
Oleh karena itu, di awal khutbah ini marilah bersama-sama seraya serentak bersama-sama mengumandangkan tahlil, tahmid, takbir sebagai ekspresi kecintaan kita kepada Allah SWT. Allahu Akbar, Allahu Akbar secara serentak bersama-sama, Allahu Akbar 3x
Takbir, tahlil dan tahmid kembali menggema di seluruh muka bumi ini sekaligus menyertai saudara-saudara kita yang datang menunaikan panggilan agung ke tanah suci guna menunaikan ibadah haji.
Pada hari raya idul adha ini berjuta-juta kaum muslimin berkumpul di Mina untuk melempar jumrah, setelah sehari sebelumnya menjalani wukuf di Padang Arafah. Saudara-saudara kita sedunia dan seiman itu berkumpul di tanah suci, mereka datang dari segala penjuru dunia, dari berbagai benua dan negara, dari berbagai suku dan bangsa, dengan menempuh perjalanan yang tidak ringan, meninggalkan keluarga dan kesenangan dunia, hanyalah semata-mata untuk memenuhi panggilan Allah SWT.
وَاَذِّنْ فِى النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالًا وَّعَلٰى كُلِّ ضَامِرٍ يَّأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ ۙ
(Wahai Ibrahim, serulah manusia untuk (mengerjakan) haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh (QS. Al-Hajj: 27).
Bergemalah saat ini kalimat talbiyah di tanah suci:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ
“Hamba-Mu kini datang menghadap-Mu Ya Allah, memenuhi perintah-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Kami datang menyambut seruan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan nikmat adalah bagi-Mu. Engkaulah Mahadiraja yang menguasai segala sesuatu. Tiada sekutu bagi-Mu”.
Dalam ibadah haji kita dapat mengambil hikmah bahwa jangan ragu-ragu kita mengeluarkan segala sesuatu untuk menuju perintah Allah, di samping juga terkandung hikmah bahwa segenap manusia berada dalam garis persamaan walaupun berbeda tampilan luarnya. Ibadah haji mempertemukan nilai keimanan yang sama, mereka berkeliling Ka'bah yang sama, membaca kalimat yang sama dan mengikuti sunnah Rasul yang sama. Makna inilah yang seharusnya kita hadirkan dalam kehidupan kita.
Bersamaan dengan ibadah mereka di sana, di sini kita pun melaksanakan ibadah yang terkait dengan ibadah mereka, di sini kita melaksanakan ibadah yang terkait dengan ibadah haji yaitu puasa hari Arafah, pemotongan hewan kurban setelah shalat idul adha ini. Apa yang dilakukan itu maksudnya sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Allahu akbar, Allahu akbar, walillahilhamd
Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah
Bagi kita yang belum dimampukan haji tahun ini, terhadiahkan ungkapan indah Imam Ibn Rajab Al Hambaly dalam Latha`iful Ma'arif:
من لم يستطع الوقوف بعرفة
فليقف عند حدود الله الذي عرفه
man lam yastathi’il-wuquufa bi-‘arafah
Falyaqif ‘inda huduudallaahilladzii ‘urifah
Siapa belum mampu berdiam-wukuf di ‘Arafah suci; hendaklah dia berhenti pada batas hukum Allah yang telah dia mengerti.
ومن لم يستطع المبيت بمزدلفة
فليبت على طاعة الله ليقربه ويزلفه
Wa man lam yastathi’il-mabiita bi muzdalifah
Falyabit ‘alaa thaa’atillaah liyuqarribahu wa yuzallifah
Siapa yang belum mampu mabit-bermalam di Muzdalifah; bermalamlah dengan ketaatan pada Allah; agar akrab dan dekat bermesra dengan-Nya.
ومن لم يقدر على ذبح هديه بمنى
فليذبح هواه ليبلغ به الُمنى
Wa man lam yaqdir ‘alaa dzabhi hadyihi bi minaa
Falyadzbah hawaah liyablugha bihil munaa
Siapa yang belum kuasa menyembelih hewan kurbannya di Mina; hendaklah dia sembelih hawa nafsunya agar dengannya ia sampai pada cita-cita.ومن لم يستطع الوصول للبيت لأنه بعيد
فليقصد رب البيت فإنه أقرب إليه من حبل الوريد
Wa man lam yastathi’ al-wushuula lil baiti li annahu ba’iid
Falyaqsud rabbal baiti fainnahuu aqrabu ilaihi min hablil wariid
Dan siapa yang belum mampu sampai ke Baitullah bersebab jauhnya, hendaklah dia menghadap Pemilik Baitullah yang (pengawasan-Nya) lebih dekat daripada urat lehernya.
Allahu akbar, Allahu akbar, walillahilhamd
Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah
Salah satu yang amat kita butuhkan dalam hidup ini adalah mendapatkan figur-figur teladan yang bisa memberi warna positif dalam kehidupan kita. Karena itu, di samping Nabi Muhammad Saw, Allah Swt menjadikan Nabi Ibrahim As dan keluarganya sebagai figur teladan sepanjang masa, Allah Swt berfirman:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِيْٓ اِبْرٰهِيْمَ وَالَّذِيْنَ مَعَهٗۚ ...
Sungguh, benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu pada (diri) Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya... (QS. Al-Mumtahanah: 4)
Satu dari sekian banyak keteladanan dari Nabi Ibrahim As dan keluarganya adalah memiliki dan menunjukkan ketahanan keluarga yang luar biasa.
Idul Adha, membawa kita pada kenangan ribuan tahun silam. Mengenang lagi manusia-manusia agung yang telah menciptakan arus terbesar dalam sejarah manusia, membentuk arah kehidupan.
Bayangkanlah bahwa lebih dari sekian ribu tahun yang lalu tiga manusia agung itu Ibrahim, Hajar dan Ismail berjalan kaki sejauh lebih dari 2000 km dari negeri Syam yang sekarang menjadi Syria, Palestina, Jordania dan Lebanon menuju jazirah tandus yang oleh Al-Qur’an disebut sebagai lembah yang tak ditumbuhi tanaman.
Bayangkanlah bagaimana mereka memulai sebuah kehidupan baru tanpa siapa-siapa dan tanpa apa-apa. Bayangkanlah bagaimana mereka membangun ka'bah dan memulai peradaban. Bayangkanlah bagaimana 42 generasi dari anak cucu Ibrahim secara turun temurun hingga Nabi Muhammad saw, membawa agama Tauhid dan mengubah jazirah itu menjadi pusat dan pemimpin peradaban.
Bayangkanlah bagaimana Ka'bah pada mulanya hanya ditawafi tiga manusia agung itu, kini setiap tahunnya ditawafi sekitar 5 juta manusia dari seluruh pelosok dunia yang melaksanakan ibadah haji persis seperti doa Nabi Ibrahim:
رَبَّنَآ اِنِّيْٓ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ فَاجْعَلْ اَفْـِٕدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْٓ اِلَيْهِمْ ...
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah membawa sebagian dari keturunanku untuk tinggal di sebuah lembah yang tak tertumbuhi tanaman apa pun, di sisi rumah-Mu yang suci. Ya Tuhan kami, itu agar mereka mendirikan shalat, maka penuhilah hati sebagian manusia dengan cinta pada mereka...” (QS. Ibrahim: 37).
Bayangkanlah bagaimana jazirah yang tandus tak berpohon itu dihuni oleh hanya mereka bertiga dan kini berubah menjadi salah satu kawasan paling kaya dan makmur di muka bumi, persis seperti doa Ibrahim:
وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّ اجْعَلْ هٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّارْزُقْ اَهْلَهٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ ...
"(Ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhanku, jadikanlah (negeri Makkah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan (hasil tanaman, tumbuhan yang bisa dimakan) kepada penduduknya...” (QS. Al-Baqarah: 126).
Bayangkanlah bagaimana Nabi Ibrahim bermunajat agar lembah itu diberkahi dengan menurunkan seorang nabi yang melanjutkan pesan samawinya, dan kelak Nabi Muhammad Saw menutup mata rantai kenabian di lembah itu, persis seperti doa Ibrahim:
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيْهِمْ ۗ اِنَّكَ اَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ ࣖ
"Ya Tuhan kami, utuslah di antara mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu, mengajarkan kitab suci dan hikmah (sunah) kepada mereka, dan menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 129).
Bayangkan dan terus bayangkan, pesan yang harus terus menerus kita sampaikan tentang keyakinan, sebagaimana Ibrahim berpesan:
وَوَصّٰى بِهَآ اِبْرٰهٖمُ بَنِيْهِ وَيَعْقُوْبُۗ يٰبَنِيَّ اِنَّ اللّٰهَ اصْطَفٰى لَكُمُ الدِّيْنَ فَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ ۗ
Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya dan demikian pula Ya‘qub, “Wahai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu. Janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Al-Baqarah: 132).
Jauh sebelum Adversity Quotient (AQ) yaitu kecerdasan seseorang mampu bertahan dalam menghadapi rintangan atau kesulitan diperkenalkan oleh Paul G. Stoltz pada tahun 1997, ribuan tahun yang lalu sosok teladan Nabi Ibrahim As beserta istrinya Hajar dan putranya Ismail telah memberi contoh bagaimana rangkaian AQ adalah memaksimalkan usaha yang diiringi dengan tawakal.
Di tengah padang gersang, Nabi Ibrahim meninggalkan Hajar dan Ismail dengan untaian doa, “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, ‘Ya Tuhanku, jadikanlah (negeri Mekkah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya, yaitu di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian...’”.
Ibunda Hajar berlari-lari untuk mendapatkan air untuk putranya yang masih bayi, Ismail. Berlari dari bukti Shafa ke Marwa, sebuah usaha didorong kasih sayang sebagai seorang ibu, tak kenal lelah apalagi menyerah. Di sisi lain, jejak kaki Ismail mengantarkan sebuah jalan keluar, memancar air kehidupan yang diabadikan oleh zaman, mata air Zamzam.
Allahu akbar, Allahu akbar, walillahilhamd
Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah
Dari idul Adha kita belajar ketangguhan keluarga, belajar tentang tawakal yang tidak pernah tersia dan lembaran nilai kemanusiaan nyata.
Ibrahim As mampu melahirkan keturunan seperti Ismail As. Anak yang ketika usianya belasan tahun telah memiliki kepribadian matang melampaui usia biologisnya. Kedewasaan karakter itu tercermin dari logika keimanannya yang sempurna, ketika Ibrahim As bertanya:
...يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ ...
...“Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?”... (QS. Al-Shaffat: 102).
Ketika Ismail tahu bahwa penyembelihan dirinya adalah perintah Allah, ia menjawab dengan tenang:
... قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ
...Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.” (QS. Al-Shaffat: 102).
Sebuah jawaban yang tidak mungkin keluar dari seorang anak yang sosok ayahnya tidak hadir di dalam pikiran mereka. Jawaban yang tidak mungkin keluar dari seorang anak, melainkan ketika ayah mampu menghadirkan sosok kehidupannya di dalam visi hidup anak-anaknya.
Hal ini menandakan apa pun yang dikatakan oleh Ibrahim sesuatu yang dapat diterima oleh Ismail. Hal ini menandakan Ibrahimlah orang yang paling istimewa dalam benak Ismail. Apabila kita sering berdebat dengan anak kita, apabila kita sering mendapatkan penolakan saat kita memberikan nasehat kepada anak kita, itu pertanda kita belum berhasil menjadikan diri kita penting dalam kehidupan anak-anak kita.
Ketika anak-anak kita lebih menceritakan persoalan hidupnya kepada rekan-rekannya, kepada gurunya maupun orang lain, ini menandakan kita sebagai orang tua belum mampu hadir menjadikan sosok kehidupan kita berada di dalam relung hati anak-anak kita.
Pelajaran yang terpenting yang kita dapatkan dari Ibrahim adalah kemampuan Ibrahim untuk menghadirkan sosoknya dalam kehidupan anak-anaknya. Sehingga apa pun persoalan yang sang anak hadapi, orang pertama yang mendapatkan curhat bukan teman ataupun orang lain, tetapi adalah kedua orang tua.
Anak saleh tidak mungkin terlahir dari rahim yang salah. Tentu yang memiliki kemampuan menancapkan visi ke Tauhid-an dan menanamkan kesabaran, memiliki peluang dan kesempatan yang besar untuk membangun rumah tangga sebagai rumah yang penuh dengan keberkahan.
Teruslah menetapi kesabaran, teruslah menjaga ketangguhan diri untuk melanjutkan dakwah kebenaran, menebarkan layanan kemanusian untuk dunia universal.
Akhirnya, melalui semangat idul Adha kita jadikan keimanan dan ketakwaan yang paripurna melekat dalam jiwa kita sebagaimana peringatan Allah Swt:
لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ ...
Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu... (QS. Al-Hajj: 37).
Marilah mengakhiri khutbah idul adha ini, kita angkat tangan kita, berdoa kepada Allah Swt dengan penuh ketundukan dan kekhusyuan.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اللَّهُمَّ صلِّ وسلِّمْ وبارِكْ علَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ،
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ الْاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ.
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا أَخِرَتَنَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِيْ كُلِّ خَيْرٍ. اَللَّهُمَّ لَا تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلَّا غَفَرْتَهُ، وَلَا دَيْنًا إِلَّا قَضَيْتَهُ، وَلَا مَرِيْضًا إِلَّا شَفَيْتَهُ وَعَافِيَتَهُ، وَلَا حَاجَةً مِنْ حَوَائِجِ الدُّنْيَا إِلَّا قَضَيْتَهَا وَيَسَّرْتَهَا لَنَا يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِيْنَ، وَيَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ، وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.
Ya Allah, saat ini kami bersimpuh di hadapan-Mu menghaturkan segala puji atas nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepada kami.
Ya Allah, kami sadar, bahwa kami ini makhluk yang sangat lemah, untuk itu ya Allah, berilah kami kekuatan untuk mampu mengatasi segala cobaan yang sedang menimpa diri kami.
Ya Allah, pererat silaturrahim di antara kami, kuatkan kerjasama dan hindarkan silih sengketa di antara kami.
Ya Allah, jauhkan rasa takabur, sikap congkak yang hanya akan membuat kami menjadi lengah dan lalai.
Ya Allah, tanamkanlah pada diri kami ketaatan kepada-Mu serta semangat berkurban utnuk membantu sesama yang menderita.
Ya Allah, jadikanlah keluarga kami keluarga yang tunduk dan taat pada perintah-Mu. Hadirkan figur Ibrahim, sosok ayah yang menyayangi keluarganya, Siti Hajar, ibu yang berjuang dan tegar menghadapi ujian, serta Ismail, anak yang soleh dan berbakti kepada orang tua.
رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ عِبَادَاللهِ،