YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Layanan kesehatan inklusif memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau kondisi fisik termasuk penyandang disabilitas. Meskipun demikian, kelompok disabilitas masih sering mendapatkan layanan kesehatan yang jauh dari kata inklusif. Itulah yang menjadi topik webinar nasional oleh Majelis Kesehatan Pimpinan Pusat Aisyiyah, Jumat (01/11/2024) siang.
Berkolaborasi dengan Program Inklusi Aisyiyah, kegiatan ini membawa tajuk Pengembangan Layanan Kesehatan Inklusif sebagai Pemenuhan Hak Dasar Warga Negara.
Tema ini sangat penting, kata Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah Warsiti, “Dengan harapan rumah sakit dan klinik Muhammadiyah dan Aisyiyah dapat terus meningkatkan pelayanan bagi penyandang disabilitas,” harapnya dalam sambutan.
Tampil sebagai narasumber tiga perempuan yang sudah lama terjun di dunia kesehatan. Mereka adalah Siti Nadia Tarmizi dari Kemenkes RI, Disability Specialist YAKKUM Rita Triharyani, dan Kepala Puskesmas Sentolo I Kulonprogo Lenny Lo.
Di depan sekitar 165 peserta dari berbagai daerah, ketiganya menyampaikan materi mengenai layanan kesehatan yang inklusif bagi siapa saja.
Siti Nadia menyampaikan materi dengan judul Kebijakan dan Program Layanan Kesehatan Inklusif. Salah satunya dirinya menjelaskan bagaimana undang-undang melihat tentang penyandang disabilitas.
“Penyandang disabilitas adalah mereka yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak,” kutipnya dari UU No.8 Tahun 2016.
Ada banyak strategi yang bisa dilakukan untuk mewujudkan layanan kesehatan yang inklusif. “Salah satunya adalah mengidentifikasi penyandang disabilitas, pengembangan layanan terintegrasi dan pengembangan sistem inforamasi, serta peningkatan kapasitas SDM,” tambahnya.
Selanjutnya, Rita Triharyani menyampaikan materi mengenai kendala akses kesehatan bagi penyandang disabilitas. Akses infrastuktur menjadi salah satu yang cukup utama dan berpengaruh pada layanan kesehatan.
“Juga akses komunikasi, informasi tentang layanan kesehatan yang tersedia dalam berbagai bahasa dan format yang mudah dipahami, sehingga semua pasien dapat memahami opsi layanan yang tersedia,” jelas Rita yang juga seorang penyandang disabilitas.
Layanan kesehatan inklusi belum menjadi bagian dari penilaian sistem mutu layanan kesehatan, misalnya rumah sakit. “Komunitas penyandang disabilitas kurang dilibatkan untuk memastikan bahwa layanan kesehatan inklusif tersedia bagi semua orang,” lanjut Rita. Untuk mewujudkan rumah sakit inklusif perlu memperhatikan enam hal, seperti tata kelola, hubungan kerja sama, aksesibilitas, keuangan, SDM, dan manajemen.
Terakhir materi ketiga disampaikan Lenny Lo. Dia bercerita bagaimana program yang direncanakan di daerahnya untuk memberikan pelayanan kesehatan inklusif.
Program itu adalah Posbindu SENTOSA. Uniknya “SENTOSA” merupakan singkatan dari Semua peNyandang Disabilitas mendapatkan pelayanan Terpadu, hOlistik, Sehat dan Aman.
Posbindu SENTOSA ini memiliki lima alur pelayanan. “Pengukuran antropometri, pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan kesehatan, pelayanan obat, dan penyuluhan kesehatan,” ujar Lenny.
Webinar ini menjadi salah satu wujud konsistensi Muhammadiyah Aisyiyah yang sejak berdirinya konsen di bidang sosial kemasyarakatannya. “Terus berkhidmat di Aisyiyah khususnya di bidang kesehatan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang sehat,” pungkas Warsiti. (hafidz)