Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (14)

Publish

8 December 2023

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
523
Sumber Foto Unsplash

Sumber Foto Unsplash

Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (14)

Oleh: Mohammad Fakhrudin dan Iyus Herdiana Saputra

Di dalam Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (IAMKS) ke-13 telah dijelaskan bahwa kriteria calon suami dengan rujukan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an surat an-Nisa (4): 34 adalah calon suami harus mempunyai modal utama sebagai pelindung dan pemberi nafkah. Namun, uraian difokuskan pada perlunya saling memahami antara suami dan istri dalam memanfaatkan rezeki. Dari uraian dan contoh kasus yang dipaparkan pada IAMKS (13) itu diketahui bahwa suami berpenghasilan tetap sangat penting, tetapi bukan satu-satunya yang sangat penting. Sebagai pemimpin, dia wajib mengamalkan akhlak sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yakni (a) shiddiq, (b) amanah, (c) fathanah, dan (d) tabligh. Jika tidak, rumah tangganya tidak memperoleh  ketenraman. Sudah dipaparkan juga di dalam IAMKS (13) bahwa suami yang menzalimi istri karena tidak memberikan nafkah sebagaimana mestinya, dia diancam berat.

Agar terhindar dari ancaman tersebut, suami wajib selalu menyadari bahwa keberkahan di dalam keluarga dapat diperoleh melalui doa dan usaha. Salah satu usaha yang wajib ditempuhnya adalah memberikan nafkah sesuai dengan kewajibannya. Berkenaan dengan itu, dia harus mampu mengendalikan keinginan atau nafsunya dengan baik. Jika memang belum saatnya membeli sepeda motor baru apalagi mobil, tidak perlu dia memaksakan diri misalnya tanpa bermusyawarah dengan istri pulang membawa sepeda motor baru atau mobil.  

Mungkin di dalam pikirannya terbayang bahwa istri pasti menyambutnya dengan bangga. Atas dasar itu, sesampainya di rumah, dengan harapan memperoleh pujian, dia membunyikan klakson sepeda motor baru atau mobilnya. Namun, kenyataan yang terjadi di luar perhitungannya.

Ketika berada pada jarak kurang dari satu meter dari dirinya, istri justru menanyakan bagaimana caranya dia bisa membawa pulang sepeda motor baru atau mobil.  Karena istri bertanya dengan nada datar, suami mengira bahwa istri senang akan keberaniannya, memujinya, dan menunjukkan keceriaannya Ternyata tidak.  

Setelah tahu bahwa suami membeli motor baru atau mobil dengan cara meminjam uang pada bank, dengan cepat dia langsung memperkirakan beban belanja makin berat. Dia justru mengemukakan makin beratnya mengelola uang. Dia sama sekali tidak bangga pada suami yang nekad itu.  Meskipun demikian, dia tetap dapat mengendalikan emosinya sehingga bicaranya tidak meledak-ledak.

Jika suami tidak mau mengerti jalan pemikiran istri, kiranya tinggal tunggu waktu mungkin dalam hitungan bulan atau tahun: api dalam sekam pun berubah menjadi api yang sanggup membakar apa saja. Na’udzubillah!

Pentingnya Membuat Komitmen

Membuat komitmen dalam berbagai hal yang berkaitan dengan ikhtiar menuju keluarga sakinah bagi calon suami istri dan keluarganya sangat penting. Sebagai konsekuensi atas komitmen itu adalah semua pihak wajib melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab. Dari sekian banyak komitmen yang menjadi kesepakatan yang dijadikan fokus kajian pada IAMKS (14) ini adalah suami menjadi penanggung jawab penuh menafkahi keluarga, sedangkan istri sebagai pengelola keuangan. Komitmen itu harus disepakati oleh calon suami istri dan keluarganya. Di samping itu, diuraikan juga akhlak suami dalam bergaul dengan istri.

Sangat mungkin terjadi di dalam kehidupan: telah ada kesepakatan antara calon suami istri dan orang tua mereka masing-masing bahwa suami bertanggung jawab penuh atas nafkah bagi istri (dan anak). Atas dasar kesepakatan itu, meskipun sesungguhnya istri berpeluang berpenghasilan tetap, dia istikamah sebagai ibu rumah tangga. Namun, boleh jadi, dari keluarga suami ada yang menginginkan agar istri pun berpenghasilan tetap.  

Demi keinginannya itu, dia melakukan intervensi. Tentu hal itu menimbulkan ketidaknyamanan. Jika suami istri bersikap “dewasa”, masalah itu dapat diselesaikan tanpa menimbulkan masalah baru. Namun, jika suami istri menyikapinya hanya dengan kecerdasan intelektual, hasilnya mungkin justru menimbulkan masalah baru yang jauh lebih besar. Jika suami benar-benar mengamalkan akhlak mulia, masalah sebesar dan seberat apa pun dapat diselesaikan dengan baik.

Berakhlak Mulia

Selain bermodal utama sanggup memberikan mahar dan nafkah kepada istri, kemuliaan akhlak suami menjadi kriteria berikutnya. Tanda bahwa suami berakhlak mulia terhadap istri adalah mempergauli istri dengan baik sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an surat an-Nisa (4): 19.

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَحِلُّ لَـكُمْ اَنْ تَرِثُوا النِّسَآءَ كَرْهًا ۗ وَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ لِتَذْهَبُوْا بِبَعْضِ مَاۤ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اِلَّاۤ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَا حِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَا شِرُوْهُنَّ بِا لْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِ نْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰۤى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـئًـا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا

"Wahai orang-orang yang beriman! Tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya."

Ukuran patut tidaknya cara suami bergaul dengan istri adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Di dalam Tafsir Al Azhar (hlm. 1137-1140), Hamka menjelaskan cara suami bergaul yang patut itu. Di antaranya dijelaskan bahwa suami menegakkan pergaulan yang bersopan santun. Bagi Hamka, rincian bagaimana coraknya pergaulan yang patut dan makruf itu diserahkan kepada sinar keimanan yang ada di dalam dada kita sendiri dan bergantung pula pada kebiasaan di tiap-tiap negeri dan pada tiap masa. Menurut beliau juga, setiap yang makruf itu sudah boleh dihubungkan dengan pendapat umum.

Selanjutnya, beliau menyitir pendapat Ibnu Abbas yang menafsirkan ayat 19 dari surat an-Nisa (4) bahwa pergaulan yang makruf bagi suami adalah bahwa suami di hadapan istri memakai pakaian yang bersih, bersisir rambut yang teratur, dan berhias secara laki-laki. Di samping itu, dijelaskannya juga tafsir Ibnu Abbas bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat menyenangkan istrinya. Diceritakannya bahwa beliau mempunyai kotak kecil untuk menyimpan sisirnya, sikat gigi (siwak), dan minyak wangi. Rambut beliau selalu harum. Beliau tidak suka pada  orang yang kotor; yang kainnya jarang dicuci. Suasana yang demikian membuat beliau dengan istrinya selalu gembira.  

Banyak praktik-baik yang telah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang wajib kita contoh, baik bertutur kata maupun berperilaku. Laki-laki sebagai manusia biasa, memang tidak mungkin dapat mencontohnya secara utuh, tetapi wajib berdoa dan berikhtiar agar makin banyak mencontoh cara beliau bergaul dengan istrinya. 

Berikut ini disajikan hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang bagaimana seharusnya akhlak suami terhadap istri.

Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

أكملُ المؤمنين إيمانًا أحسنُهم خُلُقًا، وخيارُكم خيارُكم لنسائِهم

" Sebaik-baik orang beriman adalah yang terbaik dalam akhlaknya. Dan sebaik-baik dari kalian, adalah orang-orang terpilih (secara akhlak) kepada para wanita.”

Di dalam hadis dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengingatkan kepada laki-laki yang memiliki dua istri, tetapi punya kecenderungan kepada salah satu di antaranya. Laki-laki tersebut akan datang pada hari kebangkitan dengan keadaan miring.

مَن كانَت لَهُ امرأتانِ فمالَ إلى إحداهما جاءَ يومَ القيامةِ وشقُّهُ مائِلٌ

Dalam hadis tersebut, disampaikan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam meminta kepada kaum lelaki untuk berbuat adil kepada istri-istrinya.

Allah Subḥanahu wa Ta 'ala telah menetapkan hukuman bagi mereka yang menganiaya istri mereka dan tidak melakukan keadilan kepada mereka sehingga pada hari kebangkitan kelak akan datang tanpa sisi yang sama. Hal ini lantaran mereka tidak memperlakukan istrinya secara adil. Allah Subḥanahu wa Ta 'ala berfirman di dalam Al-Qur'an surat an-Nisa (4): 129

وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ ۖ فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ ۚ وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا

 "Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu) walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu, janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai) sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” 

Allahu a’lam

Mohammad Fakhrudin, 
warga Muhammadiyah, 
tinggal di Magelang Kota 

Iyus Herdiyana Saputra, 
dosen al-Islam dan Kemuhammadiyah, 
Universitas Muhammadiyah Purworejo


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh Faozan Amar, Dosen FEB UHAMKA dan Direktur Eksekutif Al Wasath Institute Indonesia adalah nega....

Suara Muhammadiyah

29 January 2024

Wawasan

Anak Saleh (12) Oleh: Mohammad Fakhrudin "Anak saleh bukan barang instan. Dia diperoleh melalui pr....

Suara Muhammadiyah

10 October 2024

Wawasan

Menapaki Jejak Wahyu: Menggali Ilmu Al-Qur'an bersama Yasir Qadhi Oleh: Donny  Syofyan, Dosen ....

Suara Muhammadiyah

11 November 2024

Wawasan

Fikih Air Fikih air adalah kumpulan kaidah, nilai dan prinsip agama Islam mengenai air yang meliput....

Suara Muhammadiyah

31 May 2024

Wawasan

Dakwah Menjawab Jiwa Zaman: Belajar Dari KH Ahmad Dahlan Keharusan Peta Dakwah Oleh: Saidun Derani....

Suara Muhammadiyah

7 February 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah